oranment
play icon
Mengenal dan melupakan
Cerpen
Kutipan Cerpen Mengenal dan melupakan
Karya ermawant
Baca selengkapnya di Penakota.id
Sudah berlalu cukup lama yang ku rasa semenjak diriku mengucapkan kata perpisahan dengan seorang yang selama ini tersimpan khusus di ruang rasaku. Waktu memang kadang berlalu tanpa terasa, bagikan sebutir peluru yang melesat dari pistolnya. Kalau kita terlalu hanyut dalam suatu hal tak mustahil terjadinya sebuah percepatan melebihi yang kita rasa. Bagiku hanyut di sini ku mendalami sebuah rasa sesal berpadu kecewa, sebab dia yang pergi tanpa pernah menahu rasaku padanya. Selama ini aku terus tersuram dalam hampa dan perih luka atas kedunguanku yang tak mampu bergegas mengutarakannya dengan bibirku. Sekarang mungkin dia sudah bahagia dengan seorang yang dipilihnya.
Malam yang bertabur bintang di bulan September tanpa sehelai awanpun dan tanpa hujan yang merintihkan kehening basahan. Aku memandangi langit yang diramaikan adanya bulan sabit kian menyerengai manja buatku mengingat akan senyum manis tipis dari bibirnya. Senyum yang dulu pertama ku temui di suatu tempat yang spesial dimana ku mulai menyadari sebuah kenyataan perih akan rasa yang disebut cinta. Sepertinya malam ini ku merasakan rindu yang tak seharusnya tetap ku pelihara. Namun, sepertinya bayang kenangan manisnya sedang bertamu di malam yang indah ini.
*******
Di sudut ruang dekat pintu keluar di sebuah kedai kopi Favoritku saat itu aku duduk memainkan hp dan tak mempedulikan sekitar. Saat itu, aku mengenakan celana jeans pencil dan berkaos kerah putih dengan jaket yang ku sampirkan (letakkan) di kursi yang ku duduki. Kebetulan senja ini saya sedang ingin mengecup dan menyeruput kopi hitam agak manis yang merupakan pesanan favoritku di kedai kopi ini. Batinku senja ditemani kopi adalah suatu kenikmatan yang sangat berharga bagiku, sembari mendengarkan lagu-lagu favoritku dengan headsat yang ku sukai dan melihat-lihat post instalgram.
Tiba-tiba ku terhenyak oleh sesosok gadis yang menepuk pundakku seraya memberikan senyuman. Ternyata dia mengantarkan pesanan kopi yang ku pesan sedari tadi. Hatiku tanpa ku sangka mendesir mengusik konsentrasiku yang apatis terhadap sekitarku. Bagiku senyum dan tatapan itu adalah tatapan terindah yang pernah ku temui yang mengalihkan perhatianku. Dunia pikiranku menebak-nebak siapa dia, karena semenjak lama aku berlangganan di kedai kopi ini belum pernah ku lihat dia sekalipun.
“Mas, maaf ini pesanannya! tadi masnya pesan kopi ASM (singkatan agak sedikit manis) ya?”
“oh..iya, mbak. terima kasih.” Jawabanku yang kaku, berdebar, dan grogi.
Percakapan antara aku dan dirinya berakhir dengan segera tanpa ku rasai. Dari belakang ku pandangi pesonanya yang menjauh perlahan dari pandangan diriku. Rambutnya yang panjang diikat dan pakain blus hitam putih tampak memesona pandangan mata yang melihatnya. Aku hanya melihat hanya bisa memandang dengan penuh takzim, namun begitu pun telah menggugah desiran rasa yang memeluk hatiku yang dulunya hampa ini. Kepalaku pun menguraikan ragam pertanyaan yang tersirat di balik batok kepalaku.
Sungguh setelah berhari-hari aku dari kedai kopi tersebut bayangan gadis tersebut tak mampu aku bendung, bahkan slalu termimpikan di sela-sela bunga tidurku. Aku pun berkali-kali mendatangi tempat kedai kopi tersebut tanpa pernah absen, kalau ku hitung-hitung membuat teryata sudah dua minggu diriku melakukan hal yang tanpa kemajuan sama sekali. “Apa ini? apa sebuah hipnotis? atau aku dimabuk asmara?.” itulah pertanyaan yang tiba-tiba muncul dari kepalaku yang bingung akan tindakanku.
Namun, pada suatu hari ku membuat sebuah tindakan yang diluar dari kebiasaan dua minggu yang telah berlalu, tepatnya hari ini adalah hari ke-17 semenjak rasa aneh ini muncul di hatiku. Memang kalau secara kejantanan tindakanku ini tak lebih dari sekedar cara cemen untuk zaman sekarang, namun ku harap dapat menjadi kemajuan yang berarti bagi diriku khususnya. Yaitu ku sengaja meninggalkan surat yang ku selipkan di bawah gelas yang ku tunjukan untuknya dengan menunjukan ciri-cirinya (sebab belum tahu namanya). Sembari ku rangkaikan puisi yang ku buat semalaman tanpa tidur. Ku harap dia menjawab suratku dengan mendatangi undangan ku untuk datang di suatu senja di tempat rumah makan favoriteku milik pak Haji Sutoyo. Ku memilih waktu saat dia libur berkerja di kedai kopi itu.
Assalamu’alaikum...
Hai gadis manis yang menyiratkan rasa di hatiku. Ku harap engkau tak marah akibat ungkapan konyol dari seorang pemuda yang pengecut sepertiku. Namun, engkau kalau tak memberat di hatimu, ku ingin mengenalmu lebih jauh dan sekedar bercakap-cakap denganmu.
Kalau tak keberatan bolehlah kita makan malam berdua di sebuah rumah makan yang ku cukup nyaman dan menarik di Rumah Makan Serasa, hari minggu pukul 04.00 sore. Aku menunggumu.
Sekian dan terima kasih
Perindu dirimu
*****
Senja yang menyala
tergurat beribu rasa
kembal keperaduan
tuk meneduh penat.
Begitu pun aku
tak jauh berbeda
jua ingin pulang
mengadukan lelah
atas pengelanaan
secercah rasaku,
itulah dirimu.
*****
Akhirnya hari yang kutunggu datang jua dimana aku kan meluapkan keterpendaman rasa yang ku rahat sudah hampir tiga minggu lamanya. Aku sengaja datang sejam sebelum janjian kami dimulai. Aku sempatkan menghadap pada Tuhan sembari menyimpuhkan doa yang tulus, ku harap aku mendapatkan hal yang terbaik dari Tuhanku. Lantas ku cari tempat duduk yang pas sembari disinari senja yang menyinar tipis yang mengantar mentari ke perantauannya. Setelah semua siap aku pun menunggu dan menunggu, bagiku saat itu setiap detknya bagaikan serasa rentang yang cukup lama. Dada mendegup mengikuti alur detik jam di tanganku.
****
Waktu di jam tanganku menunjuk pukul 05.15 sudah dua jam aku menunggu kedatangannya. Aku seakan enggan bergegas beranjak dari tempat dudukku, dalam hati kecilku menyerngit harapan dia masih akan datang dengan senyum yang sama yang pernah ku temui waktu pertama kali. Kembali lagi ku lihat jam tanganku menunjuk angka 05.20, bahkan senja akan lekas berakhir berganti malam berganti waktu maghrib sebagai tanda malam telah tiba. Makanan di meja yang sejam lalu ku pesan sepertinya sudah mulai dingin. Ku tak tahu lagi harus menunggu atau beranjak pergi dengan menelan kecewa yang luar biasa.
Aku sepertinya sudah cukup menunggu seseorang yang mungkin takkan datang menemuiku. Terpikir oleh ku, gadis tersebut mungkin tak pernah mau dan ingin mengenal atau mendengar peraasaanku yang ku siratkan dalam surat yang ku beri ke gadis tersebut. Aku pun mulai menghitung biaya makanan yang ku pesan dan mau menuju ke kasir untuk membayarnya. Namun, tak ku sangka ada yang menepuk pungguku dari belakang dan aku pun menoleh ke arahnya. Dan betapa terkejutnya diriku yang ternyata.
“ Kau..., datang ke sini. Ku pikir kau tidakkk..., akan datang”, ucapku terbata-bata sembari terkejut oleh gadis yang tersebut datang dengan membawa senyum yang sama seperti senja pertama kali aku bertatap mesra dengannya. Dia tampak cantik dengan memakai pakai panjang putih blus berpadu rok panjang sebetis dan memakai tas anggun kecil. Hati begitu takzim akan keanggunan yang Tuhan cipta melalui sosok gadis tersebut.
“ Mana mungkin aku menolak ajakan seorang yang tulus mengajakku, hanya untuk sekedar berkenalan. Betapa jahat diriku jikalau sampai melakukan hal tersebut.”
“ Iya, terima kasih engkau mau datang untuk menemui seorang pemuda lugu ini.”
“ Silahkan duduk, ayo dinikmati makanan terbaik di rumah makan ini. Yang tiada duanya di dunia ini. “
“ wow...masak iya sih? aku memang baru pertama kali di tempat ini.”
Dia duduk dan memantapkan posisisnya dan meneguk jus yang sudah siap di meja. Aku mengajaknya berkenalan mulai dari aku yang memperkenalkan diriku, asalku, pekerjaanku, dan aktivitasku sekarang serta dia pun melakukan hal yang sama. dari percakapan tersebut. Aku tahu namanya Asri Yusfrina asalnya dari Nganjuk, Jawa Timur. Ternyata dia sudah berkerja di kedai kopi tersebut kurang lebih empat tahun, tepatnya semenjak dia kuliah di Jogja ini. Namun, dia dipindahkan dari Maguwoharjo ke Gaten baru sekitar tiga minggu ini.
Bahkan, dari percakapan tersebut memperlihatkan dia adalah sesosok gadis yang sopan, halus perangainya, periang, dan pekerja keras. Percakapan kami mengalir sembari menghabiskan makanan yang ku pesan dan menikmati mentari tenggelam perlahan di detik-detik peraduannya. Aku setelah ku rasa cukup berbasa –basi, mencoba mencari celah untuk mengungkap rasaku yang kian membucah dan mendesir dalam getaran hebat di hatiku.
“ Asri...bolehkah ku mengungkapkan sesuatu yang mengganggu ku?”
“ boleh..silahkan, ada apa sih? ”, tukasnya yang terlihat bingung.
“Aku jujur sudah berpuluh-puluh kali bertemu bagai macam perempaun. Namun, berbeda saat ku bertemu denganmu, aku seperti merasakan rasa yang indah dan menenang mewarnai hidupku. Hidupku yang selama ini kurasakan hampa dan tak punya gairah tuk hidup. Kau bagai memaniskan hidupku yang pahit, kau bagai memberikan aku hasrat untuk terus hidup bergelora. Asri maukah engkau menerima rasa ku yang ku sebut cinta ini? “
Bagiku mengungkap perasaanku pada membuat aku lega dan merasa sudah tanpa beban yang ku pendam. Ku harap dia menjawab dengan rasaku dan rasaku tak bertepuk sebelah tangan. Namun, sepertinya dia menitiskan air mata dan dengan lebut keluar dari tepi matanya. Aku pun bingung kenapa dia menangis dan tampak sedih setelah aku mengungkapkan rasaku.
“ Maaf..Asri. Apa ada yang salah dari yang ku utarakan!”
“ Dim, kau tidak salah. Aku juga tidak benar. Bahkan benar atau salah tergantung bagaimana kau memandangkan. Aku tak menyangka begitu dalamnya rasa yang kau simpan untukku. Ku pikir kau hanya ingin berteman denganku karena kau berbasal dari Jawa Timur juga. Namun, ternyata aku salah besar.”
“ Benar aku menyimpan rasa ini sudah tiga minggu semenjak ku bertemu denganmu. Mungkin ini terlihat gila, namun aku rasa inilah sebenarnya rasaku padamu.”
“ Terima kasih, Dimas Aditya. Kau lelaki yang sangat baik, tapi ku pikir kau lebih pantas mendapat yang terbaik untuk pendampingmu. Maaf, aku sebenarnya sudah dilamar oleh seorang pemuda, tepatnya dua minggu yang lalu dia mengucapkan maksud yang sama seperti yang kau utarakan. Dia cukup baik dan berjanji akan membahagiakanku. Bagiku itu sudah cukup membuatku yakin akan ketulusannya. Jadi, maaf ku rasa kita berteman saja.”
Setelah mendengar kata-kata yang dia ucapkan bagaikan palu yang memecah kaca yang kususun di hatiku. Aku tertenggun beberapa saat mencerna kata-katamya yang membuatku seakan mati rasa kian percuma. Inilah rasanya cinta buta yang membutakan nurani, sehingga melihat angan-angan indah di gelapnya malam. Padahal, aslinya jika terkena cahaya terang yang ada hanya kekosong hampaan saja. Kenyataan memang menyakitkan apa ini tanda Tuhan sedang mengujiku agar aku kuat di masa depan. Namun haruskah ku merasakan cinta pertama yang begitu menyakitkan dan merontokkan sekujur tubuhku.
“Maaf, Asri. Aku tak tahu sampai sejauh itu. Ku doakan kau dan dirinya bahagia. Tapi tetaplah ingat namaku sebagai seorang yang tulus mencintaimu dan melihat kau bahagia, walau bukan denganku.” Ucapku menenangkan diriku yang begitu merasakan ngilu di dada sembari menyalami tangannya.
Setelah itu entahlah dia pergi dan tak terlihat lagi dari pandanganku. Entahlah bagiku setelah itu aku memblacklis kedai kopi yang dulunya sering aku kunjungi. Kabar darinya pun tak pernah ku tahu, bahkan ku harap tak pernah bertemu dengannya lagi. Bagiku ini adalah perkenalan sekaligus perpisahan dengannya untuk selama-lamanya.
****
Malam semakin larut dan makin suntuk namun mataku tak dapat terpejam sebab rasa yang meracuni pikiranku itu kembali lagi. Tiba-tiba awan berkumpul melebat tanpa ku rasa, mungkin karena keasyikan melamun akan masa lalu. Beberapa menit kemudian pun gerimis meluruh perlaha dan menjadi lebat membasahi diriku dengan rintik mungilnya. Ku harap hujan ini meluruhkan juga luka yang terkuak di hatiku.
Hujan di sela malam
meluruh dari langit
seakan menjadi saksi
hati yang pilu dan sendu
Apa Tuhan ingin
hamba-Nya ini menyadar,
bahwa luka-kecewa
adalah tanda-Nya
tuk tegar melangkah
merengkuh beragam
karunia di lain tempat.
calendar
29 Oct 2018 06:15
view
70
wisataliterasi
Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig