||
sunyi penjara lebih
mengerikan dari apa pun.
ia terkenang akan istrinya
yang kini sedang hamil tua.
di sana ia tak punya
kertas, meski secarik.
isi kepalanya sudah kepalang luber
ingin menulis satu puisi untuk
kedua harta terkasih.
tak sempat dicium kening istrinya,
sebab keburu diciduk oleh tentara
tak sempat dielus perut istrinya,
tanda cinta pada si jabang bayi
~
waktu begitu singkat;
semua serba tak sempat,
semua sudah terlambat.
pria-pria kekar berbaju
loreng lebih dulu kasar
menggiringnya,
juga beberapa kawan lain, ke dalam
truk besar yang menguarkan bau
karat besi juga bubuk mesiu.
hingga,
jelang sehari sebelum eksekusi,
rindunya semakin menjadi-jadi.
isi dadanya serasa ingin meledak.
ditoreh di atas dinding tembok
sebuah puisi, dari aku, katanya,
yang kerap dituding terlibat jaringan
para penentang keluhuran negara.
tidak, sungguh tidak
demikian sebenarnya.
~
: anakku, oh anakku
bagaimana wajahmu
aku tak pernah tahu
bagaimana kabar ibumu
aku pun sama tak tahu
: anakku, oh anakku
kuberi kau nama Yanti
walau esok aku telah mati
dihajar belasan belati
"La historia me absolvera!"**
2017
* Seniman berdarah Bali yang dijebloskan ke dalam penjara Pekambingan. Dituduh simpatisan PKI oleh pemerintahan represif Soeharto. Puisi ini ditulis sebagai interpretasi lanjutan dari lagu "Tini dan Yanti" yang dinyanyikan oleh Banda Neira.
** Dikutip dari kalimat Fidel Castro ketika ia memberikan pidato pembelaan di pengadilan pada tahun 1953.