pada peringatan empat puluh
hari kematian puisinya, penyair
itu membelah dadanya.
kupu-kupu dan bau mawar liar,
burung dan langit lapang,
dan ranum dada lainnya.
pagi ini aku tak menemukan
matahari di ufuk timur.
aku mulai melihatnya terbit
dari ufuk matamu.
kiamat besar.
ayat kesepuluh pada kitab
cintanya tidak berfirman.
dengan ingatan yang hampir
habis dilumat kata-katanya
sendiri, ia melengkapinya:
“barangsiapa yang berat timbangan puisinya,
maka mereka itulah yang akan mendapat keberuntungan.”
dan pergilah penyair itu. membawa
pusara puisinya menuju ufuk yang tidak
pernah ada di empat penjuru mata angin:
perempuan itu.