kupikir ia menyebut kata "kunci"
ketika akhirnya aku beranjak dari bangku panjang
meninggalkan piring yang masih penuh
untuk menyaksikan anak kucing kelojotan
di tengah jalan gang. "kucing kelindas", ia bilang,
dengan lap meja menggantung di tangan kanan.
dari sini aku lihat dua perempuan
kebingungan di atas matik besar,
menepikan kendaraan ke tepi jalan.
kemudian si gemuk turun,
si masker mengekor di belakang.
aku sempat berpikir mereka akan kabur.
namun kenyataanya mereka mendekati kucing putih itu
dengan gerakan ragu.
mereka mesti bertanggung jawab.
tanggung jawab berarti membatalkan rencana jalan-jalan
dan mengubur bangkai kucing di sekitar kontrakan.
seekor kucing atau harimau atau monyet atau burung
tak pernah duduk di bangku sekolah dasar dan diajari
etika menyeberang jalan raya.
pengendara lain dan warga sekitar memberi cukup
perhatian. mereka melambatkan kendaraan atau
menarik bibir bawah dan sedikit kernyitan
pada dahi--ekpresi yang sama ketika kau melihat
video ngawur tentang produk buangan saluran cerna manusia--
sampai laki-laki itu, laki-laki dengan pakaian hitam
mendekat dan menyodorkan plastik kresek putih.
"ambil aja, gapapa" kemudian pergi entah kemana.
*
aku kembali duduk dan meraih sendok dan garpu.
ada ingatan tentang darah yang mengucur dari leher
atau mungkin kepala si korban matik besar itu.
punggung dan kaki belakang dan ekor kecilnya
bergerak-gerak, seperti berusaha bangkit dan kembali ke induknya.
pada saat kejadian, aku tak melihat wajahnya
dan rasa sakit yang tergambar di sana.
aku merasa lebih baik.
aku belah sepotong ikan dengan sendok.
aku gigit bakwan dingin.
kuah sarden membikin nasi kelihatan merah--
aku berpikir untuk menulis sebuah puisi
tentang hal ini.
2019