Apa yang kalian pikirkan ketika menonton film horor atau membaca sebuah karya sastra bergenre horor, hal ini umumnya adalah sebuah tantangan bagi diri kita yang tak ingin mendapati sebuah Jumpscare di tengah cerita saat rasa penasaran kita mulai digoyahkan, sehingga menentukan kesanggupan kita untuk tetap meneruskan atau tidak
Pada sebuah alur cerita horor tersebut. Untuk Genre film horor sebenarnya sendiri telah hadir sejak awal pada masa film (Early Cinema) dan selanjutnya genre horor sendiri adalah produk dari Sastra Gothic yang muncul di Inggris dan Jerman pada abad ke-18 (Rusdiarti,2009:2) sekaligus juga menjadi sebuah kritik pada pada abad pencerahan yang hanya berdasar pada rasionalitas dan menyembunyikan kecendrungan imajinatif sehingga pembaca terkesan tidak diberi kesempatan yang bebas dalam menafsirkan teks sastra secara luas meski bersinggungan dengan hal irasional dan tentunya dekat dengan sesuatu yang berbau supranatural. Oleh karena itu inilah yang menuntut kekecewaan para penggemar film atau pembaca Sastra horor bahwa seakan kita hanya berhenti pada tataran ontologis saja. Dengan begitu bagaimanakah kita menyikapi dengan lahirnya sebuah karya sastra bergenre horor ?.
Membaca cerpen berjudul "Mermaid hitam Berdarah" karya Dee Sinta mengantarkan kita pada sebuah imajinasi pengalaman masalalu yang buruk dan menakutkan. Pembaca disodorkan pada latar suasana horor disebuah gedung tua. Seperti halnya penceritaan pada seri-seri Novel penerbit Fantasteen yang biasa menyuguhkan genre novel series horor, terutama dari pengalaman penulis muda.
Dari pembacaan genre tersebut lantas bukan malah menambah rasa takut kita pada hal yang supranatural melainkan setidaknya kita bisa menangkap nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sehingga pembacaan kita seputar karya sastra bergenre horor tidaklah malah membuat kita sia-sia.
gadis kelahiran 18 Maret 1999 ini juga saat ini aktif di salah satu komunitas sastra (Vanderwick,) dan juga menempuh program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Uhamka . Keberaniannya menulis meskipun masih awal di tunjukan dengan dirinya yang mencintai sebuah karya yang ia tulis dengan caranya sendiri yang mampu mendeskontruksi pemahaman pembaca pada salah satu judul cerpen tersebut. Diawal penceritaan cerpen penulis mengisahkan seorang 6 Mahasiswa yang saat itu tengah berlibur disebuah pantai diantaranya 3 wanita dan 3 pria meskipun nampaknya penulis lebih senang menggunakan inisial A dan B serta J dan Z pada ke empat karakter tokoh yang dianggapnya samar. Kemudian cerita tersebut dilanjut ketika mereka dihadapkan pada sebuah gedung tua yang terlihat terbengkalai dan dikejutkan oleh berbagai macam teror dari mahluk astral di dalamnya termasuk Mermaid Hitam meski jalan cerita tersebut penulis kurang mengeksplore jalan cerita sehingga setidaknya kesan-kesan mengenai suasana horor benar-benar sedikit membawa imajinasi pembaca mengenali tempat atau lokasi dalam penceritaan di sebuah gedung tua. Akan tetapi penulis sudah membawakan suasana tegang terhadap pembaca dikarenakan pada jalan cerita tersebut teror dari mermaid hitam byang semakin memuncak hingga Tokoh bernama Rizky salah satu teman dari karakter tokoh "aku" yang dalam posisi terikat seperti dalam kutipan berikut
" ketika aku sedang berusaha melepaskan aku mendengar sosok pria memanggilku dari arah berlawanan “sinta...sin..sinta...” rizky memanggilku, dengan posisi tubuh terikat dan entah apa seperti kain hitam seperti kebaya menutupi seluruh tubuhnya aku berusaha untuk teriak namun sulit sekali seperti ada yang mencekikku. "
Dari pembacaan tersebut pembaca seolah dibawa oleh suasana panik dan takut akan kehadiran mahluk Mermaid yang membuat situasi semakin memperburuk keadaan dengan begitu, pembaca diarahkan untuk kembali memikirkan pada alur jalan cerita tersebut. Maksudnya adalah penulis menuntut pembaca memperkirakan sebab akibat, dari pembentukan klimaks tersebut dalam cerita. Sedangkan saya pribadi bisa saja menganggap Mermaid hitam dalam jalan cerita tersebut adalah iblis yang sengaja menganggu mahasiswa tersebut ketika mereka melakukan kesalahan yakni mengganggu Mermaid hitam tersebut di tempat tinggalnya sendiri, karena berani memasuki gedung tua tersebut tanpa pamit. Meski tentunya dalam budaya Jawa unggah ungguh masih melekat , setiap kali masuk kita juga selalu mengucapkan salam atau setidaknya, komunikasi pertama terbangun ketika mau memasuki sebuah tempat. Walaupun saya menganggap hal tersebut, faktanya pemahaman pembaca berbeda-berbeda dalam menyikapi sebuah karya sastra bergenre horor ini.
Contoh halnya seperti cerpen berjudul "Vampire" menurut Pranowo dalam Kompasiana. Menceritakan mengenai sosok drakula penghisab darah yang diperankan oleh satu tokoh perempuan bernama Sarah. Alur dalam cerpen ini sangat membuat pembaca tidak bisa menebak antara sipakah drakula yang sebenarnya antara Sarah dan Pak Irwan yang merupakan seorang Bos di perusahaan jasa konsultan. Terlihat pada alur penceritaan tersebut Pak Irwan selalu merayu-rayu Sarah untuk mengikuti ajakannya ke sebuah cafe sembari menyelesaikan laporannya dan setelah itu Pak Irwan dan kembali mengantarkannya pulang, tetapi apa yang terjadi pak Irwan semakin berbuat tak senonoh kepada Saras. Dari sini pembaca bisa menebak bahwa sosok Drakula tersebut adalah Pak Irwan, namun pembaca teralihkan bahwa sebenarnya Saras menjadikan dirinya sebagai umpan untuk menghisab darah pak Irwan (Drakula).
Sehingga dari pemahaman pembaca terhadap karya sastra sama persis dengan Cerpen berjudul "Mermaid Hitam Berdarah" yang mana ternyata penulis berusaha mengantarkan pembaca pada suatu jejak misterius yang sebenarnya terjadi pada sosok Mermaid tersebut, yang tidak lain dulunya adalah seorang gadis yang senang memakai pakaian hitam ia bunuh diri di tempat tersebut lantaran pria yang ia cintai menghilang, seperti dalam kutipan berikut
“ia hanya gadis lugu, ia senang sekali mengenakan baju hitam setelah bertemu dengan pria itu sebab kali pertama mai bertemu pria itu mengenakan baju hitam , ia bunuh diri karena pria itu menghilang tanpa sebab dan mai setiap malam selalu menunggu pria itu dengan mengenakan baju hitam berharap ia bertemu lagi,namun mai dibawa kegedung ini dan diperlakukan tidak pantas oleh para pria
Simbol mengenai pakaian hitam yang dikenakan oleh gadis yang menjadi Mermaid hitam tersebut mengantarkan pembaca pada pemahaman mengenai perasaan duka, pecah harapan pada salah satu orang yang dicintai, sebuah kisah tragedi yang berawal dari sebuah kenangan romantisme yang kemudian berubah menjadi sesuatu kotor oleh tangan para lelaki lain yang tak bertanggung jawab membawakan perasaan tertekan yang dialami oleh gadis yang saat ini tersiksa dengan kematiannya.
Oleh karena itu meski penulis menyuguhkan cerita horor pembaca diharapkan tidak larut pada sebuah nilai-nilai estetis dan bukan berarti ketakutan membuat kita lengah untuk mengambil hikmah di dalam sebuah karya sastra.
Sumber : Rusdiarti, Suma Riella. "Film Horor Indonesia: Dinamika Genre. [Online].Tersedia: https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=http://staff.ui.ac.id/system/files/users/suriella/publication/filmhororindonesia.pdf&ved=2ahUKEwiSrM2ah6zqAhXP4nMBHexiAdQQFjAAegQIAxAB&usg=AOvVaw3BvyqxK66yBTogiM3gES7i
Pranowo, Yogi. 2010. "Sastra dan Filsafat: Hasil Refleksi Penulis atas Keberadaan Manusia". [Online].Tersedia: https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://www.kompasiana.com/amp/othinx/sastra-dan-filsafat-hasil-refleksi-penulis-atas-keberadaan-manusia_54ff126fa33311524350f836&ved=2ahUKEwi7_7-MiazqAhWDSH0KHSYjD3QQFjAAegQIBBAB&usg=AOvVaw21ATjm-tsDxBow6Jdape7D&cf=1&cshid=1593607137933
Dee Sinta http://dewisintaisy.blogspot.com/2020/06/ceritakan.html