Raini masuk ke kamar lalu mengunci
pintu dengan cepat. Sabri yang tengah membaca di atas kasur terkejut dengan kedatangan istrinya. Raini mendekat ke kasur, perlahan-lahan membuka kancing bajunya.
"Kenapa sayang?" Sabri menutup buku dan tampak heran.
“Mau sampai kapan bang?” tanya Raini dengan tegas.
Raini membuka rok hitamnya dan membiarkannya tergeletak begitu saja di lantai. Sabri beranjak pindah mendekati meja di sisi kamar dan meminum air putih.
“Tapi bukan begini caranya.”jawab Sabri.
Raini telah selesai membuka kaitan BH nya. Sabri memejam mata sambil menelan ludah.
"Kita sudah menikah sejak sebulan yang lalu. Tapi belum sekalipun abang...."
"Iya! Aku tahu!"
Belum sampai kalimat Raini tadi, Sabri memotongnya dengan nada tinggi. Raini mengurungkan niat membuka CD nya.
"Belum sekalipun Abang memberi alasan mengapa abang tidak mau berbagi gen denganku. Aku heran bang. Apakah abang benar-benar mencintaiku atau tidak." ungkap Raini dengan suara lirih.
Sabri menarik napas dengan pelan. Lalu meletakkan kembali gelas ke atas meja.
“Aku takut menjamahmu sayangku. Bagaimana pula aku yang mengaku mencintai tapi egois menyakitimu karena hanya menuruti nafsu kelaminku. Dari dulu bukan begitu caraku mencintai perempuan.”
Raini heran dengan penjelasan suaminya. Sabri berjalan keluar dari kamar, meninggalkan pujaan hatinya yang setengah telanjang.