Kamu hadir terbitkan rasa
Rasa yang tak diterbitkan
oleh orang orang yang pernah
ku kenal lebih dulu sebelum kamu
Aku terheran
mengapa rasa rasa itu bermunculan
Ketika bola mata ini
belum pernah saling kita hadapkan
Entah mantra apa yang menghipnotisnya
Menari nari di hati dan pikiran
Sembari menemani rutinitas harian
Memunculkan tanda tanya beragam
Kalimat pengiring tanda tanya itu adalah
“Untuk apa Tuhan menghadirkan kamu di hidupku?”
Aku iri pada burung parkit
Dia lihai membaca dengan jelas
garis hidupnya
Tak perlu susah payah memikirkannya
Pun menerka-nerkanya
Sebab dia melihat jelas
Bagaimana teman hidupnya
menjaga isi rakitan sangkarnya
dengan penuh kehati-hatian
Bagaimana dengan aku?
Menebak isi pesanku besok pagi saja
tak kunjung benar
Apalagi menebak tujuan kehadirannya
Tunjukkan padaku
Kamu hadir untuk menetap
Bukan hanya sekedar bertanam tebu di bibir lalu lenyap
Warna apa saja yang akan kamu coretkan dalam lembar hidupku?
Rasanya untuk memejamkan mata
ketika waktu tidur tiba saja
tak bisa kupenuhi
lantaran acapkali memikirkanmu
Di balik kesigapan jari jari mengetik
Membalas pesan-pesanmu yang manis
Kiranya wajar
Bila seraya meragu
Yang kian hari kian mencemas
Haruskah kubiarkan
tanda tanya ini terus bergelayut?
Atau malah sebenarnya tak pantas untuk terus ku nanti titik temu jawabnya?
Terlepas dari waktu yang akan menjawabnya
Pun ujaran manismu
Kan ku longok cucuran keringatmu
Sebab sejatinya kaum adam lah
Sang pelaku tindak jerih payah