oranment
play icon
Seikat Kembang Untukmu
Cerpen
karya @hasani
Kutipan Cerpen Seikat Kembang Untukmu
Karya hasani
Baca selengkapnya di Penakota.id

Kereta malam ini tiba pukul sembilan tepat, kereta yang akan membawaku dalam jarak 725 kilometer terhitung stasiun keberangkatan sampai stasiun tujuan. ‘kita belum berjumpa, cukup lama’ bisikku. Ada seulas senyum kecil yang tentu tidak bisa dilihat orang karena aku mengenakan masker.

~

Sirine berbunyi, kereta menunggu langsiran dan aku masuk ke dalam gerbong. Gerbong yang sama dengan tempat duduk yang sama. Nomor 2, tempat duduk 16C. tidak ada yang berubah kecuali aromanya mirip seperti jahe sana-sini. Entah desinfektan entah apa, tapi aku sangat ingin memakan jahe-jahean jadinya.

~

Pukul setengah sepuluh kereta berangkat. Akhirnya membawaku pergi dari Surabaya, menemuimu di tujuan akhir dari kereta ini nanti, sebelas jam lagi. Malam semakin dingin, seliweran pegawai kereta yang membawa selimut, bantal, makanan dan minuman mondar mandir berkali-kali. Tidak, aku tidak akan meminta selimut atau bantal, walau dinginnya minta ampun. Aku merapatkan jaket berkali-kali meskipun dingin tetap sama.

~

Aku mengantuk dan terantuk. ‘Masih berapa mil lagi?’ tanyaku dalam hati. Masih jam sekian, ingin kuputuskan tidur. Kamu tahu? Waktu mataku terpejam, aku bermimpi sudah sampai stasiun, kamu menunggu dengan bosan, dan kita berdebat kecil seperti terakhir kita bertemu. Setelah itu kamu membawaku naik bis yang dekat dengan stasiun, menyisiri dari ujung ke ujung. Dari sepi kembali ke sepi. Rutinitas kita saat ketemu ya gitu-gitu aja. Gedung favorit kita hanyalah kearsipan lawas dan perpustakaan yang baru kusadari tidak ada lantai 13 nya. Kamu juga. Lalu kita ketawa di depan petugas jaga. entahlah, mungkin jasadku sekarang sedang tersenyum di alam bawah sadarku.

~

‘sudah sampai mana?’ tanyamu tepat jam dua kala itu. Tentu saja, stasiun besar Semarang Tawang. Kamu selalu lupa, ndak titen. Ya ya ya, kamu pasti selalu bilang ’iya, kamu memang hafal tiap jadwal tiap jalur’ dan aku tersenyum puas, entah karena kamu kalah atau mengalah. Mungkin keduanya, tapi aku tetap suka yang pertama.

~

Kali ini, aku membawa sesuatu untukmu. Sama seperti sebelum-sebelumnya. Ah kamu curang, selalu minta apapun dari Surabaya. Iya aku tahu, kamu selalu menggantinya dengan apapun dari Jakarta. Misal saja waktu aku memberimu satu set buku yang kamu sukai,kamu memberikan aku empek-empek khas dan terenak disana. Yang katamu sudah berdiri sejak 50 tahun yang lalu. Aku hanya diam saja, memang rasa empek-empek dan cuko nya khas sekali hingga aku habis 3 mangkuk. Lumayan murah, dan aku pasti akan mengajakmu mampir kesana tiap kali aku mengunjungimu. Herannya, kamu selalu ayo-ayo saja.

~

Aku terbangun. Lumayan kuat guncangan keretanya. Lampu sudah dimatikan, tidak ada yang duduk disebelahku dan aku bersyukur. Aku mulai menata tubuh dan kembali tidur. Dan kamu pun hadir tanpa permisi lagi.

~

‘kamu tidak rindu aku?’ kataku waktu kita terjebak hujan badai di halte bus dekat kosanmu.

‘untuk apa merindukanmu? Tidak ada untungnya sih sebenarnya’ jawabmu sambil merapikan rambut. Aku membalasnya dengan mengacak rambutmu. Kamu kesal, aku pun sama. Tapi tidak berlangsung lama. Selalu seperti itu. Aku menyebutnya daur, kamu hanya manggut-manggut saja.

~

Aku sejujurnya rindu ceritamu tiap malam. Pesan yang kuterima bisa berupa apa saja. Keluhan, pisuhan, umpatan, canda, tawa, derita, dari mana dan dari siapa saja. Aku hanya bisa menerimanya dan memberi umpan balik. Ujung-ujungnya adalah rasa dan aksi absurd yang hanya bisa kita tertawakan karena cuma kita yang ngerti. Aku kadang was-was jika kamu liputan lapangan. Pernah kamu cerita bahwa kamu dapat celaka ketika meliput demo. Kamu kena gas air mata, kamu kena pukulan aparat, kamu menolak sogokan dari polisi, kamu dapat makanan gratis dari cewek sebuah majalah kritis karena kamu menolongnya dari kisruh negara waktu liputan, kamu pernah dikejar preman waktu liputan. Yang terakhir katamu kamu diburu intel. Kamu sedang investigasi suatu kasus yang rawan, kamu mengabari bahwa sembunyi disuatu tempat. Hahaha aku tertawa, aku tidak tahu aku melindur atau tidak. Tidak ada yang membangunkanku dan aku masih lelap.

~

Aku sedikit banyak juga terlibat dalam tiap masalahmu, dalam acaramu, dalam hidupmu. Kamu ingat waktu aku kamu libatkan dalam penyamaran mengungkap klinik aborsi illegal? Misi itu sukses, dan kita sama-sama tertawa setelah kamu mengomentari acting ku yang menjiwai sekali. Ah waktu itu kita ngakak di halte bis sebelum pulang. Hujan deras sekali lagi dan aku khawatir banjir. Kamu memberikan jaketmu untuk ku kenakan. Tentu saja apek dan aku sudah mencucinya sebelum mengembalikannya padamu.

~

‘kenangan seperti setan. Aku selalu ingat kamu’ katamu. Aku mengernyit.

‘tumben’ jawabku

‘iya. Aku ingat uang yang kamu pinjam saat kamu kehabisan saldo buat naik bis’ jawabnya

Aku memukul lengannya kecil ‘kamu juga berhutang padaku. Waktu mau fotocopy KTP di Kalibata’ ujarku tak mau kalah

‘baiklah, biar impas begini saja. Kita makan di warung soto sana, kamu bayarin aku, aku bayarin kamu’ tawarnya

‘Kalau gitu mah, artinya bayar sendiri-sendiri.’ Dalam hati aku berujar. Untuk mengajak makan saja kamu mbules dan tidak langsung ke intinya. Aku tertawa, kamu juga.

~

Suara kondektur mengabari sesuatu. Aku terbangun. Sudah pagi rupanya. Cirebon Prujakan. Sebentar lagi aku tak sabar menemuimu. Biasanya aku langsung mengabarimu agar kamu bangun dan buru-buru menjemputku. Kali ini tidak, ya aku tidak mau dan tidak bisa. Aku hanya bisa menikmati pemandangan dan cokelat panas yang baru ku beli dari lori petugas.

~

‘kamu selalu nekat’ katamu saat kita bersua di stasiun

‘biarlah. Aku ingin menemuimu kok’

‘dasar keras kepala’ jawabmu sambil mengacak rambutku

Aku hanya menjulurkan lidah sebagai jawaban

‘aku kan ingin ketemu kamu’ kataku manja

‘ya aku ingin ketemu buku ku ini’ katamu, menyambut bingkisan yang kubawa. Kamu tersenyum cerah. Aku tidak mengingatkan kamu untuk makan empek-empek biasanya. Aku tidak peduli. Kamu juga keras kepala.

~

Aku melongok ke dalam saku, mengambil ponsel yang sedari tadi bunyi. Sebuah spam pesan. Isinya sama. ‘hati-hati. Kalau sudah sampai, kabari.’ Bunyinya. Aku melihat tanggal. Sudah tanggal 18 Oktober. Hari ulang tahumu. Aku memasukkan ponsel, tersenyum singkat dan menyeruput cokelat panas separuh dingin. Pemandangan diluar sangat indah dan hijau.

~

Pemandangan seperti ini tidak akan bisa kamu temui di Jakarta atau Surabaya. Percayalah hahaha ini terlalu indah untuk kunikmati sendiri sebenarnya. Masih kurang dua stasiun lagi sebelum sampai di stasiun pasar senen. Aku melirik bingkisan disampingku. Bingkisan untukmu.

Aku tidak tahu ini jam berapa, bisa ku pastikan ini jam 7 atau 8 pagi. Aku sedikit ragu, beranjak dari kursi, aku pergi ke gerbong makan. Perutku lapar.

~

“satu nasi goreng dan air mineral” kataku pada petugas yang berjaga di gerbong makan.dia menyerahkan pesananku dengan tersenyum ramah. Aku membalasnya dan duduk di salah satu kursi kosong, diseberangnya ada seorang tua yang sedang makan nasi goreng, sama seperti yang aku pesan. Aku ingat, menunya disini sama semua.

~

Aku meminta ijin dan dia mempersilakan aku. Kita hanya berbincang basa-basi yang biasa kalian temui dimana saja. Dia akan turun di stasiun sebentar lagi, bukan di pasar senen. Kereta menurutnya sedikit terlambat.

~

“jam berapa ya mbak?” tanyanya sambil melihat arloji hitam yang ku kenakan di tanganku yang kecil.

Aku menggelengkan kepala “tidak tahu pak, mati arlojinya”

Dia memperhatikan detail “rusak mungkin mbak, sampai retak gitu”

Aku tertawa. “yah, mungkin pak”

~

Dia permisi kembali ke gerbongnya. Dia bisa bertanya kepada penumpang lain jika mau. Kebetulan saja disana ada aku.

~

Kereta berhenti di stasiun yang bapak itu tuju. Aku melihat dia turun bersama penumpang yang lain. Aku kembali ke gerbongku. Menanti sebentar lagi kereta sampai ke tujuan akhir. Aku mempersiapkan diri, membawa ranselku, dan memangku bingkisan yang kubawa untukmu. Ponselku berbunyi, sebuah pesan yang menanyakan aku sudah sampai atau belum, dan menyuruhku untuk berhati-hati. Barangkali banyak pencopet. Aku tersenyum, aku ingat kamu pernah berkata hal yang sama, kamu sendiri tau kalau aku mematahkan tangan pencopet yang hendak mencopet dompetku. Walau kutahu dompet itu kosong dan tidak ada isi yang penting. Kartu hanya kartu diskon makanan saja. Aku mengabaikan pesan itu, membukanya saja tidak. Biarlah.

~

Kondektur mengabarkan kereta hampir sampai, kurasakan juga melambat. Aku dan yang lain bersiap. Kereta benar-benar berhenti. Aku turun, menghela nafas dan mulai keluar dari stasiun itu.

~

Tidak ada kamu yang menjemputku, biasanya kamu selalu menungguku, memakai kaos cokelat dan berdiri di ujung pagar. Sudahlah, aku sudah hafal rute. Jadi jangan khawatir. Aku sudah tidak kesasar. Aku naik bus transjakarta, oper tiga kali. Jarak yang cukup jauh karena muter dulu. Yaudah sih tidak masalah. Aku berdiri, tidak kebagian tempat duduk, aku menenteng bingkisan untukmu, semua mata memandangku, memang cukup besar sih. Tidak masalah, aku bisa mengalihkan pandangan pada jalanan yang dulu kita biasa susuri. Alangkah menyenangkannya.

~

Aku sudah sampai halte tujuanku. Sedikit mendung. Aku berjalan menuju tempat peristirahatanmu. Menuju rumahmu. Mereka terbuka sekali padaku. Banyak juga yang datang kesana. Entahlah kalau sekarang. Aku tidak terlalu peduli.

Aku menyusurinya, sudah banyak rumput dan bunga kemboja yang tumbuh. Cantik walau kamu tidak suka bunga kemboja. Aku mengetuk pintumu, sudah sampai. Ku keluarkan bingkisan dengan riang yang aneh. Aku senang bisa bertemu denganmu, tapi aku sedih kamu tidak bisa menemuiku. Ku letakkan di tanganmu. Ku rapalkan beberapa doa dan pujian. Kuambil ponsel, ku balas pesan yang masuk sedari tadi.

~

‘aku sudah sampai Nami.’ Ku kirimkan pada temanku.

~

Aku memandangmu. Ada senyum yang aneh. Yang katamu adalah senyum getir dan satir nya Voltaire. Sebuah nama, sebuah angka yang berupa tanggal yang sama. Dua-duanya 18 Oktober. Jam tanganmu yang ku kenakan juga menunjukkan tanggal dan pukul yang sama. 18 Oktober pukul 09.45

~

Tidurlah, Jakarta muram kehilanganmu. Begitu pun aku. 

calendar
06 Oct 2020 12:42
view
174
wisataliterasi
Mampang Prapatan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
idle liked
1 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig