Haha
Cerpen
Kutipan Cerpen Haha
Karya glindnst
Baca selengkapnya di Penakota.id
Saat kita memang seperti keluarga. Maka, cari saya.
Jangan sungkan, datang, dan keluarkan semua ceritamu.

"Tunggu, jangan menasehatiku lagi. Aku pusing, dengan semua informasi yang kau bagi kepadaku. Kau tahu aku hanya ... Aggrr!"

Ia menggaruk-garuk kepalanya. Seakan ia bisa melepaskan kepenatan informasi yang ada di dalamnya.

Bisa kauberhenti melakukan itu? Aku takut melihatmu seperti itu. Bukan seharusnya kaududuk di kursi dan mulai menggigit kertas.

"Diam! Bisa diam tidak! Aku sedang berpikir. Kau pikir hanya dengan kertas-kertas bodoh itu aku bisa bebas? Hahaha ..."

Dasar gila. Kaupikir hanya menggaruk kepalamu selain luka apa yang akan kau dapatkan? Bukan kebebasan juga kan!

Hei, jangan mendekat sambil tersenyum jahat gitu dong. Sial belakang sudah pintu. RAN ...

"HAHA."

Sialan! Hampir kena penyakit jantung gue!

"Cukup, cukup. Kita tidak perlu berdebat lagi untuk buku-buku yang sebenarnya tak untuk di baca itu. Aku sudah terlalu lama membaca sampai-sampai lupa. Bahwa aku terkurung di rumah sakit."

Jiwa.

"Haha, kau sudah bisa membuatku ber-haha. Em, maksudku tertawa."

Cukup Ran. Akan ada yang datang menjengukmu 5 meter di balik pintu di belakangku.

Dan benar, pintu terbuka. Ada laki-laki yang berwajah sama di ambang pintu. Wajahnya selalu membuatku bingung, ia senang atau sedih, entah bagaimana ia berbicara melalui mimik wajahnya atau ber-haha. Em, Maksudku tertawa.

"Ran, bisa kita berbicara berdua?"
"Apa maksudmu? Kita memang berdua saja di kamar ke-3 ini!"
"Ran, cukup sudah kaubohongi aku, tentang kepribadian gandamu itu. Aku ingin berbicara padamu. Ini tentang Haha."

Owh ... Ran tidak mungkin menolak ini. Dasar orang tua sialan!

Pintu kututup.

"Hei! Jangan pergi. Kita belum ber-haha"

Maksudmu tertawa?

"Ran, apa kau masih menganggap ia sebagai dirimu? ... Ran?"

"Huh. Aku terguncang dengan pertanyaanmu. Meskipun, aku selalu rindu pada ia. Meskipun juga saat kita memberikan fakta di sini. Kau ayahku dan yang ku-anggap ayah adalah ia."

"Ia siapa! Jujurlah padaku Ran. Aku tak menyukai dirimu dalam kurungan kamar Rumah Sakit Jiwa ini. Sebagai ayah seharusnya aku bisa lebih mengerti dirimu."

Nah itu! Kau sendiri saja belum bisa mengerti dirimu apa lagi kau mengajak kami pulang.

"Ber-haha."
"Kau menginginkan kita ber-haha, Ran? Baik lah, ajari aku caranya."

Bukan itu. "Bukan-bukan. Ber" Ha ... HA
"???"
"Ayo," ber-ha-ha ...
"Ran ..."
Pria tua itu malah menangis. Ran, sepertinya hahamu keterlaluan. Suruh dia pulang Ran.
"Enak saja! Dia tadi yang megajak ber-haha!"

Kamu terlalu oposisi pada masalah ini. Ia ingin berbicara tentang Haha. Bukan ber-haha denganmu Ran! Dan tutup pikiran mesummu itu. Haha bukan untuk orang gila sepertimu!

"Baiklah tuan pengatur. Dan ayah silahkan pulang. Kuharap ayah tidak kecewa dengan sambutan kami yang seperti ini." Ayo sambil senyum dong Ran! "Hehe, jadi silahkan kapan-kapan main lagi ya. Semoga ayah bisa ber-haha bersamaku suatu saat." Justru aku berharap sebaliknya.

"Baiklah, jaga diri dan jangan lakukan yang macam-macam. Kalau ada masalah ceritalah padaku. Jika memang kita keluarga. Cari aku dan ceritakanlah apapun yang kau mau ceritakan. Aku akan mendengarnya, tentu dengan syarat. Ajari aku ber-haha seperti yang kau inginkan"

Pria itu tidak paham apa yang ia bicarakan sambil mengacak-ngacak rambut anaknya. Meskipun begitu, Ran tetap enggan menghentikannya. Entah batinnya atau fisiknya. Ran tetap seorang Rania. Anak dari ayah yang disayangnya dan ibunya. Sebelum konslet setelah berhasil Haha.

"Hei, ayah sudah pergi dan kamar ini kembali sepi. Hahaku juga tidak dapat. Aku harus ngapain sekarang?"

Duduk di sana dan bacalah harianmu. Tentang bagaimana dunia ini mengelilingi takdir dirimu. Yang selalu kau tulis dengan haha. Dan kau berharap dengan doa di akhir hahamu.

"Cukup! Aku tidak ingin dinasehati lagi."

Baiklah kalau itu maumu. Aku akan tidak kembali.

"Jangan! Hahaku bagaimana tampamu?"

Cukup Ran. Hahamu sudah berakhir. Karena aku dan fisikku sudah dibelah dirimu. Jangan paksa aku untuk mengulang dosa yang kuhahakan pada anakku sendiri. Aku ingin doa yang haha bukan dosa berhaha!

"Cu ..."

Cukup Ran! Aku tidak ingin mendengar cukup darimu. Kau maniak haha!

***

Ruang ke-3 rumah sakit jiwa itu menjadi saksi tulisan-tulisan Rania. Ia kadang-kadang menuliskan HaHa dengan kapital, atau hanya serangkaian huruf fibukubyang ia hitamkan hanya untuk membentuk haha.

Itu semua terjadi setelah ia lulus SMA saat pulang wisuda. Anakku terlihat begitu cantik dengan korset dan leging di dapur. Ia tak takut bahkan menikmatinya. Hingga istriku pulang.

"Pak!"

Darah membuncah. Di dua kepala di dapur kami. Rania yang melihatnya tertawa dalam lengguh. Haaah. Haaaa ... H. Haha!

Sebelum aku benar-benar meninggalkan rumah sakit. Kuambil KTPku di Lobby. Juga jati diriku di saku suster yang resmi menampar wajah datarku. Senyum diwajahku merekah seperti Rania yang kutemui tadi. Lalu kugandeng diriku sambil berjalan ke dalam ruang ke-2 di penjara.

"Ayah. Selamat jalan" teriak Rania dalam diriku.
~
yusma, 5 Januari 2018
21 May 2018 15:41
116
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: