Sabtu sore itu, kami rasanya seperti kembali ke masa remaja. bercengkerama di taman, beralaskan tikar kotak-kotak berwarna putih dan merah. Ditemani sebotol rosé, roti isi ayam yang tentu saja menjadi kesukaanmu, serta beberapa jenis cemilan yang aku buat.

Kami bercengkerama sembari melihat langit yang berwarna sedikit keunguan. Cantik sekali, meskipun aku lebih suka melihatmu yang sangat antusias membahas pekerjaanmu yang menyenangkan itu.

Beberapa orang tampak melihat kami dengan aneh. Untungnya, kami sedang jatuh cinta. Jadi, tidak peduli apapun yang mereka pikirkan. Fokusku hanya padamu yang sedang asyik menyantap roti isi ayam yang aku buat sebelum pergi ke taman.

“Ini roti isi ayam terenak yang pernah aku makan. Aku berharap, aku bisa memakan roti isi ayam buatanmu sampai nanti aku tiada.” Aku hanya tersenyum simpul dan mencium pipimu. Kamu membalasnya dengan mengusap rambutku.

Kamu telah memakan tiga roti isi ayam dan terlihat sangat senang, juga kenyang. Kamu melanjutkan obrolan yang tertunda, membahas film favoritmu - Inception, sampai tiba-tiba kamu tak sadarkan diri.

Aku tidak panik, aku hanya membereskan makanan serta botol rosé yang isinya hanya tersisa setengah. Aku berusaha membawamu yang tak sadarkan diri ke tempat yang lebih aman, meskipun orang-orang sekitar terlihat bertanya-tanya bahkan menawarkan diri untuk membantu. 

Aku membawamu ke tempat yang lebih aman, yaitu tempat peristirahatan terakhirmu.