oranment
play icon
Kemuning
Cerpen
Kutipan Cerpen Kemuning
Karya chandraprwknti
Baca selengkapnya di Penakota.id

Kemuning, putri raja yang cantik dan menakjubkan itu, kini menggelandang di kotanya sendiri. Orang dapat menjumpainya di tempat ibadah ataupun di pasar. Bila ia lewat di depan rumah warga, wanita-wanita akan tersentak kaget dan anak-anak muda sok suci tak tahan menggodanya. Anak-anak kecil yang menjatuhkan dagu karena terkesima pun sudah tak terhitung jumlahnya.

~

Kemuning, Si Putri hina tapi cantik. Pinggangnya sangat ramping, membuat penyair dengan segala mahzab memujinya dalam puisi-puisi mereka. Para musisi selalu membandingkan tubuhnya dengan gitar spanyol sampai anugerah langit. Pundaknya indah dan membulat, seperti rembulan yang terbit pada pertengahan Agustus. Payudaranya membusung, mirip bunga melati yang mau mekar. Pahanya mulus bersih bagaikan batang pohon tebu muda. Kakinya kecil seperti kaki anak rusa. Mulutnya sehangat sinar mentari. Matanya sedalam samudera. Ia tercermin dalam pekat malam, dalam cerah fajar, dalam sendu senja, dan memantapkan dirinya dalam benderang tengah hari. Namun bibirnya tak pernah menyunggingkan senyum. Dalam gerakan yang selaras dengan indah tubuhnya, matanya bersinar bersih, namun murung. Wajah Kemuning senantiasa basah oleh air mata, pucat dan berembun seperti wajah pagi hari yang gelisah.

~

Kemuning menjijikan. Dari anak raja yang selalu dipuja oleh rakyatnya dan menawan hati setiap pangeran, kini ia menjelma menjadi wanita yang menyerahkan diri pada siapa saja. Kepada gelandangan, buruh bangunan, atau membiarkan tubuhnya diciumi kumis tebal yang penuh liur milik para penjaga pasar yang mabuk.


~ Kemuning tak pernah bertanya saat pengemis buta merapatkan dada mereka yang penuh kutil ke dada mulus kemuning. Dalam redup cahaya lampu minyak yang membayang tegas rahangnya, Kemuning selalau berserah pada keraguan. Ia menyukai sentuhan buruh tani kasar yang berlengan besar. Kemuning juga suka menggosokan perutnya pada muka penuh luka dari kuli angkut atau genggaman ragu-ragu dari tangan hijau sarjana muda yang hilang akal. Seperti angin gontai yang tak tentu peraduannya, ia muram dalam kenikmatan yang menjemukkan.


~ Kaki kecilnya yang lincah senantiasa melompat kesana kemari. Pantatnya yang penuh dan tangannya selalu terayun bebas, bergerak dengan gemulai di udara. Namun matanya itu selalu menunjukan jiwa yang kosong. Bibirnya ―meski memberi ciuman, terasa hambar. Bulu mata yang memeluk itu tak pernah benar-benar mendekap. Air matanya senantiasa menitikan bulir kesedihan yang memancarkan pucat pasi jiwanya.


~ Dulu, Kemuning adalah gadis yang sempurna. Ia senang sekali berlarian di halaman istana untuk merebut perhatian ayah, ibu, dan saudara-saudaranya yang iri. Ia adalah anak gadis yang ceria, dan mengenali keceriaannya sendiri. Kemuning seorang gadis yang suci, dan akrab dengan kesuciannya.


~ Suatu hari, karena dengki yang mengambil alih pikiran dan hati saudara-saudaranya, ia disekap dalam ruang gelap yang letaknya agak jauh dari istana. Kemuning dikurung dalam ruang gelap yang diselimuti pekatnya malam dan membuat manusia lain enggan untuk sekedar menjenguk apalagi mencuri dengar. Seperti api yang membakar jerami, akal saudara-saudaranya itu menjadi hangus, tergantikan oleh nafsu yang membara. Lebih hina dari kawanan binatang yang paling hina sekalipun, saudara-saudaranya secara bergantian menaiki tubuh Kemuning dengan bernafsu. Kemuning diperkosa.

