Lagi-lagi aku kembali kesini.
ke tempat dimana hanya ada aku dan kamu.
Setiap kali kembali kesini, aku terdiam sejenak, baru kemudian membaca kembali tulisan kamu.
Siapa yang akan tahu kalau ternyata akulah yang kini menjadi sidik jari yang terblokir di setiap media yang kamu punya?
Bohong kalau waktu berlalu menyembuhkan luka. Bohong juga yang bilang kalau waktu bukan menyembuhkan, melainkan hidup itu sendiri yang akhirnya bertambah besar, memberikan perspektif mengenai ukuran luka yang terlihat mengecil, padahal besarnya tidak berubah sejak awal.
Hampir dua tahun, ruuw. Hampir dua tahun berlalu sejak kita terakhir kali bicara.
dan aku masih disini,
masih menyesali kebodohan akan tidak menghubungimu kembali waktu itu, bulan itu, natal itu, dan akhir tahun itu. Aku sudah sangat paham dengan amarah kamu, kekesalan kamu, dan betapa jahatnya aku kala itu. Satu yang sepertinya tidak akan pernah aku pahami, ya betapa bodohnya aku untuk melewatkan kamu begitu saja.
Banyak sekali hal yang aku lewatkan tanpa kamu didalamnya. Yang timbul justru kemungkinan-kemungkinan yang lewat begitu saja.
"Mungkin aku sudah lewat rumahnya" saat aku naik kereta melewati stasiun terdekat dari rumahmu
"Aku mungkin saja bisa mengenalinya kalau kita berpapasan di stasiun KRL menuju arah Bogor"
"Aku dekat sekali dengan kantornya, hari ini biasanya dia sedang WFO."
angan-angan semu yang muncul, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun. belum tahu kapan hal ini akan berakhir, tapi aku selalu berdoa untukmu dan aku diampuni dan masuk surga. Karena sepertinya hal yang paling memungkinkan diantara yang tidak mungkin untuk aku dapat bicara langsung denganmu, hanya jika kita bertemu di Rumah Bapa.
kuharap kamu menjalani hidup dengan baik, dan sampai bertemu, suatu hari nanti.