oranment
play icon
Pawartos Lelayu
Kutipan Cerpen Pawartos Lelayu
Karya intanpermatamkaa
Baca selengkapnya di Penakota.id

Pawartos Lelayu

Karya: Intan Permata



Ketika sore hari di pinggir jalan kampung saat arah pulang, aku melihat pemandangan yang cukup menarik untuk ku lukis. Ya, seorang laki-laki bertubuh tinggi, jangkung, dengan rambutnya yang hitam pekat dan gondrong bergelombang sedang berhenti di tepi jalan membetulkan vespa bututnya. Wajahnya yang seperti blasteran Arab-Jawa, hidungnya yang lancip tajam, matanya yang sayu dan bulat membuatku semakin tertarik untuk mendapatkan potretnya.


Sepertinya itu kendaraan kesayangannya. Sebelum ia selesai membetulkan vespa nya, aku segera memahat dirinya dalam sketchbook ku dengan pensil andalanku. Entah, baru pertama kali aku melukis tanpa sesekali melihat buku. Pandanganku seolah tidak mau kabur dari objek itu. Pada saat melukisnya, aku merasa jantungku berdegup kencang, gemetaran, seperti perasaan malu dibuatnya. Aneh, laki-laki itu seperti mempunyai aura pemikat. Belum pernah aku merasa seperti demikian sebelumnya.


Sudah beberapa bulan sejak aku bertemu dengan laki-laki itu, tapi sampai sekarang aku belum bisa melupakan garis-garis wajahnya. Sampai-sampai aku memajang potret dirinya yang ku gambar waktu itu di kamarku. Dengan harapan akan berjumpa lagi suatu saat. Semoga ia masih berada di kota yang sama, harapku.


Aku rutin mengunjungi pantai, seperti sudah menjadi makanan sehari-hari ku. Aku mendaki bebatuan karang yang cukup curam untuk sampai di puncaknya. Dengan banyak usaha melewati bebatuan yang tajam akhirnya aku sampai di atas, lokasi favorit ku untuk menikmati indahnya karya dari sentuhan tangan Tuhan. 


Aku berdiri di atas sedikit menepi sambil memejam kedua mata dan membentangkan kedua tanganku.Tapi tiba-tiba ada sosok tangan yang menarikku menghindari tepian batu karang. Aku reflek melayangkan tanganku ke pipinya dengan tenaga yang cukup kencang, ku fikir ia punya niat buruk. Karena ia menarikku begitu kencang sampai tubuhku jatuh ke dalam peluknya, dan sedikit meninggalkan luka di kaki ku akibat tergores batu karang yang tajam. Ia mengerang kesakitan beberapa saat. Tunggu, ku rasa aku mengingat wajah itu. Wajah blasteran dengan hidung lancip yang tajam dan mata yang sayu dan sendu. Ahhh, benar! Ia adalah sosok yang ada dalam lukisanku itu.


Kami saling bertatap dengan sorot mata yang tajam, mungkin ia sedang berfikir apakah aku gila? Akupun demikian. Aku mengamat-amati dengan dalam, kasar sekali laki-laki ini, batinku. Lalu Ia berkata :

“Kau terluka. Ayo, ikut aku, ku obati dulu luka mu”. Ucapnya dengan lembut sembari memapah ku.

Aku meng-iyakan tawarannya. Entah harus kesal atau justru berterima kasih.

Ia pergi ke warung sebentar yang berada satu lapangan dengan parkiran, membeli obat merah dan plester penutup luka untukku. Tak lama ia kembali.

“Maaf, ya”. Katanya sambil memegang kaki ku sembari membersihkan luka ku. Aku mengangguk, aku rasa jantungku sempat berhenti saat ia menatapku dengan senyuman yang begitu memikat. Apa aku jatuh cinta padanya? Ku rasa aku telah jatuh cinta saat pertama aku melihatnya di pinggir jalan waktu itu.

“Luka mu tidak terlalu parah, hanya butuh di tutup plester saja supaya tidak kena debu sementara. Oh ya, maaf tadi aku sempat menarikmu agak kencang, ku fikir kamu mau bertindak bodoh, mengakhiri hidupmu dengan loncat dari tebing seperti itu”. Ucapnya sambil mengusap kepala ku. Demi Dewa Asmara, aku mati kutu dibuatnya. 

“Tidak apa-apa, tidak seharusnya aku melakukan hal seperti tadi, wajar jika kamu melihatku seperti ingin bunuh diri. Maaf merepotkanmu, maaf juga tadi aku sempat menamparmu, sakit ya?”. Jawab ku dengan rasa sedikit menyesal.

“Iya, sakit, perih”. Jawabnya singkat dengan muka datar.

“Serius? Maaf ya, aku tidak sengaja. Reflek, habisnya kamu menarik tangan ku tiba-tiba, ku fikir kamu mau apa. Lalu aku harus bagaimana?”. Aku panik dibuatnya.

“Tidak apa-apa, aku hanya bercanda”. Jawabnya sambil menepuk pipi ku pelan lalu tersenyum manis sekali. Kenapa ia harus mengeluarkan jurus seperti itu. Aku tidak kuat dengan sikapnya yang manis seperti itu, ia sangat berbeda dari kebanyakan laki-laki biasanya. 

“Kau tidak mau tau namaku? atau semua perempuan selalu ingin ditanya duluan?”, sambungnya.

“Tidak juga, aku hanya terlalu terbawa suasana saja, sampai lupa menanyakan namamu. Aku Nadine, kamu?”. 

“Nadine, aku suka namamu. Aku Axel”. Katanya sambil berjabat tangan denganku. Kami menghabiskan sepanjang sore di pantai, berdua. Berpetualang dari tebing satu ke tebing lainnya, mencari view yang pas untuk menikmati sunset di kala itu.


Ia cukup terbuka denganku, padahal aku baru dikenalnya. Ia bercerita tentang dirinya, ia seorang yatim piatu, tidak punya adik maupun kakak. Ia juga seorang reporter di salah satu stasiun televisi di Jogja. Pekerjaannya cukup menarik, karena meliput berita secara langsung dan disiarkan. Ia sering mengalami hal-hal lucu sampai menegangkan di lapangan saat meliput.


Hal yang paling membuatnya begitu malu adalah saat meliput pertandingan sepak bola. Saat itu ia terhantam bola cukup kencang. 

“Sakitnya tidak seberapa, tapi malu nya luar biasa” katanya, sambil bercerita dengan penuh semangat. Aku senang saat ia bercerita, rasanya seperti sudah mengenal lama, dan rasanya seperti aku sudah menjadi orang yang nyaman untuknya.


Hari semakin gelap, matahari sudah jatuh tergelincir begitu dalam. Kami memutuskan untuk pulang. Ia menawarkanku untuk di antar, tapi aku membawa kendaraan pribadi, jadi aku tidak diboncengnya. Padahal, maksud hati ingin sekali berboncengan dengannya, menikmati dinginnya angin malam yang terbawa oleh angin laut.


Tapi, ia tetap pada niat awal. Mengantarku pulang sampai di rumah. Kami berjalan beriringan, sesekali ia di belakangku untuk mengawasi. Sesampainya di rumah, aku mengajaknya untuk mampir sejenak, tapi ia tak mau. 

“Sudah malam, tidak enak jika aku bertamu jam segini”. Katanya sambil memperlihatkan jam yang ternyata sudah menunjukkan pukul 23.30 malam. Aku sedikit kecewa, aku belum ingin berpisah dengannya hari ini. Tapi ia benar, sudah terlalu malam untuk laki-laki bertamu ke rumah seorang wanita sendirian.

“Jangan sedih, besok kan masih bisa ketemu lagi, aku minta nomormu ya, nanti ku kabari jika aku sudah sampai di rumah”. Ucapnya menenangkanku, lalu kami saling bertukar nomor. Setelah itu ia pamit pulang.

“Aku pamit ya, jaga dirimu baik-baik. Siapa tau ini pertemuan terakhir kita hahaha”. Katanya bercanda, tapi aku tidak senang dengan perkataannya itu, membuatku takut. Aku tidak siap jika harus kehilangannya, aku ingin mengenalnya lebih dalam lagi. Aku jatuh cinta padanya.

Setelah pamit, ia pergi meninggalkanku yang masih berdiri di depan gerbang rumah. Ku harap ia selamat sampai tujuan. Sudah 2 jam aku tak dapat kabar darinya, aku mulai cemas memikirkan laki-laki ku. Tidak berfikir panjang aku langsug menelponnya, lama tak diangkat. Tiba-tiba ia menelponku balik, aku langsung memarahinya.

“Sudah berapa jam sejak kamu pulang dari rumahku? Kenapa tidak mengabari? Lupa? Atau kau pergi main ke tempat tongkronganmu? Kalau alasanmu bersih-bersih dan lain-lain, kan bisa begitu sampai kau langsung mengabariku, hanya sekedar bilang bahwa kamu sudah sampai. Simple kan?”. Cukup emosi aku dibuatnya. 

Tak ada jawaban, ku fikir ia sedang merenungi kesalahannya. Tak lama kemudian ada suara yang tidak ku kenali menjawab telponku.

“Maaf, mba kekasihnya mas yang punya hp ini kan?, mohon maaf mba, saya hanya menolong, mas nya kecelakaan di perempatan lampu merah karena menurut saksi mata, ia mengalami sesak nafas yang begitu kuat, sampai tidak bisa mengontrol kendaraannya. Sekarang posisinya ada di IGD Rumah Sakit Kota, silahkan mba kesini, ditunggu”. 

Seketika aku lemas mendengar jawaban dari seseorang di telponku. Aku langsung mengambil kunci mobil ku dan tancap gas menuju rumah sakit. Sesampainya di sana aku langsung menuju IGD dan bertemu dengan seseorang yang menolong Axel. 

“Maaf mba, ini ponsel kekasihnya”, orang itu memberiku ponsel Axel, lalu pamit pergi karena ada urusan lain. Aku berterima kasih banyak padanya karena sudah menolong lelaki-ku.

Aku heran, kenapa orang itu bisa menyebutku kekasih Axel, lalu aku mengecek ponselnya. Betapa terbelalaknya aku, ia menamai ku “kekasih ku” di ponselnya. Aku meneteskan air mata diliputi bahagia, ternyata ia juga jatuh cinta padaku. Aku berharap ia sedang di tangani oleh dokter yang profesional dan segera sadar. Aku ingin memeluknya erat, dan mengucapkan “Aku mencintaimu, Axel”.

Tak lama kemudian dokter keluar dari ruang IGD, dan memanggil perwakilan dari Axel. Kebetulan malam itu hanya ada aku di ruang tunggu.

“Mba, keluarga dari pasien bernama Axel?”, Tanya dokter padaku.

“Iya, dok. Saya kekasihnya, bagaimana kondisinya? Baik-baik saja kan? Sudah bisa di temui?”, Jawabku penasaran dengan sedikit panik.

“Saya mohon maaf, saya sudah berusaha semampu saya untuk menolong kekasih mu. Tapi tuhan berkehendak lain, Tuhan lebih menyayangi nya. Ikhlaskan, ya. Semoga ia bahagia di sisi Tuhan”.

Mendengar jawaban dokter, rasanya aku ingin pingsan. Hatiku sakit, hancur, seperti di remas-remas dengan brutal. Aku tidak tau harus bagaimana, aku tidak bisa menangis, rasanya air mataku sudah tidak cukup untuk menangisinya. Tapi batinku yang menangis. Kenapa? Kenapa kau begitu cepat pergi meninggalkanku untuk selama-lamanya kasih? 

Aku teringat ketika ia berpamitan dan menyuruhku untuk menjaga diri baik-baik, aku tidak menyadari bahwa ia memang berpamitan untuk selamanya, untuk terakhir kalinya aku bertemu denganmu. Padahal aku sedang mencari waktu yang tepat untuk menunjukkan lukisanku tentangmu. Belum sempat aku bercerita bagaimana pertama kali aku melihatmu sampai mengabadikan potretmu dalam goresan lukisanku.

Aku mencoba mengikhlaskanmu, aku bahagia sudah mengenalmu dalam 1 hari. Aku bahagia sempat melukiskan tentangmu dalam hidupku. Tak sia-sia aku mengenalmu dan bertemu untuk terakhir kalinya. Aku berjanji tidak akan jatuh cinta pada siapa pun lagi, hanya kau, yang terakhir bagiku. Kau, akan tetap menjadi kasihku selamanya. Aku mencintaimu, Mas Axel.











Data diri penulis:

Nama : Intan Permata Sari

T. tgl lahir: Jakarta, 02 Maret 2001

Pend: ISI Yogyakarta, Jurusan Teater (2019-saat ini)

Nomor : 083899981429(wa) 088809994510(tlp)

No rekening : 1170007095151 (Mandiri) a.n Intan Permata Sari

Akun sosmed : @ntanpermata_ (instagram)


calendar
07 Oct 2020 21:08
view
12
wisataliterasi
Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
idle liked
1 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig