Karena Kita Memang Tidak
Cerpen
Kutipan Cerpen Karena Kita Memang Tidak
Karya ichsannurseha
Baca selengkapnya di Penakota.id

Suasana depan kost-kostan pada siang itu sungguh sunyi senyap. Hanya ada Pentung dan Jambrong yang duduk-duduk sembari leye-leye di beranda, Jambrong yang sibuk dengan rambut ikalnya nan panjang, begitu juga dengan Pentung yang sedang menyesap satu puntungan kreteknya bekas semalam.





Sebelum lamunan menguasai singgasananya, lahir lah pertanyaan iseng dari Jambrong.






"Tung, puasa tahun ini lu bolong berapa?"






"Tahun ini, alhamdulillah nggak ada bolong sama sekali. Meskipun cuacanya panas, tenggorokan gampang kering, ditambah gua juga narik. Tapi ya alhamdulillah, semua berjalan lancar hehehe..." Tanggap Pentung sambil menyeringai.






Jambrong terheran-heran, karena biasanya seorang Pentung tidak kuat ketika menjalani ritual bulanan ramadhan. Tetapi di suasana yang lain, dalam hati Jambrong juga berpercik senang karena teman sebait-sekawannya itu agaknya mengalami suatu hal yang sifatnya dialektis.






"Tapi, Tung apa iya puasa kita benar-benar diterima oleh-Nya? Dan segala macam kegiatan peribadatan kita selama bulan kemarin ialah betul-betul lahir atas diri kita masing-masing untuk benar-benar mendekatkan diri kepada Sang Yang Maha?"






Pentung kemudian mematikan puntungan kretek yang mulai panas, yang kalau dikira, sesapan puntungnya itu mungkin hampir mendekati mulutnya.





"Whaaa, kalau masalah diterima atau nggak ya gua nggak tahu, deh. Lagian kenapa, sih, lu nanya-nanya yang begitu?" Sambutnya sambil memainkan beberapa helai rambut di kepalanya.





"Iya, coba aja lu pikirin, Tung. Kita puasa, seolah-olah kita merasakan kelaparan dan menahan haus seperti mereka orang-orang yang sering merasakan itu. Tapi, apa iya kita betul-betul merasakan di posisi mereka? Atau, kita hanya menahan waktu makan yang dijeda dalam beberapa jam pada saat bulan ramadhan, kemudian kita lakukan kembali kegiatan kita itu dengan penuh nafsu ketika waktu berbuka tiba, dan bahkan—di hari-hari setelah bulan ramadhan pun—kita seolah-olah lupa atau mungkin juga jadi disengaja lupa, eh iya ngga, seeh???.."





"Gua juga sempat kepikiran ke arah sana juga, Mbrong. Kita berpuasa di bulan ramadhan seharusnya bisa menekan angka pengeluaran dalam hidup kita, baik itu dalam membeli makanan, menghitung kembali barang belanjaan supaya ngga terkesan berlebih, tetapi malah sebaliknya, ya. Kita malah hanyut dalam tradisi menghambur-hamburkan uang secara nggak langsung. Malah, gua pernah di hari ke berapa gitu, gua sempet beli takjil cukup banyak, ya, maklum godaan di jalan. Tapi, sayang juga, malah hampir dari takjil-takjilnya itu ada yang ngga kemakan....duh" Sambil mengusap-usap keningnya.





Mendengar pernyataan tersebut Pentung sangat antusias dan menambahkan




"Naahh, berarti selama ini kita hanya hanyut dalam suasana, Mbrong. Puasa yang kita ladeni hampir sebulan itu, ternyata, hanya sebatas pergeseran waktu makan saja. Kita tidak benar-benar menjadikan momen ini sebagai latihan untuk diri kita sendiri terhadap hal yang ada di sekitar kita, dan ternyata kita memang tidak ..hessh....hessshh"






"Memang agaknya demikian, Tung..." Sambil diikuti helaan nafas yang begitu keras.






Obrolan sepintas-lalu itu ternyata membawa mereka ke dalam permenungan yang agak panjang, kiranya. Sampai kemudian, mereka berdua tiba-tiba tertidur lelap, setelah perbincangan iseng tersebut mampu menyentil kuping kesadaran dalam hidup mereka.








Serpong, 2019


27 May 2021 07:16
122
Jl. KH. Ahmad Dahlan, RT.007/RW.001, Petir, Kota Tangerang, Banten, Indonesia
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: