Kita pernah hebat - hebatnya merindu, menanti, menemui.
Selepas bersama kembali jarak menjadi andil bagian.
Lalu perbincangan tentang hari itu, hari esok, bahkan masa depan, kita melalukan obrolan.
Setelah beberapa waktu usai.
Obrolan dirasa sebagai omong kosong, saling menuding prasangka, menjauhkan aku dan kau sebagai kita.
Timbul hilangnya kepercayaan, sementara rasa cinta kalah andil oleh logika pikiran. Masing - masing isi kepala beramsumsi, bahwa tiada perdebatan dapat kita lerai.
Mungkin suatu saat nanti, bukan kamu lagi, bukan kita lagi dan ketika hari itu tiba, aku berjanji berdarah puisi hingga tak ada lagi yang tersisa untuk berdarah.
Aku akan berdarah karenamu dan untukmu, sampai aku tak bisa lagi berdarah.