Entah suatu kapan rindu datang ke halaman
berbincang denganku, perihalmu yang tak pernah bosan minta dirindu
Ia berbisik panjang, kutulis apa yang ia ucap.
Berbaris, berbait, berima, bernada.
Kutanya "Puisi?"
Ia tetap lanjut berbisik:
Selamat pagi, Tuan Putri.
kubawakan sarapan untukmu, serealia rima yang penuh nada nada
Selamat siang, Tuan Putri.
kubawakan makan siangmu, semangkuk puisi yang kaya akan diksi
Selamat malam, Tuan Putri.
ini kubawakan—aku untukmu.
Pergilah, ke tempat tempat yang kita singgahi. Atau bercerita tentang hujan yang membawa aku dan kau menjadi kita, atau sekadar mengulang kembali kenangan kenangan kecil di halaman rumahmu yang mendandaniku serupa ibu.
Namun yang tersisa kini pun hanya sekadar rindu, yang kau tanam dan liarkan di dalam aku.
Ucapku: kapan kau datang—kembali menuai?
— Tangerang, 2021