Buku Terakhir yang Kalian Baca adalah Penutup Kisahmu
Cerpen
Kutipan Cerpen Buku Terakhir yang Kalian Baca adalah Penutup Kisahmu
Karya apparecium
Baca selengkapnya di Penakota.id
Kau duduk di atas bangku di depan rumahmu. Di tanganmu terdapat sebuah buku yang hampir selesai kau baca. Menemukan seseorang yang memiliki hobi sama denganmu sangat mudah. Tapi, untuk mencari seorang yang bisa kau sebut sebagai pasangan dan memiliki hobi sama denganmu cukup sulit. Sudah jelas, bukan? Hobimu adalah membaca dan mengoleksi buku, semua jenis buku, nonfiksi mau pun fiksi, semuanya kau baca.

Hidup di salah satu kota besar tentu tidak membatasi hobimu, kau bahkan dapat memuaskan hobimu dengan hanya berjalan beberapa meter dari rumah. Beberapa meter dari rumahmu itu terdapat sebuah toko buku yang dilengkapi sebuah perpustakaan yang cukup lengkap. Kadang kau berpikir, kenapa toko buku ini juga menyediakan perpustakaan? Bukankah itu akan membuat toko buku itu kurang diminati? Karena kau dan semua orang dewasa tahu, bahwa segala hal yang gratis itu lebih diminati.

Setelah beberapa saat, buku yang kau baca tadi selesai juga. Kau menyimpannya lalu beralih memainkan gawai. Semua pekerjaan rumah sudah selesai kau kerjakan, tugasmu saat ini hanya tinggal bersantai-santai dan menunggu temanmu mengajak kau berkeliling perpustakaan, atau kadang kau membeli buku baru yang belum tersedia di perpustakaan.

Kring … gawaimu berbunyi, nama temanmu terpampang. Kau menjawab panggilan itu. “Halo,” katamu. Lalu temanmu berbicara dari seberang sana. Kau hanya mangut-mangut lalu menutup telepon dan bersiap untuk pergi.

Sinar mentari di siang hari memang tiada tanding, panasnya membuatmu sedikit berkeringat karena berjalan beberapa meter saja. Temanmu sudah menunggu di perpustakaan. Kau melambaikan tangan dari jauh, begitu pun temanmu.

“Sudah lama menunggu?” tanyamu.

“Tidak juga, kulitku belum berjamur, tuh,” jawab temanmu sambil tersenyum. “Duduk dulu,” temanmu mempersilakan kau duduk.

“Mau beli buku atau pinjam?” Aku memulai percakapan. Memang hal seperti itu yang akan pertama kami tanyakan jika datang ke tempat ini.

“Pinjam saja. Toh, beberapa minggu lagi buku-buku baru itu pasti sudah ada di perpustakaan. Kadang suka kesal sendiri sih kalau bukunya ada di perpustakaan dan aku sudah beli.” Temanku bercerita dengan nada yang memang sedikit terdengar kesal.

“Gratisan saja, ya,” timpalmu sambil memperlihatkan deretan gigimu yang putih dan rapi.

Temanmu mengangguk lalu menghirup napas panjang. “Ah, kau enak saja, ada yang mengirimmu buku setiap bulannya. Bagaimana kabarnya sekarang?”

Kau tertegun mendengar pertanyaan temanmu. Ingatanmu memaksa kau membuka lembaran-lembaran kisah yang coba kau tutup karena akhir cerita yang menurutmu kurang memuaskan dan tidak jelas. Tapi, lembaran-lembaran itu terus terbuka, mempersempit ruang antara kau dan kenanganmu, buku-buku di perpustakaan seolah menimpamu, mengajak kau masuk ke dalamnya, pergi ke masa lalumu, mengenang kisahmu.

“Bukunya sudah sampai?” Suara berat khas seorang pria terdengar di seberang sana. Kau tersenyum, tidak dapat menahan rasa bahagia yang terus menari-nari di hatimu.

“Sudah, terima kasih. Kapan-kapan aku juga akan mengirimmu buku.” Kau menjawab dengan bibir yang tak henti tersenyum.

