Belajar Mencintai Jakarta
Seribu kali kucoba mencintai Jakarta
kota bertanam sumur bor, gedung terpasak ke perut bumi
beton tumbuh membentuk rimba.
Seribu kali kucoba mencintai Jakarta
udara menebar polutan, tubuh-tubuh berpacuan di Soedirman
jalan layang tak sungguh terbang, seperti dulu kumainkan layang-layang
tapi tak ada tanah lapang. Orang-orang berumah di dalam lubang
mengaitkan tubuh ke hampaian, memautkan hati ke dalam ponsel
setiap hari adalah lelah yang dibayar dengan kartu kredit.
Seribu kali kucoba mencintai Jakarta
kota di mana jarak diukur dengan waktu
orang-orang keluar dari perkantoran di senja raya
berhimpitan di gerbong kereta, mengantri demi harga miring
pulang dengan saku sobek dan kulit kering.
Seribu kali kuhidu bau sepatu kulit imitasi
amis bisul pecah di kursi bus, getah kering di celana,
seribu kali kucoba mencintai Jakarta
seribu kali hidung berdarah tanpa luka.
Jakarta, 2018
*Dimuat pada koran Minggu
Media Indonesia 30 Juni 2019