Nduk, ternyata upacara penuntasan rindu mesti kita tunda lebih dulu.
Sebab langit sedang murung dan mengurung kita tanpa tanda kurung,
di perjalanan ini aku dibendung oleh mendung sampai—akhirnya basah juga tangan yang selalu tengadah.
Lain kisah bila aku membawa payung.
Tak akan ada basah yang singgah
Tak akan ada tanyamu kapan tiba?
dan tak akan ada pertemuan yang mesti tertunda.
Nduk, usahlah menungguku di balik pintu.
Sebab hujan tak akan lekas mereda lebih dulu, aku pun bertanya pada agenda:
Siapa yang pandai mengubah cuaca?
Siapa yang pandai membolak-balikan rasa?
Siapa yang pandai memutar kembali masa?
Dan kukatakan juga demikian pada agenda:
aku hendak kembali ke suatu masa,
di mana dapat kusaksikan rindu,
yang mati satu persatu dipelukmu.
[Tangerang, 2020]