“Hahaha, tidak perlu repot-repot, aku kan hanya mengirimmu buku bekas yang sudah kubaca. Lagi pula, aku kurang suka mengoleksi buku, tidak sepertimu.”

“Tetap saja aku berhutang padamu. Pokoknya lain kali akan kukirim, kirimkan alamatmu segera, ya.”

Pria itu kembali tertawa. “Baiklah, baiklah, lain kali kirimkan saja buku terbaikmu itu.”

Kau tersenyum bangga, akhirnya pria itu mengalah. Kau terus berbincang-bincang dengannya hingga telingamu rasanya hanya dapat mendengar suara berat miliknya. Buku yang baru sampai itu masih kau peluk, bungkusannya pun enggan kau buka. Kau menceritakan semua kegiatanmu, menceritakan semua buku yang kau baca, walau pun sebenarnya buku itu pernah dibaca oleh pria yang kau ajak bicara, tapi pria itu seolah tak bosan-bosan mendengar ulang isinya. Setelah hampir senja kau baru sadar bahwa percakapanmu harus segera dihentikan. Kau mengatakannya pada pria itu, kau harus mengurus beberapa pekerjaan, dan pria itu memahami alasanmu. Sambungan telepon kalian terputus.


Kau merasa hari-harimu tidak begitu membosankan semenjak mengenal pria itu, kau mengenalnya di sebuah grup sastra daring. Kau cukup tertarik dengan pengetahuannya tentang dunia sastra, dan entah apa yang menarik darimu, tiba-tiba saja lelaki itu menghubungi melalu jalur pribadi. Saat itu kau hanya menjawab ketika ditanya saja, kau tidak berani basa-basi dan membahas buku yang kau baca. Minim sekali percakapan yang kalian lakukan. Hingga akhirnya ia membahas sebuah buku dan kau tertarik, kau belum membacanya, kau berkata jujur. Ia pun tertarik ketika kau bilang belum membacanya, ia meminta alamatmu dan mengirimkan buku itu untukmu. Sejak saat itu, kau mulai bercerita tentang buku yang kau baca, begitu pun ia. Dan sejak saat itu banyak sekali buku yang ia kirim untukmu, hingga saat ini setiap bulannya ia akan mengirimmu buku setidaknya satu.

Hari-hari yang kau lalui bersama buku itu sangat penuh dengan kebahagiaan, jenis buku apa pun yang ia kirim pasti akan kau baca dengan penuh cinta. Ya, kau baru menyadarinya, kau membacanya dengan cinta. Kau tersenyum saat menyadari itu, tapi kau sadar hal seperti itu tidak diperbolehkan. Kau belum mengenalnya lebih jauh, ia pun belum mengenalmu lebih jauh, kau bahkan tidak yakin ia akan bersedia bersamamu jika ia mengenalmu.

Kau terlalu memaksakan diri setelah menyadari rasamu itu. Kau memaksakan baik-baik saja tanpa buku darinya, kau pernah berhenti membaca bukunya, ia menghubungimu dan tidak pernah kau jawab, akhirnya ia berhenti mengirimmu buku. Tapi, tiga buku terakhir yang ia kirim memang sudah ada di kamarmu. Hatimu tergores melihat buku-buku itu, kau buka lembarannya, tinta yang tertulis di sana seolah tumpah semuanya ke hatimu, membuatmu sesak dan tak bisa bernapas dengan baik. Kau tidak bisa menahannya, kau membukanya lagi. Kali ini, kau membacanya dengan cinta yang terasa duka. Ternyata ia mengirimkan buku-buku fiksi remaja yang membuat rasa cintamu semakin terasa. Kau sangat sesak, sulit sekali mengimbangi perasaanmu.

Kau menyerah. Kau tidak dapat berhenti membaca dan menghubunginya. Kau membaca semuanya, kau kembali menghubunginya. Lama sekali teleponmu untuk tersambung.

“Halo.” Suara berat dari seberang sana terdengar. Jantungmu berdebar karena rindu yang sangat kuat dan sakit hati yang tak kalah menyayat.

“Hai, maaf sudah lama tidak menghubungi.” Kau langsung meminta maaf padanya.

“Haha, santai saja. Semua orang pasti memiliki kesibukan, bukan?”