 

~ Malam itu, sang putri raja diperlakukan dengan tidak pantas. Putri yang memendarkan cahaya kedamaian itu dilempar kesana kemari. Seperti dadu, ia dibanting tak tentu arah oleh para penjudi yang tak punya akal dan telah mempertaruhkan segalanya. Kakinya diangkat ke udara orang beberapa orang, mulutnya dibekap oleh bajunya yang sobek. Kemuning tak berdaya ketika dadanya yang ranum itu diremas sekuat tenaga oleh puluhan tangan. Tangan-tangan pangeran yang penuh dosa. Kemuning melawan sekuat tenaga, tapi perlawanannya sia-sia di depan tujuh pangeran yang kekar dan jauh lebih kuat darinya itu. Ia tak berdaya ketika disetubuhi saudara-saudaranya sendiri. Kepala Kemuning terpenggal halilintar. Kemuning tenggelam dalam ketiadaan.


~  Darah mengalir dari kewanitaannya yang telah rusak, seperti tirai istana yang robek setelah dikeroyok badai. Tubuhnya jatuh menggelinding ke dalam neraka yang paling dasar ―tempat mereka yang sudah lupa halusnya sutera berkerumun dan berebut kebaikan hati dewata. Neraka yang panas dan pengap. Persis seperti imaji manusia yang liar tentang hukuman dewata. Sesaat sebelum ajal menjemput, dalam hatinya Kemuning menjerit. Ia meminta pembalasan dewata untuk para biadab ini dan segala gelar kebangsawanan mereka. Teriakannya yang sunyi tak terdengar oleh saudara-saudaranya. Kemuning tewas.


~ Angin dingin menyeruak, menyerang kuduk saudara-saudara Kemuning. Lapisan jerami kuning yang sudah tertutupi warna merah itu tak kuasa lagi membendung darah yang sudah membasahi tanah.


~ Bagaikan disengat sejuta lebah, dua saudara berperawakan besar, dua saudara berbadan tinggi yang nampak angkuh, dan dua saudara nampak lugu ―bahkan dewa pun tak menyangka mereka akan berlaku demikian, serempak melarikan diri ke dalam gelap malam yang sia-sia. Iri dengki kini berganti menjadi penyesalan yang berbalut ketakuan. Kecuali satu orang, saudara kembar Kemuning. Ia duduk lemas di samping jasad yang pucat pasi itu. Nampak jelas di wajahnya gurat wajah penuh sesal, menyesali kejadian itu. Ia mengumpat menyumpahi dirinya yang menyedihkan karena tidak berdaya ketika melihat kembarannya mati oleh kejahatan itu. Meski tak terlibat dalam kebiadaban saudaranya yang lain, ia membiarkan kejadian yang dikutuk oleh para dewa itu terjadi.


~ Dengan perasaan marah dan sedih, tidak tahu apa yang mesti ia lakukan, ia berdoa pada dewata agar Kemuning dihidupkan kembali, meskipun mahal harganya. Terasing dalam kebodohannya sendiri, saudara kembar Kemuning mencungkil matanya dan menjalankan upacara moksa geni. Ritual penyerahan diri pada Dewa Agni yang mengharuskan dirinya mati dimakan nyala api. Agar maksudnya ―menghidupkan Kemuning, bisa terwujud.


~ Sang pangeran muda menyalakan api, keringnya jerami membantunya menyiapkan pemeran utama dalam upacara itu. Perlahan api mulai menjalar sampai ke tiang gubuk itu. Kobaran api yang kian membesar melahap tubuh kaku Kemuning dan dirinya. Arwahnya seketika melintasi sembilan tempat penyucian dosa. Bersama Sang Dewa Api, ia melewati neraka tempat arwah-arwah dimakan rasa kecewa dan dilumuti kebosanan dunia bersemayam. Ia juga melewati neraka yang dingin dan hampa, tempat orang-orang mati karena nafsu yang sia-sia. Akhirnya ia melihat Kemuning sedang dikerumuni oleh arwah-arwah di dasar neraka. Tempat para manusia yang mati karena menolak kehidupannya dan akhirnya selalu menangisi waktu hidup mereka di dunia. Arwah Kemuning yang bening dan lugu jadi rebutan arwah orang-orang yang menyesali hidup itu. Ditarik kesana kemari. Seketika Dewa Api membuat mereka mati dua kali, tak bisa bereinkarnasi. Seperti melempar koloni semut yang sedang mengerumuni gula dengan air keras, mereka binasa saat Dewa Agni muncul di dasar neraka.


