Bergenjreng gitar syahdu
Bercelung angklung cantik
Alun-alun detingan kawat kecapi terpetik
Menghiasi indahnya belangah suara
Aku terdiam
Terpaku, degup hati berteriak
Betapa eloknya dunia detik ini
Kami sama-sama membelangahkan suara
Dalam permainya sajak-sajak puisi
Kami sama-sama meluncurkan roman
Dalam makna yang diajunkan buku puisi
Kasmaran, kepincut, kesengsem
Hanya ada ketika sajak dan musik saling kolaborasi
Membaurkan keheningan malam dengan ramainya cericip kunang-kunang
Sampai saat dimana kita menjadi bintang
Di perlombaan yang sama
Aku rindu
Sontak aku terbangun dari mimpi
Ketika aku dalam dunia permainya sajak dulu
Aku sangat mengharapkan genjrengan celungan detingan itu kembali
Aku tak rela cericip kunang-kunang itu berlari menjauh
Kini aku tak bisa lagi melihatnya
Begitu elok ia dalam menjiwai kesucian puisi
Sampai aku berada di titik dimana aku jatuh hati
Kala perjauangan seorang usia 18 tahun
Ketika tak lagi bisa membedakan tas dan sepatu baru yang mengkilau
Dengan berlangganan latihan soal yang membara di internet
Dengan berharganya waktu
yang tiap kali aku kujurkan
bersamaan dengan detak jarum jam
Ketika perjuangan itu tiada henti
Meraup gonggongan latihan soal
Tuk menggapai bintang di tempat sama dengannya
Tak apa
Mungkin kini
Ku hanya bisa melihat status asyikmu di media sosial
Ku hanya bisa merindu
Menatap awan yang sama
Hanya bisa memandang langit yang sama
Namun suatu saat nanti kan kupecahkan celengan rindunya
Kan ku pastikan bola matamu
selalu tetap berada di depan bola mataku