Batok kelapa yang masih basah itu tidak pernah menyadari tubuhnya akan menjadi asal usul setelah dijilati. Barangkali hutan merindukan tangis anak manusia. Barangkali sang raja bersekongkol dengan para dewa.
Babi betina itu terbirit-birit
membawa buah haram jadah
dan sebuah pertanyaan:
apakah yang satu ini akan pandai menenun?
Tapi dari banyak sinopsis dan para tetua kita tahu
dosa dan angkara bisa bermula dari sebuah torak
dan pemburu yang marah dan bekas luka.
Sebuah sumpah adalah taruhan:
anugerah atau petaka.
Tidak ada yang tahu pasti sampai anak-anak kecil bertanya
pada orang tua mereka: kenapa mirip sekali dengan perahu?
Dijawabnya pada mereka: sebuah tendangan sedahsyat tongkat Musa yang membuatnya.
Mereka bertanya: mengapa begitu?
Dijawabnya: sebab ia begitu marah karena digagalkan
oleh alu dan ketakutan yang merekah di ufuk timur.
Kokok ayam dan guriang yang mengigil
mengabarkan pada kita sebuah cinta yang tak terbalas.
Pada mulanya murka dewa
Kemudian dosa yang mafhum
dan bertubi-tubi.
(Jatinangor, 2019)