~  Dengan khusyuk, Sang Pangeran muda itu meminta pada Dewa Api agar Kemuning dihidupkan kembali, berapapun harganya. Ia dengan rela mau mendiami neraka dan menjadi abdi setia Dewa Agni. Ia memohon, lututnya ditekuk sampai tulangnya mencuat, dan menangis karena putus asa. Dewa Api memungut asal tubuh yang terserak di dasar neraka itu. Dewa Api kemudian memasukan arwah Kemuning ke dalam tubuh manusia itu dan seketika itu juga Kemuning hidup untuk kedua kalinya. Arwah si kembaran yang masih menangis, berucap syukur karena Kemuning bisa hidup kembali. Ia tak menyesali takdirnya yang mesti mendiami penjara api. Tempat orang-orang yang mati karena menangisi kesalahan; di tempat itu arwah-arwah akan digerogoti sepi yang menjelma pijar api, sehingga kesendirian pelan-pelan membakarnya dan melunturkan harapan.


~ Akan tetapi tubuh kaku yang diambil Dewa Api itu adalah milik seorang pelacur Pelacur yang pernah mencoba menggoda seorang yang sedang sembahyang dan ia dihukum gantung karenanya. Seketika arwah lugu Kemuning masuk tanpa kesusahan ke dalam tubuh kaku yang pucat itu. Seperti sang puteri, tubuh pelacur itu memiliki kaki yang kecil juga dan tahi lalat di pinggul sebelah kiri.


~  Kemuning yang menyedihkan. Ia tak kembali ke istana ayahnya. Tubuh yang menjadi wadah bagi arwah Kemuning merindukan tempat tercemar dan belaian terlarang, karenanya kini ia terpenjara dalam petualangan yang melelahkan. Ia selalu mendambakan alas ―tempat ia mengumbar birahi dan mengintai mangsa di dalam gang. Ia senang menggoda remaja, merangsang gairah kakek-kakek tua, atau menjadi pasangan kasar bagi para suami yang penasaran akan sensasi perselingkuhan. Ia dibenci para wanita yang iri lekuk tubuhnya, namun sekaligus dipuji karena menjadi model sempurna dari orang jelata. Ia ditakuti sekaligus dirindukan pelukannya oleh para lelaki. Seperti ratu lebah, orang-orang disekitar siap mati untuk bisa menidurinya, kadang para wanita juga, beberapa.


~  Suatu pagi, di sebuah desa yang terletak di selatan kerajaan, Kemuning yang mabuk ke luar menyeruduk dari dalam warung remang. Ia ke luar dari gang tempat para pelacur bergerombol. Agak jauh di kegelapan, seorang pemuda dungu menitikan air liur, menetesi gerobak yang ia bawa sendiri. Pemuda itu membuntuti langkah linglung Kemuning yang agak mabuk. Kemuning menyadari keberadaan si pemuda dan gerobaknya, kemudian melambatkan langkah, membiarkan pemuda itu menjamahi tubuhnya.


~ Setelah pemuda itu meninggalkannya, Kemuning meneruskan perjalanan ke selatan. Kota yang dilaluinya berubah menjadi neraka dan surga dalam waktu bersamaan. Tubuhnya candu pada setiap pelukan pria, namun matanya jauh menampakkan kekosongan dan kesedihan arwahnya.


~  Suatu kali saat matahari memanggang tanah di bawah jemari kakinya yang lentik. Panas dari matahari yang membakar memaksa siapapun berteduh sejenak di bawah pohon-pohon Ara atau apapun yang baik hati memberikan bayangannya. Kemuning berteduh di pelataran sebuah bangunan.


~  Takdir memang selalu melintasi talinya. Enam orang pemuda yang sangat mirip saudara-saudara biadabnya sedang berada dalam bangunan, berkumpul menghujat panas. Arwah Kemuning berteriak memuji dewata yang ia rasa telah mengabulkan doa atas sakit hatinya itu. Doa yang selalu ia panjatkan agar bisa membunuh saudara yang memperkosanya dengan giginya sendiri atau dengan tubuh pelacur ini.


~ Dua kakaknya yang bertubuh jangkung melihat Kemuning di luar. Kemuning melirik genit lewat sudut matanya yang sendu, merekahkan senyum dari bibirnya yang pilu. Terangsang oleh hawa panas dan gairah lekuk tubuh Kemuning, dua orang jangkung itu mengundang gadis yang sedang berteduh untuk masuk ke dalam bangunan. Sekedar menghindari angin yang memanggang di luar. Tanpa berunding dengan empat saudara lainnya, seperti malam dengan bintang, hadir tanpa mesti dimusyawarahkan.


~ Arwah Kemuning yang bersemayang di dalam tubuh indah itu merayakan hari pembalasannya. Enam saudaranya meneteskan air liur yang deras, seperti rasa lapar yang bertemu roti, atau kering tenggorokan berjumpa mata air. Kemuning dan saudara-saudaranya bertukar tatap. Saat paha mulus Kemuning disingkapnya sendiri, enam saudara terlena dalam beningnya kehidupan, terhisap dalam cahaya yang membasuh jiwa, terpaku menatap kaki Kemuning. Enam saudaranya itu terduduk di bawah kaki Kemuning dan menjamah paha mulus itu dengan kasar. Seketika leher enam saudaranya dicabik kuku dan gigi Kemuning. Ia luapkan amarah yang ia pendam pada kehidupan, menghabisi mereka sambil melampiaskan nafsunya. Mulutnya yang merekah mengigit leher saudara-saudaranya, seperti moncong singa yang tengah mengeretak tulang mangsanya. Ia membunuh seperti laba-laba yang memakan kepala jantannya, atau hiu yang memakan saudaranya saat berada di rahim induknya. Bibirnya kini menebar bau amis pejagalan, namun kehangatan payudaranya membuat orang melupakan kejahatannya.


                              —00000—


~  Di tepi sebuah hutan, di selatan kerajaan, Kemuning berjumpa Sang Bijaksana. Sang Bijaksana duduk bersila di bawah sebuah pohon. Matanya terkatup rapat, namun dapat melihat segalanya. Cahaya dunia menyelubungi kepalanya, membutakan mata siapa saja yang berangapan bahwa dirinya menderita. Kemuning merasa damai. Dunianya seakan berhenti. Pembebasan, keabadian, kemurnian, tersaji di hadapannya. Seperti bayi yang melonjakan kaki ketika menghirup dunia pertama kali, Kemuning merasa jantungnya berdegup dengan kencang. Dengan tenang, Sang Bijaksana mengangkat tangannya, memberkati wanita yang bersimpuh di kakinya itu. Tercium bau kehidupan sekaligus kematian dari kepala Kemuning.


~ “Arwahku yang suci ini terperangkap dalam aib,” kata Kemuning. “Aku mau, tapi tidak menginginkannya. Aku menderita, tetapi menikmatinya. Aku benci kehidupan, tetapi gentar menghadap kematian.”


   “Kita semua tak sempurna,” kata Sang Bijaksana. “Kita terbagi dalam kepingan roh, waktu, dan sebab akibat. Kita semua menyangka senang, tapi pun menangis.”


   “Aku lelah,” ~ lirih Kemuning.


~  Kemudian sang bijaksana menyentuh dagu Kemuning. “Dendam telah mengajarkanmu, betapa sia-sia memeliharanya, putri,” katanya. “Penyesalan mengajarkan betapa berharganya waktu dan sikap. ~ Bersabarlah wahai putri raja. Bersabarlah wahai kesucian, karena kami bagian darimu. ~ Bersabarlah kesempurnaan, berkat engkau si tidak sempurna menyadari keberadaannya. ~ Bersabarlah kemarahan dan kematian, karena engkau sementara dan tak kekal abadi ….”


calendar
01 Jun 2019 22:23
view
276
wisataliterasi
Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Indonesia
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig