oranment
play icon
Armonia
Puisi
karya @hasani
Kutipan Puisi Armonia
Karya hasani
Baca selengkapnya di Penakota.id

Aku mulai berpikir, untuk apa aku menanam rindu yang kemudian akan layu? Aku tertawa ganjil, untuk apa aku menabur rindu dan untuk kemudian aku cungkil? Kamu ini memang setan. Kamu ini memang bajingan. Kamu adalah orang yang berhasil membuatku berayun diantara harapan dan keputus asaan. Ya hanya kamu, Tuan.

~

Sebenarnya aku tak hendak bermelankolis ria. Buat apa mendramatisir kenangan atau suasana? Toh momentum itu juga telah lewat dan sudah tidak berarti apa-apa. Memang, itu sebuah situasi dimana aku belum mengenal tuan absurd itu. Ah, kenangan berkelebat lagi.

Kamu adalah manusia mudah dan juga susah. Aku menepuk kepalaku lagi, berpikir bahwa memang manusia tidak bisa ditebak walau sudah saling kenal. Terkadang cerita dan kisah memang harus berakhir dalam sebuah terka.

~

Jarak, kamu sekarang sudah paham? Bukannya kamu memang sudah paham dan sudah bisa menaklukkannya? Yang belum bisa kamu buat takluk adalah waktu. Kamu selalu kekurangan waktu yang seakan tidak pernah cukup dan tidak pernah menunggu. Aku tertawa ganjil. Kita adalah dua sisi kebalikan. Aku kesal dengan jarak, namun punya waktu. Sementara kamu kesal dengan waktu, namun bisa menaklukkan jarak tanpa muskil.

~

Jika aku mendengar rentetan kisahmu wahai tuan, aku semakin tak sabar dan tak tahan. Kamu luar biasa buta walau mengaku sudah merasa. Sedang aku, luar biasa kelewat membuka mata hingga kebablasan menerka dalam terka. Dalam sebuah perkamen bergulung-gulung, isinya adalah kebingunganku yang semata mengurung. Tuan, kamu ini sebenarnya manusia atau jelmaan?

~

Aku bertanya padamu tuan, pada bayanganmu yang kamu tinggalkan lalu. Bagaimana mungkin aku berharap jawab padahal wujud adamu sendiri bungkam? Ah tuan, aku semakin gamang dengan keadaan. Tak elok mendahului takdir bukan? Ya sudah aku duduk diam saja sambil memakan pisang goreng. Eh, kamu suka pisang bukan? Apakah kamu mau satu? Biasanya kamu tidak menolak tawaran.

~

Hujan turun tuan, lihatlah keluar jendela dan dengarkan rintiknya. Keluarlah dan tadahkan tangan. Tampung tetes yang menetes, kamu suka hujan bukan? Mari kita nikmati hujannya tuan. Aku akan mengambil kursi dan cangkir-cangkir kopi. Mari cerita tentang hujan dan rindu yang tak reda, atau kisah tentang perasaan yang fiksi, mari beralih pada konflik negeri dan ambisi diwarnai mimpi-mimpi. Sambil menunggu pelangi, atau kilat yang sesekali menyambar bumi.

~

Kamu lihat tuan, sekarang aku berani menulis banyak ungkapan. Bandingkan denganku dihadapanmu yang hanya bisa diam kehilangan kata, kehilangan istilah, kehilangan segalanya. Bahkan aku kehilangan diriku sendiri. Sekali lagi ku tanya, mungkinkah kamu manusia ataukah jelmaan?

~

Aku tidak mencintaimu layaknya aku mencintai Tuhan. Aku tidak melayanimu layaknya aku melayani raja dan kaum bangsawan. Aku tidak menyayangimu layaknya aku menyayangi barang kesayangan.

~

Aku melihat Tuhan dalam dirimu, aku melihat segala pesona dan persona menyatu menjelma matamu, aku menyayangimu karena kamu manusia. Wujud yang sama dan setara. Bukan sebagai apa-apa.

~

Tuan, boleh aku memintamu pada Tuhan?

~

Jarak dan waktu, aral yang melintang, apa lagi yang hendak ditaklukkan? Wajahmu mengembun lagi tuan, dalam daun jendela tanpa kaca. Aku tidak mau bertanya kenapa. Semua sudah jelas bahwa kita sama-sama belum searah. Namun, tanpa tanya dan jawab kamu sudah tahu kalau arahku akan selalu menuju mata angin dimana kamu selalu berkelana disana. Nanar tatapanmu melihatmu, nanar tatapanmu melihatku. Nanar dan sama-sama belum benar.

~

Tentang campuran rasa, mungkin belum teraduk sempurna. Tentang kisah yang belum lengkap, ya mungkin belum waktunya sampai di titik puncak. Hidup ini memang penantian, dan kita sama-sama menanti. Kita tidak kemana-mana.

~

Mari tuan, kalahkan semuanya. Kalahkan waktu walau kamu belum mampu. Kalahkan jarak walau aku tak jua kunjung bergerak. Ah, aku menangis, aku teriris, sial. Selalu saja ada cinta yang dikalahkan oleh waktu.

~

Jadilah ranting kekasih. Jadilah pohon, kayu, awan, embun, daun, api atau matahari. Jadilah apapun kekasih, jadilah apapun selain rasa sedih.

Sampai sekarang aku masih belum merdeka dari rindumu yang selalu ku rawat-rawat dan awet-awet.

~

Tuhan, boleh aku meminta Tuan?

calendar
01 Nov 2020 20:50
view
161
wisataliterasi
Jalan Kapten Tendean, RT.2/RW.5, Kuningan Barat, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Indonesia
idle liked
3 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig