oranment
play icon
Cerita tanpa judul
Cerpen
Kutipan Cerpen Cerita tanpa judul
Karya ayikkhsnl
Baca selengkapnya di Penakota.id

Lampu dan sorot menghidupi gelap malam itu. Suasana riuh pasar malam tampak seperti biasanya, tapi kali ini ada yang hal berbeda. Segelas milkshake coklat yang kuminum bukan lagi dibelikan ayah atau ibuku seperti saat mengajakku pergi ke wahana pasar malam diwaktu kecil.


"Mau minum apa?" katamu menanyaiku, kujawab "apa aja boleh, rasa coklat aja". "Mbak, coklat 2 dua ya" perintahnya kepada seorang perempuan penjual minuman di salah satu stand makanan dan minuman ringan.

Ia menanyaiku lagi "Mau maem apa? biar nggak laper nanti jadi kurus". Iya betul, ia memang sering mengejekku gendut, tidak salah karena memang aku lebih berisi darinya ataupun dari teman temanku yang lain dan aku juga sudah terbiasa.


Perlahan kami habiskan minuman coklat dingin itu sembari duduk diatas kursi plastik minimalis disamping stand bersama dua mbak perempuan penjual minum itu. Obrolan ngalor ngidul membuat kita tertawa lepas menghapus penat setelah menempuh perjalanan lumayan lama. Ya, kita pergi ke sebuah pasar malam yang entah dimana lokasinya lumayan jauh dari pusat kota setelah keliling keliling naik motor menyusuri jalan tanpa tujuan. Aku mengingat lagi bagaimana bisa aku pergi dengannya ke tempat ini.


"Gabut nih?" aku membalas story whatsapp tanpa sengaja, waktu ia menulis pesan singkat di story whatsapp sepertinya kegabutan sedang melandanya. Beberapa hari itu memang kita sering berbalas pesan, menanyai tugas kuliah yang tak kunjung usai ataupun sekedar obrolan hahahihi entah kemana. Aku dan ia teman satu kampus.

"Iya, lagi dimana? Ayo ngopi sambil nugas biar nggak pusing", katanya. Aku balas "siapa aja?", dijawabnya cepat, "kita". tak lama kemudian ada pesan lagi darinya "jadi nggak?". Kubalas "terserah", paling cuma bercanda anak ini, gumamku dalam hati.


"Aku otw kosmu ya 5 menit lagi nyampe", gelembung notifikasi beberapa kali muncul di layar ponselku. Lalu kubalas pesannya lagi "bohong, beneran ini? mana nggak ada suara motor kok".

Beberapa menit kemudian baru dibalasnya "coba keluar, iya beneran, ini kan?" Ia mengirimiku sebuah foto yang baru saja ia ambil dari ponselnya. Foto tampak halaman depan sebuah kos ditengah perumahan padat. Ya benar, itu adalah kosku, rumah yang nampak tua dan menyeramkan dibanding rumah rumah lainnya di gang itu. Sebenarnya tidak percaya tapi aku keluar saja untuk memastikan. Dan benar ia duduk diatas motor sambil menunduk menatap ponselnya didepan pagar kosku mengenakan jaket hitam ciri khasnya.


Aku menghampirinya, memastikan itu benar dirinya lalu kutanyai ia "heh ini beneran? mau kemana?" bingung juga harus tanya apa waktu itu sudah jam sembilan malam lebih, ia menjemputku padahal katanya ia pergi nongkrong sama teman temannya.

"Nggak ngerti mau kemana, jalan aja udah" ia menjawab pertanyaanku. "Yaudah sebentar aku ambil tas dulu", aku masuk kembali kedalam rumah mengambil tas kecil di kamar kosku, lalu menghampirinya lagi. "Udah? ayo", katanya. Aku naik motornya sambil kupasang helmku , paling cuma jalan jalan sebentar, pikirku. Aku diboncenginya keluar gang kosku menyusuri jalanan kota yang masih ramai, suara motornya masih teringat dikepala. Motor laki laki yang dibanggakannya, suaranya riuh agak bising karena dimodifikasi tanpa pengaman besi diujung tempat duduknya. Jalan demi jalan terlewati tapi kita masih belum tau arah pergi. "Mau kemana?" tanyaku terlalu sering. Ia malah berganti menanyaiku "kamu pengen kemana?". "kemana aja boleh asal masih bisa balik", kataku karena nggak tau harus kemana setelah hampir setengah jam kita naik motor. "Motormu nggak safety ya", aku menyeletuk. "Hehe, maaf", ia tau motornya tanpa besi pengaman dibelakang, tak menghiraukan kataku malah semakin kencang motor dibawanya. "pelan pelan, bisa jatuh ini", aku menggertaknya lagi. Jalanan semakin asing entah tidak tau kemana aku dibawanya, aku baca baca papan penunjuk jalan biasanya ada nama sebuah wilayah barangkali bisa jadi petunjuk. Disepanjang jalan kita bicara tentang hari yang berlalu atau sekedar membahas teman teman, membahas lagi obrolan di kolom chat, sambil tertawa tawa menyusuri jalanan malam ditemani bising suara motornya beberapa kali. Lepasnya canda sampai tak terasa sudah hampir satu jam kita berboncengan, tak sengaja dilihatnya sebuah pasar malam didekat jalan yang tidak begitu ramai namun sudah terlewat olehnya. Tanpa menanyaiku ia lalu berputar arah sedikit kemudian menuju tempat itu. Mungkin sudah bingung juga mau kemana. Aku juga tak banyak protes, jujur lumayan pegal juga naik motornya terlalu lama mungkin perlu istirahat sebentar pikirku. Entah obrolan apa waktu itu mengalihkanku sampai aku tidak lagi berpikir aku ada dimana, pun tidak mendapat jawaban dari plang plang jalan yang kutemui.


Obrolan ntah kemana sembari menghabiskan minum yang ia belikan. Teguk terakhir, kulihat ponselku lalu bicara "Udah jam sepuluh lebih, ayo balik. Ini mbaknya udah siap siap mau tutup". aku mengamati gerak perempuan penjual minuman itu, tahu betul kalau ia akan menutup stannya. Pasar yang seharusnya ramai juga sudah mulai sepi, tinggal beberapa orang merapikan wahana karena tau tidak ada lagi pengunjung yang datang setelah larut malam. Ia malah menampik kataku, berbicara ia kepada perempuan penjual minuman itu "belum mau tutup kan mbak? masih lama kan?" . "Iya, ngobrol aja dulu", kata perempuan itu seakan tau masih ingin berlama lama, bisa juga karena tidak enak hati menyuruh pembelinya pergi dari tempat duduk yang disediakannya. Mendengar jawaban dari perempuan itu membuat kita kembali larut dalam obrolan asyik kala itu.


Tahu perjalanan pulang akan memakan waktu, tak lama kemudian kita pergi dari tempat itu. Ikut meninggalkan suasana pasar seperti pengunjung lainnya. Kita kembali melanjutkan obrolan diatas motor. Setengah jam lagi mungkin sampai aku membatin disepanjang perjalanan. Menduga duga karena aku sendiri tidak tahu arah jalan pulang, jalanan masih terasa asing dimataku. Sesekali ia juga lupa jalan dan belokan. Sampai dimana beberapa jalan sudah kukenali, "kita kok muter muter terus sih, daritadi nggak nyampe nyampe aku pegel nih", celetukku tanpa sengaja. "Iya,maaf deh. Besok kalo keluar kita nyari tempat atau ngopi aja biar nggak ngeluh pegel lagi", katanya menjawabku sambil kesal mungkin karena daritadi aku terus mengeluh. Malam semakin larut, kita masih melanjutkan perjalanan. Tak terasa gang kos sudah tampak, ia memberhentikanku didepan pagar kos. "Makasih ya", ucapnya singkat. "Sama sama, makasih juga ya", kataku cepat membalas ucapnya sembari turun dari motornya. Padahal seharusnya aku yang harus bilang terimakasih duluan. Ia lalu pergi meninggalkan jalan depan kosku, setelah saling melempar senyum. "Makasih, hati hati", aku menyautnya lagi saat ia bergegas. Bayangnya sudah tak lagi tampak. Aku membuka pagar lalu masuk rumah. Notifikasi whatsapp darinya muncul di layar ponsel, aku baca setelah bersih bersih badan bersiap untuk istirahat. Sekedar kata "makasih", tapi entah kenapa aku senang. Pertanda ia juga sudah sampai rumahnya dengan selamat.


Hari berganti hari, beberapa sering kita terus berkabar. Beberapa kali ia mengajakku jalan, sekedar keliling keliling kota menikmati jalanan malam naik motornya berboncengan. Alasan paling sering mengajak makan. Ya dia selalu saja mengejekku "ayo makan, aku tau pasti kamu belum makan. nanti kalo kurus gimana". seringkali ia mentraktir, pun menjemputku.

Tak tahu akan sampai kapan, yang kutahu mengobrol dan berboncengan dengannya masih jadi hal yang aku sukai waktu itu. Bohong sekali aku tidak suka, badan pegal itu cuma alasanku saja.


calendar
09 Oct 2020 01:05
view
82
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig