Akhirnya kau pergi hingga jauh
aku di sini saja, menanti.
Sedia kopi, rokok, dan martabak kejususu
begitu saja, tak apa.
Akan kukirim doa untuk bekal di perjalananmu kelak, dengan senyap juga dengan rindu-rindu yang menyelinap
Akan kujaga—juga tatap dan dekap,
di dalam ponsel kesayanganmu
yang terus kudamba, sebagai debar penantian yang sama seperti kali pertama dekapan itu masih malu-malu, menujumu
Tapi menujumu kini pintu-pintu sunyi
dibalut gigil dan dingin yang siap melucuti
dan Akhirnya bukanlah pagi yang lekas tiba membawa berita,
sekadar malam yang tersisa,
terjaga dan berjaga menunggu.
: di gerbang kedatanganmu.
[Tangerang, 2020]