Kau menghela napas, pria ini sangat mengerti. “Kau memang paling mengerti.”

“Tidak juga, kok. Oh, bagaimana kabarmu?”

“Baik-baik saja, kau bagaimana?”

“Baik-baik saja. Tapi, aku sedikit merindukan cerita-cerita bukuku, mau kubaca ulang, bukunya sudah kukirim ke sana.” Lelaki itu lalu sedikit tertawa.

Kau pun tertawa, memang aneh sekali ia. Bisa-bisannya merindukan suaramu yang selalu menceritakan ulang buku yang ia kirimkan. “Mau kuceritakan?”

“Jika waktumu banyak, silakan.”

Kau tersenyum. Kau mulai menceritakannya, ia tertawa bahkan saat kau baru menceritakan awal kisahnya, mungkin karena ini kisah remaja. Tapi, waktu tidak mendukungmu, belum selesai kau ceritakan senja sudah mulai tampak. Mungkin kau hanya satu-satunya wanita yang tidak mencintai senja. Seperti biasa, kau harus mengakhiri percakapan kalian.

Sejak hari itu kau mulai bercerita lagi dengannya, kau juga mulai mencari buku yang akan kau kirimkan untuknya, kau sudah berjanji akan mengirimkan buku terbaik yang pernah kau baca. Kau menemukannya. Kau bercerita pada pria itu kau sudah menemukan buku terbaik itu. Pria itu pun tampak tak sabar ingin segera membaca buku yang menarik perhatianmu.

“Tunggu saja, ya. Akan segera kukirimkan buku itu.”

“Aku sudah tak sabar, nanti akan kuceritakan ulang isi buku itu.” Suara pria itu terdengar sangat ramah dan bahagia. Kau tak bisa menahan senyummu.

Suatu hari yang menurutmu itu adalah hari yang baik, kau mengirimkan buku itu kepadanya. Kira-kira dalam tiga hari buku itu baru akan sampai. Kau tidak menghubunginya, kau berencana akan menghubunginya jika bukumu sudah sampai. Hatimu sebenarnya tidak tenang, kau merasa takut tapi rasa takut itu kalah oleh rasa cintamu. Kau percaya pria itu akan menerima bukumu, kau percaya pria itu akan bersedia bercerita dan merangkai kisah bersamamu.

Tiga hari berlalu, pria itu tidak mengabarimu. Kau masih memakluminya, mungkin ada kesalahan kirim dan bukunya sampai tidak tepat waktu. Kau bersabar menunggu, pria itu pasti menghubungimu. Namun, setelah dua minggu berlalu kau yakin pria itu memang tak ingin menghubungimu. Kau memutuskan untuk menghubunginya lebih dulu. Tapi, ia tak menjawab teleponmu. Kau menghubunginya melalui pesan singkat.

"Kau sudah menerima bukunya?"

Beberapa jam berlalu, pria itu baru membalas pesan singkatmu.

"Sudah sampai, aku tak menyangka kau akan mengirimkan buku itu. Maaf, aku tidak bisa bercerita lagi."

Itu adalah pesan singkat terakhir yang ia kirimkan. Kau sudah meminta maaf berkali-kali tapi pria itu tidak menjawab pesan singkatmu. Buku terakhir yang kalian baca itu adalah penutup kisahmu.

Penutup kisah itu mengembalikanmu ke kehidupan nyata. Semua buku yang mendesakmu kembali melonggar dan kau berusaha kembali membuang kisahmu itu.

“Sudah tidak kuhubungi, ia memutuskan untuk tidak mengirim buku setelah aku mengirim sebuah buku.”

Temanmu bertanya dengan acuh. “Memang kau mengirim buku apa?”

Aku menarik napas panjang. “Poliandri.”

Temanku membuka matanya lebar-lebar, seolah menemukan tokoh utama dalam sebuah cerita mengalami sesuatu yang sangat mengejutkan. “Kau gila.”

“Tapi, dalam buku itu wanita memang diperbolehkan menikah dengan dua lelaki,” jawabku dengan mantap. Aku berdiri untuk menyusuri perpustakaan, mencari kisah yang dapat menutupi kisahku yang sudah berakhir itu.
08 Jul 2018 20:49
202
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: