Rasanya terlalu bosan dengan memikirkan biaya hidup, masa depan, bahagiain orang tua, cinta dan hari esok yang selalu jadi misteri. Terlalu takut gagal dalam menjalaninya, meski sebernanya tau kalo hasil tuh gak bakalan ngecewain usaha.

Tapi di balik ke rumitan hidup tadi, aku selalu membutuhkan sesuatu yang sering aku anggap “PENENANG”. Iya entah itu seseorang yang aku harapkan atau pun barang yang di larang *you know lah hehe. Aku terlalu amat sadar bahwa aku kecanduan penenang itu, bisa saja berhenti tapi gak langsung sekaligus.

Semuanya terjadi saat aku ada di titik terlemah dan mereka melupakanku, sang penenang itu ada menemani tanpa kepalsuan. Namun sayang dia hanya ada di imajinasiku yang selalu meyakinkanku bahwa aku baik-baik saja.

Aneh ! Aku terlalu nyaman dengan imajinasiku ini, seakan lupa bahwa ada kehidupan nyata yang harus aku jalani. Tapi aku muak dengan kenyataan yang terlalu memaksaku untuk menjadi munafik, pura-pura bahagia dan aku harus menikmati sesuatu yang aku anggap pahit.

Kenyataan tak pernah sama dengan imajinasi. Imajinasi itu ada namun tak terasa, kenyataan itu ada karena terpaksa. Satu-satunya yang paling aku benci dari kenyataan adalah aku tidak bisa menolaknya.

Lalu apa bisa aku bahagia dengan paksaan kenyataan ini ? Jawabannya “Aku bisa karena aku punya sesuatu yang aku sebut PENENANG”. Jadi hiduplah di kenyataan yang penuh imajinasi, supaya tau ada sesuatu yang tidak nyata di dalam sebuah kenyataan.