Kirara
Cerpen
Kutipan Cerpen Kirara
Karya dewikesuma
Baca selengkapnya di Penakota.id

Aku masih berdiri menunggu hujan reda sembari menikmati aroma petrikor di depan ruko yang mungkin sebentar lagi akan tutup. Ponselku kehabisan daya, jam tanganku berkabut, dua sisi bahuku kebasahan akibat menerjang hujan tadi.

“Kalau ke mana-mana itu bawa jaket.”

Kalimat itu tiba-tiba melesat di dalam benak, suaranya sangat dekat bahkan sudah melekat, jauh sebelum aku benar-benar kehilangannya.


"Ren, aku pengin banget ke German.”

“Mau ngapain?”

“Abis di sana kayanya lebih tenang.”

“Memang sekarang kamu lagi nggak tenang?”

“Kalau kamu tiba-tiba pergi, aku nggak harus khawatir tentang ketenangan.”

“Aku nggak akan ke mana-mana, Ra.”

“Ren, kita nggak pernah tahu hari esok.”

“Kamu gambar apa sih?” Ren tiba-tiba mengambil kertas yang sedari tadi aku coret-coret, aku memang sedikit tidak sopan, karena berbincang dengannya namun juga sibuk dengan alat-alat yang ada di depanku. “Bentar deh,” Ia mengambil ponsel di dalam saku celannya, sembari memperhatikan kertas gambarku.

“Ini Ptredactylus ya, Ra?”

“Aku tahunya itu bangau origami.”

“Lebih keren Ptredactylus.”

“Susah ah nyebutnya.”

Tero-dact-tulus.”

Aku melihat ke arah ponselnya, yang masih membuka halaman tentang Ptredactylus.

“Ternyata itu anggota reptil, aku kan maunya gambar bangau origami.”

“Iya Kirara, iya yang kamu gambar bangau origami.” Ia mengulas senyum yang bisa menghasilkan ulasan sama di wajahku.


Harendra, manusia yang bikin duniaku seperti negeri dongeng, aku lebih suka memanggilnya dengan sebutan Ren. Menurut bahasa sansekerta arti namanya adalah hujan. Mungkin Ren adalah satu-satunya lelaki yang tidak pernah mengeluh mendengar semua mimpi anehku. Ren juga sudah cukup menjadi hujan dalam ceritaku, kehadirannya bisa jadi penyejuk, Ia juga menjadi pengingat kalau apapun yang datang di bumi itu istimewa, dengan porsinya masing-masing, termasuk aku. 

“Ra, kenapa kamu nggak ke Jepang aja?”

“Kenapa harus Jepang?”

“Biar kamu bisa lihat patung burung bangau emas. Ceritanya mirip kamu, Ra.”

“Maksudnya, aku akan berjuang melawan kesakitan lalu menaruh harap pada burung bangau origami ini?”

“Bukan, bukan itu, Ra. Harapan, perjuangan, dan keteguhan yang kamu punya, itu sama kuatnya. Aku makin kagum sama kamu, kamu selalu bisa bikin orang yang ada di deket kamu punya lebih banyak makna.”

Aku tersenyum nanar menanggapi ucapannya,

“Ra, kamu baik-baik aja kan?”

“Ren, kalau nanti kamu nggak bisa temenin aku lagi aku harus bikin bangau origami nggak, supaya kamu balik lagi?”

“Aku nggak akan ke mana-mana, Ra.” Rendra tiba-tiba mengenggam tanganku, dan menatapku begitu hangat, “Kamu atau aku emang nggak pernah tahu hari esok, tapi yang aku tahu, kita sama seperti hujan, Ra. Kita butuh proses panjang layaknya evaporasi untuk ada, sampai akhirnya kamu bisa memenuhi aku, aku harap pun sebaliknya. Dan prosesnya itu harus dilalui sama-sama.”

“Kalau suatu hari nanti ada luka dalam prosesnya?”

“Nggak semua yang datang dari luka itu hasilnya menyakitkan, Ra. Kamu bisa pilih luka itu harus kamu matikan atau justru kamu jadikan energi, untuk jadi Kirara yang lebih manis.”

Aku nggak lagi bisa menahan air mataku, Ren pun menghadirkan pelukkan yang begitu menenangkan.

“Aku menyayangimu, Ren.”

“Aku pun, dan akan selalu begitu, Kiraraku.”

 

** 

Hujannya semakin deras, sama seperti air mataku yang sedari tadi tidak berhenti akibat mengingat hari itu, hari di mana Ren ada di sampingku. Sudah hampir satu tahun, aku kehilangan raganya, aku nggak tahu dia di mana, setelah membawakan cotton candy malam itu, kabarnya lenyap begitu saja.

“Aku senang, Ra. Kalau kamu ketawa.”

Aku hanya tersenyum sembari menyuapi cotton candy ke mulutnya.

“Ra, kamu kalau lagi bahagia, bahagianya jangan lupa disimpan ya, buat besok lagi.”

“Disimpan di mana?”

“Di manapun, dalam bentuk apapun, nanti kalau kamu butuh kamu bisa lihat dan ingat lagi kalau ada banyak bahagia yang udah datang ke kamu.”

“Yaudah, kalau gitu aku titip di kamu aja .”

Ia tersipu seraya mengelus rambutku.

Harusnya hari itu aku nggak titip rasa bahagia itu sama kamu, karena rasanya begitu menyakitkan ketika tahu kamu nggak bisa menjaganya tapi justru malah menukarnya dengan luka yang menghajarku berkali-kali, Ren.

 

“Ra, ternyata kamu di sini.”

Aku kehabisan daya melihat sosoknya kini berdiri di hadapanku, “Ra, hei… kita pulang yuk sudah malam.”

Air mataku tak bisa berhenti menatapnya, lelaki yang selama ini aku cari-cari sudah ada bersamaku.Tapi kejadian sebelum aku berteduh membuatku menghancurkan harapan-harapan yang pernah aku semogakan.

“Ra, kita pulang ya ini sudah hampir jam 12 malam, aku sudah di sini, Ra. Dan nggak akan ke mana-mana.”

Aku berlari darinya, menerjang hujan yang sama derasnya dengan air mataku, aku semakin takut Ren, ketika kamu berbicara kamu nggak akan lagi ke mana-mana.

“Ra…..”

“Kirara…”

Mataku sayu melihat tangis Ren yang kini mulai mengaliri pipiku, suaranya yang memanggil namaku semakin samar aku dengar…

 

Ren, aku mendapati pesan pagi ini melalui email-ku, katanya aku harus datang ke taman matahari untuk menemuimu. Aku begitu bahagia ketika membacanya, aku senang Ren setelah banyak hari yang harus aku lalui tanpamu, hari ini aku akan kembali  bertemu denganmu. Tapi aku kira, aku bisa menjumpai bahagia detik itu dan mengingat bahagia-bahagiaku di hari sebelumnya,ternyata luka yang justru menemuiku. Aku hancur, Ren.. aku hancur saat perempuan itu mendekap tanganmu dan kamu tersenyum karenanya. Apa ini jawaban dari hal yang aku cari, apa ini juga yang jadi alasanmu pergi? Kalau kamu datang ke hidupku sebagai hujan, mungkin aku lupa membawa pelindung agar tidak terkena airnya, tapi kamu juga pasti tahu kalau aku menyukai hujan, Ren. Dan aku tidak masalah tubuhku basah akibat terjangannya. Ren, kertas ini akan kulipat jadi  bangau origami, sama seperti surat-surat yang aku tulis selama kamu nggak ada di sampingku. Aku menyanyangimu, Ren.. dan kamu sudah kembali meski bukan untukku…..

Kirara.


Aku menyaksikan Ren menangis sembari memeluk nisan bertuliskan namaku, Ia juga membawa bangau origami yang aku buat terakhir kali waktu menangis dan mengingat kejadian-kejadian bersamanya sewaktu berteduh di ruko. Lari darinya ternyata membawaku ke tempat lain, ke tempat di mana aku nggak lagi bisa mendekapnya, tapi kini aku tahu Harendra begitu menyayangiku.

06 Apr 2021 05:45
108
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: