Kutipan Cerpen
G I L A
Karya
artcancertha
Baca selengkapnya di
Penakota.id
Ada satu masa dimana aku merasa aku telah menjadi gila, bahkan lebih dari gila. Aku tersesat dalam berbagai hal logis dan kewarasan yang harus aku pelajari dan aku cerna, terus menerus, tiap detik, tiap tarikan nafas, aku sadar bahwa aku semakin gila karena itu. Menjalani kehidupan dengan jiwa gila yang pura-pura kuwaraskan adalah kesulitan hidup yang sebenarnya. Kadang aku menertawai orang-orang gila disekitarku yang berlagak jadi waras. Ada yang pura-pura mengendarai Mercedez-benz, pura-pura ke salon, pura-pura mengajar, pura-pura pidato, pura-pura memimpin negara, pura-pura bicara politik, pura-pura kuliah, padahal aku tahu, sangat tahu, bahwa mereka adalah orang-orang gila, sama sepertiku dengan tingkat kegilaan yang beragam.
Orang gila juga bisa menilai kehidupan, mereka yang telah gila belajar lagi untuk lebih gila, mereka mencari gila dan membuang gila, bahkan ada yang sampai memohon-mohon, mengemis kegilaan pada pasangannya, ibunya, temannya, bawahan maupun atasannya. Mereka mulai memuja gila sebagai lifestyle. Gila semakin populer dengan rating yang paling akut. Bagiku, orang gila yang paling gila, atau bisa dibilang pimpinan gila dan pencetus gila, adalah orang yang merasa mereka tidak pernah gila. Kadang aku tertawa terbahak menyadari bahwa aku berlagak waras dengan kegilaan di sekitarku, dan menangis karena Tuhan tidak pernah membagi gila secara rata pada manusia, mengapa Tuhan menciptakan beragam tingkat kegilaan? Lalu aku termasuk gila yang mana? Apakah aku mengidap kegilaan yang populer? Atau aku hanya setengah-setengah saja? Gila, aku tidak ingin hal itu terjadi, jadi, batinku lagi, aku harus belajar lagi untuk menjadi ahli gila, meskipun mahal. Aku tahu ada alternatif lain untuk bisa pintar menjadi gila tanpa biaya yang mahal, ada pertukaran gila, beasiswa gila atau menjadi seniman murahan yang tergila-gila pada kegilaan populer yang dramatis.
Bagiku kegilaan yang sedang populer itu keren sekali. Mereka dipuja, mereka menjadi bahan perbincangan orang-orang gila yang terlampau gila, mereka bahkan bisa mendapatkan kegilaan yang lebih banyak dari hasil keringat mereka, lalu menyumbangnya secara cuma-cuma kepada beberapa orang yang naasnya, hanya mengidap sedikit kegilaan, karena mereka menganggap gila adalah sesuatu yang terlampau mahal, maka mereka hanya bisa menonton orang-orang gila itu sambil terus berharap-harap kapan mereka bisa merasakan kegilaan atau menjadi orang-orang gila akut seperti mereka.
Pabrik-pabrik mulai mengeluarkan produk-produk untuk meningkatkan kualitas kegilaan, bahkan suplemennya juga ada. Aku cekikikan ketika melihat akting-akting mereka yang pura-pura berolahraga untuk memunculkan inner gila dari dalam tubuh, bahkan sampai mengikuti seminar tersebut. Dokter-dokter kejiwaan dan psikologi mulai lelah dengan itu semua, mereka tidak laku. Karena gila adalah sesuatu yang dimaklumi kebenarannya bahkan sudah dibuat undang-undangnya yang syah oleh negara. Dokter-dokter dan psikolog jatuh miskin dan sakit parah, mereka mengingkari gila, aku tahu itu, sehingga kupikir gila menjadi marah dan mengutuk mereka agar berumur pendek. Bagi gila, sesuatu yang munafik bahwa orang tetap waras dalam dunia yang sekarang sudah mengglobalisasi berbagai macam gilanya.
Suatu ketika aku menemukan kegilaan asyik yang membuatku menjadi pecandu. Aku merasa hebat mempunyai kegilaan yang tidak dimiliki setiap orang itu. setiap hari aku terbuai, setiap hari aku berekspetasi berlebihan. Lalu tiba-tiba aku merasa tidak nyaman, karena kegilaan ini egois. Dia membutuhkan partner untuk bisa tercipta, kegilaan macam apa itu? sungguh egois. Aku merasa tidak bisa mendapatkan pasangan gila yang tepat, karena tingkat gila dan macam gila yang kita punyai berbeda. Aku selalu gagal dalam meraut kegilaan bersama partnerku, lawan jenisku. Iya, kegilaan ini bisa tercipta dengan beda pasangan, ada juga yang menyukai dengan sesama jenis, aku pikir itu soal selera saja.
Hal itu sebenarnya simpel saja. Aku menerima jenis gilanya, dan dia menerima gilaku. Namun, kebanyakan orang menilai kegilaanku berbeda, unik, tidak setiap manusia bisa mencapai tahap kegilaan yang aneh seperti itu, dan tidak setiap orang bisa menerimanya untuk merajut kegilaan bersama sepanjang hidup mereka. Aku optimis, dan terus mencari, sampai akhirnya aku menemukan partner gilaku, yang menurut jiwa gilaku, adalah partner yang baik dan tepat. Maksudku baik adalah setia pada kegilaannya, dan kegilaan itu tidak menuntut hal macam-macam, sederhana saja, tetapi tidak semudah itu. Terkadang gila juga sulit dimengerti. Aku sudah pernah bilang bukan? Oleh sebab itu untuk belajar gila sangat mahal.
Kemudian setelah aku mengakhiri kegilaan bersamanya, aku mulai mencari kesalahan-kesalahan gilaku, tapi tak pernah kutemukan itu. aku tetap saja seperti diriku, yang kadang terbahak-bahak atau menangis sesenggukan di pojok ruangan, dengan selimut putih bergaris-garis. Mendengarkan lagu-lagu gila yang sedih, meratap mengapa aku tidak bisa merajut kegilaan bersama partnerku. Menyanyi lagu-lagu sendu, mendadak aku merasa aku waras. Lalu aku rindu menjadi waras, dan hal-hal yang waras. Maka aku tertawa lagi, menangis lagi, me-review semua yang kulakukan untuk hal gila, kegilaan dan pencapaian-pencapaianku padanya.
Di akhir minggu ketika aku merindukan kegilaan partnerku, aku beteriak-teriak, lalu dokter-dokter dan suster serta psikolog yang tersisa, tetapi tetap saja miskin dan sedih, mereka membawa suntikan yang sangat besar jarumnya, menyuntikkan obat penenang untukku. Obat itu menciptakan imajinasi yang berlebihan, sehinga aku hanya bisa telungkup dan setengah bermimpi. Aku bermimpi menjadi duta kegilaan, dan menjadi kaya berkat hal itu. Aku juga melihat dirinya, partnerku, mendampingi dan akhirnya mengerti, menerima bahwa kegilaan-kegilaanku yang tak semestinya, membuat ia semakin tergila-gila dan membuahkan sebuah filosofi hidup gila yang serasi. Ini mimpi atau berkat cairan itu, aku tidak bisa membedakannya. Hanya ketika aku berpikir bahwa aku masih menyimpan dan memiliki gila yang tersisa, aku merasa bahagia.
Pada akhirnya, dunia mulai berubah, gila sudah tidak menjadi gaya hidup, gila mulai dilupakan, gila mulai bergeser paradigmanya, gila hanyalah menjadi suatu penyakit manusia yang sulit disembuhkan. Banyak papan iklan agar berhati-hati kepada gila. Aku menjadi semakin bingung dan kasihan pada dunia dan kehidupan ini. Mengapa kata-kata gila tercipta hanya untuk menjadi sesuatu yang hina padahal mereka mengidapnya?
Unduh teks untuk IG story