aku tidak tahu rasanya saat beban pekerjaan bertengger di kepala dan pundakmu, seolah dipaksa terus bekerja tanpa diberi waktu rehat sejenak, tapi aku tahu rasanya saat tengah malam masih terjaga, berkutat dengan darma dan peran yang belum kunjung rampung.

aku tidak tahu rasanya jadi penopang keluarga, tapi aku tahu rasanya jadi seorang yang dianggap sebagai tumpuan.

aku tidak benar-benar pernah tahu rasanya jadi dirimu, sebaliknya kamu pun juga begitu.

kita sudah cukup lama tidak bertemu, ya?

berbincang dan tertawa di dunia nyata.

kepalamu masih sama kalutnya?

kurasa kamu akan menjawab iya.

masih gemar mengisap cerutu,

mengecup arak ataupun tuak?

aku harap saat kamu menemukan tulisan ini,

kamu berhenti–mungkin mencoba untuk beberapa waktu ini–aku ingin kamu tetap sehat, tidak jatuh sakit dan terjauh dari berbagai penyakit.

lama kita tidak bertukar cerita,

yang selalu meninggalkan jejak mata sembap.

lama tidak menangis di hadapanmu,

lama tidak melihat ada yang diam-diam menetes dari matamu.

aku tidak akan mau membandingkan kesedihanmu dengan kesedihanku, tentang siapa yang lebih sengsara, tapi aku meyakini bahwa kita adalah dua orang yang sama kuatnya untuk menghadapi semua perkara.

kalau aku bisa, kamu juga bisa.

teruntuk April yang sedang menata ulang hidupnya,

mengumpulkan kepingan harapan yang tercerai,

dan yang sedang terus berjuang,

di larik ini kurapalkan doa, dan berharap kepada siapa saja yang sedang membaca ini turut mengaamiinkannya:

semoga kamu dimampukan,

mari kita tumbuh,

dan di lain waktu semoga kita dapat lekas bertemu,

mari hidup lebih lama lagi,

sebab aku ingin melihatmu esok hari.

–Kinandita; 2712.

_________________

#Kisah2712

#KitaBersua