Sarjana Kehidupan
Cerpen
Kutipan Cerpen Sarjana Kehidupan
Karya ichsannurseha
Baca selengkapnya di Penakota.id


Ketika Pentung menunggu salahsatu penumpangnya yang berada di area kawasan kampus, ia melihat sekilas penampakan riuh-rendah, penuh dengan selebrasi suka-cita terpampang jelas pada raut muka anak-anak kuliahan yang sedang merayakan hari kelulusannya sebagai seorang "sarjana".



"Mereka yang sedang melaksanakan hari kelulusannya itu sebagai sarjana, sekilas mirip seperti sekawanan penguin yang sedang berkumpul di tengah-tengah salju Antartika. Mereka penguin, iya karena mereka merasa seperti unggas yang baru lepas dari sangkar dan merasa mampu untuk bergerak lebih leluasa ketika dinyatakan "lulus" dengan syarat menyelesaikan sebuah penelitian yang nantinya -- ikhlas menjadi sarang debu.


Tetapi, sayang mereka sebenarnya hanya kawanan penguin, burung yang tidak bisa terbang."

Sontak dalam hati Pentung memberikan tanggapan atas euforia yang dilihatnya sekilas.



Kemudian, dari arah kampus datanglah satu Perempuan yang menghampiri Pentung.


"Permisi, benar dengan Bapak Pentung La Costra??"


"Oh, jelas, Mbaa itu nama saya hehehe..."

jawab Pentung sambil tersipu, karena

penumpang Perempuan ini manis dan lucu.



Dalam perjalanan Pentung memilih untuk tidak terlalu terburu-buru dalam soal kecepatan menghantarkan penumpang, selain karena jenis motor yang digunakan sudah kelewat jaman, keputusan itu dibuat karena Pentung lebih mengutamakan keselamatan: antara Penumpang dan Pentung sebagai pengendara. Pernah suatu ketika, saat penumpangnya minta dihantarkan ke tempat tujuannya itu dengan terburu-buru, dan yang terjadi malah motor Pentung mati mesin secara tiba-tiba.


Maka dengan kecepatan yang cukup biasanya digunakan Pentung sebagai ajang untuk berdialog dengan penumpangnya, supaya dalam perjalanan tidak terasa suntuk dan membosankan.


Tetapi jika dari gerak-gerik penumpangnya itu tidak menimbulkan ketertarikan untuk bisa berdialog, ya Pentung akhirnya juga ikut diam selama perjalanan.



"Mbanya, juga kuliah ya di kampus itu??.." Pentung menawarkan pertanyaan.


"Iya, Mas saya kuliah juga di kampus itu, ini baru selesai perayaan kelulusan heheh.."


"Lhoo, kok Mbanya sendirian sih lagi acara yang monumental kayak gini?? Kan biasanya acara yang begitu-gitu itu pada bawa kerabat, sanak-familinya, Mbaa" Sok Pentung menggunakan bahasa akademisi, menyesuaikan lawan bicaranya.


"Hehehe iya nih, Mas saya emang sendiri. Lagian kalau semuanya diajak ke sini untuk acara yang menurut saya ngga begitu penting-penting amat buat apa??...Mending mereka di desa aja..enak.." Tukas Perempuan itu dengan senyuman.


"Lhoo..lhooo kok Mbanya bilang itu acara 'ngga penting' toh??.." Pentung terheran-heran.


"Lhaa iya, Mas buat apa sih kita larut-larut dalam merayakan suatu kesenangan?? Lagi pula nanti juga setelah acara yang menghabiskan banyak biaya itu mereka bakal berpusing-pusing kembali, karena menjadi pengangguran Hahahaha..." Perempuan itu hampir meledak tawanya.



Tetapi, Pentung masih kembali terheran-heran dengan penumpangnya yang satu ini.


"Lhoo, kok kalau Mbanya tahu kuliah di kampus itu menghabiskan banyak biaya gono-gini kenapa mau, Mbaa??


"Iya, Mas saya kuliah itu atas keinginan orangtua saya, saya ngga enak hati untuk menolaknya. Setidaknya, mereka masih berpikir bahwa dengan mengikutsertakan anaknya masuk perguruan tinggi itu akan menerima dan mendapatkan nasib yang lebih baik. Ya sudah, karena saya menghormati keinginan orangtua saya, saya ikut saja dan manut tidak berani melawan. Toh, padahal kan sebenarnya masalah nasib dan rejeki apalagi jodoh itu tidak bakal tertukar, bukan begitu, Mas? Heheheh...."


Pentung yang sedari tadi bingung dengan pemikiran penumpangnya yang satu ini menjawab dengan penuh keheranan.


"Ehehehe iya, Mba.."


"Lagi pula sebenarnya menurut saya itu, Mas yang namanya sifat ke-sarjana-an itu tidak hanya kita bisa peroleh dengan masuk kampus yang sifatnya penuh dengan label "dagang", Mas.. kita bisa memeroleh dan mendapatkan sifat ke-sarjana-an kita itu dalam hidup keseharian kita, seperti Masnya ini, tugasnya menghantarkan dan menjemput penumpang, kemudian para pedagang yang dengan setia menunggu bahkan sampai ada yang menginap di kedainya itu untuk berhadapan dengan para pembelinya demi menutupi ongkos hidup, itu baru yang namanya 'sarjana kehidupan', Mas. Tidak seperti saya ini yang hanya 'sarjana bagian', 'sarjana fakultatif', 'sarjana tanggung'...".



Dalam perjalanan yang cukup panjang, Pentung baru kali ini dihadapkan dengan penumpang yang demikian. Sampai akhirnya, ketika Pentung sudah menghantarkan Perempuan itu pada tempat tujuannya, Pentung lupa untuk mengajaknya berkenalan.





Tangerang, 17 Juli 2019









17 Jul 2019 16:21
351
4 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: