Sarah memang berbeda dari anak-anak lain.
Terlebih kesukaannya akan film, buku, maupun
hewan favorit. Jika kau lebih sering menemukan
seseorang memelihara kucing persia, retriever,
atau ikan koi, kau mestinya akan terkejut jika
melihat hewan peliharaan Sarah; seekor gagak.
Bukan gagak yang biasa. Bulu ekor, leher, sayap,
hampir sekujur tubuhnya berwarna putih
cemerlang. Kau akan menduga itu merpati jika
melihat dari jauh atau hanya sejenak melirik.
Sarah tak pernah tahu, mengapa bulu gagak
tersebut berwarna sedemikian cerah. Yang gadis
itu tahu, setiap langit mulai menampakkan rona
merahnya, gagak putih itu akan melayang-
layang sebentar sebelum kemudian mendarat di
balkon kamar Sarah.
Gagak itu kerap bercerita kisah-kisah manis serta
dongeng-dongeng klasik untuk si gadis. Sekali ia
membuka paruh dan berkoak-koak nyaring
berkisah, Sarah akan duduk rapi dan
mendengarkan hingga tak terhitung waktu
lamanya, dan gagak putih tak mengizinkan si gadis
beristirahat. Hingga kantung di bawah matanya
makin menghitam dan membentuk setengah
lingkaran yang kian nampak jelas.
Gagak putih pernah bercerita, tentang sepasang
petani tua yang tinggal di pinggir sebuah desa kecil
arah selatan kota tempat Sarah tinggal. Si kakek
petani, suatu hari menemukan sebuah pohon
walnut besar di hutan. Pohon itu kemudian
ditebang dan dijual ke pasar dalam bentuk
potongan-potong an kecil sebagai kayu bakar.
Ketika sampai di rumah, petani tua tersebut hanya
mendapat cacimaki dari sang istri lantaran tak tahu,
bahwa kayu tersebut harganya berkali-kali lipat jika
dijual secara utuh. Dan mampu menghidupi
mereka berdua selama berminggu-mingg u ke
depan.
Sarah selalu tertawa seusai mendengar gagak putih
berkisah. Meski kadang gagak putih mengulang-
ulang cerita yang sama, Sarah tak juga bosan.
Seperti baru pertama kali mendengar. Dan ketika
Sarah tertawa itu, ia akan menampakkan gusinya
yang merah pekat di balik sela bibir yang pucat
mengeriput.
Namun gagak putih memang pamrih. Ia selalu
minta imbalan. Jika bukan lapisan daging yang
hanya tinggal tipis di bagian paha Sarah, ia akan
mulai mengoyak tumpukan kulit di bagian
persendian dengan paruhnya yang kokoh dan
lancip. Kadang, gagak putih juga tak sungkan
mematuki kepala Sarah. Memakan helai-helai
rambutnya yang hanya tersisa sedikit
.
Tiap kali gagak putih mendarat di balkon, anehnya,
Sarah selalu merasa senang. Hatinya berdebar
gembira, seperti kedatangan seorang sahabat
lama. Yang kemudian berjumpa demi melepas
rindu menyiksa. Meski tiap kali melihat kepakan
sayap si gagak, ia tahu sesuatu yang buruk akan
terjadi; tubuh ringkihnya akan semakin kurus dan
kepalanya makin plontos.
Di musim panas ke dua, gagak putih tak lagi
mengunjungi Sarah. Sebab ia tahu, tugasnya telah
selesai dan ia tak mampu menggali tanahya.
"Kau tahu tidak? siapa atau apa sebenarnya gagak putih ini? ini tidak seperti yang kau bayangkan.. ia bukan binatang berbulu dan bersayap albino, ia adalah Leukemia.. Seorang anak melawan Kanker"