Malam-malam Melia
Cerpen
Kutipan Cerpen Malam-malam Melia
Karya ariqaflah
Baca selengkapnya di Penakota.id

Malam ini aku berjanji tidak lagi memimpikan perempuan itu. Perempuan yang tak pernah kubayangkan bisa masuk menembus dini hari rela menghabiskan semalam suntuk mengganggu tidurku. Pertanyaannya adalah secinta itukah aku padanya? Serindu itukah aku pada senyumnya? Ah selama ini segelas kopi pun tak mampu menahan tidurku untuk tidak memimpikan dia. Kalau pun dia adalah perempuan yang akan ku cintai, mengapa dia berbeda dengan apa yang kubayangkan selama ini? 


Jam dinding di kamarku menunjukkan pukul 23.26 WIB. Mataku sudak lelah membaca buku Aksi Massa karangan Tan Malaka. Akhir-akhir ini memang aku memilih untuk menenggelamkan mataku ke dalam buku-buku Tan Malaka. Rasanya untuk menilik lebih jauh seberapa progresif pejuang-pejuang dahulu adalah dengan membaca karya-karya Tan Malaka.


Aku memejamkan mata tepat setengah dua belas malam setelah memutar lagu penuntun. Sepanjang perjalanan tidur, aku tiba di hitam putih sebuah kamar tidur. Disitu aku tidur dengan tidak lagi memimpikan seorang perempuan. Ya, aku bermimpikan aku. Lebih tepatnya aku memimpikan aku yang tidak lagi bermimpikan perempuan itu. Mata perempuan yang selama ini kutakuti, senyum perempuan yang akhir-akhir ini membuat ulu hatiku ngilu. Ah perempuan! Akhirnya aku berhasil tidak lagi memimpikan dia.


Melia, gadis bermata indah, hidung yang tinggi, dan senyum yang benar-benar membuat ngilu hati barang siapa saja lelaki yang suka padanya. Itu yang sebenarnya kuhindari, mencintai perempuan yang banyak disukai lelaki. Emang dikiranya aku lelaki apaan, bisa semudah itu jatuh cinta apalagi satu selera dengan banyak orang. Gengsi!


Di kampus aku benar-benar menghindari bertatap mata dengan melia. Selama ini, aku hafal betul kapan detik-detik mata kami beradu lalu kembali membisu seperti tak terjadi apa-apa. Itu sebenarnya membuat ulu hatiku ngilu-tak ada mata yang indah selain mata perempuan itu-dan membuatnya hadir di mimpiku. 


Namun sayang, cita-citaku untuk tidak bertatap mata dengannya adalah sebuah keniscayaan. 


“Selamat pagi” sapanya dengan lekuk senyum yang bersahaja.


“Pagi” jawabku pada detik dimana mata kami benar-benar beradu.


Aku dan dia memulai hari di kampus dengan mata kuliah yang membosankan. Pelajaran yang tak bisa melawan suntuk, dan ujung-ujungnya hanya hidung nan tinggi di depan sana yang selalu menarik perhatianku. 


“Ah akan kutanggung resikonya malam ini” umpatku dalam hati.


Ketika bulan mulai kedinginan dan matahari telah lama pergi, aku menarik selimut dan mematikan lampu kamar tidurku. Sepanjang perjalanan tidur, aku hanya tidur, malam ini Melia tidak hadir di mimpiku. Dan malam ini aku tidak sedang bermimpi aku, melainkan aku yang langsung bermimpi tidak memimpikan perempuan itu. 


Di kampus, aku hanya ingin menabrakan mataku dengan matanya. Aku ingin kami bersitatap, mataku ingin menanyakan pada matanya kenapa ia tidak hadir ke dalam mimpiku malam tadi. Ah ini benar-benar membuatku kalut. Aku memasuki kelas dan memandangi tiap-tiap wajah yang masuk. Kulihat jam di dinding kelas menunjukkan pukul 9.30 itu artinya sudah 30 menit aku menunggu kedatangan Melia. Kemudian ku lihat ketua kelas masuk lalu mengabarkan sesuatu hal. 


“Kawan-kawan, hari ini dosen tidak masuk. Karena bu Melia izin menyiapkan acara akad nikahnya nanti malam” jelas ketua kelas dengan seksama. 


Kabar buruk itu setidaknya sudah cukup menjawab pertanyaanku. Terus terang, malam nanti aku masih berharap dia datang ke dalam mimpiku meskipun nanti dia mewujudkan malam yang selama ini di mimpi-mimpikannya. 




30 Jun 2019 20:58
85
Jl. Sudirman, Cerenti, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau 29555, Indonesia
3 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: