Musim Penghujan Binatang Kecil
Cerpen
Kutipan Cerpen Musim Penghujan Binatang Kecil
Karya jeinoktaviany
Baca selengkapnya di Penakota.id
Anak kecil itu masih tetap terjaga, padahal hari telah malam, entah apa yang ada di pikirannya. Di kamarnya yang kecil, dia hanya melihat langit-langit, seakan ada sebuah cerita di balik sana.
Tiba-tiba pintu kamar terbuka, terlihat sang ibu masuk ke kamar anak kecil itu. Melihat anaknya masih belum tertidur, sang ibu jadi sedikit resah dan menyalakan lampu kamar.
“Kenapa belum tidur, Jagoan kecil?” tanya sang ibu.
“Aku gak bisa tidur, Bunda.”
“Mau Bunda bacain cerita?” Lalu anak kecil itu mengangguk dengan semangat, dan sang ibu membawa sebuah buku dongeng dari rak yang tersimpan di sana.

“’Musim Penghujan Binatang Kecil,’” kata sang ibu memulai bercerita dengan membacakan judul.
“Pada sebuah malam purnama yang tengah hujan, di halaman rumah yang besar, terdapat binatang-binatang kecil: sekumpulan laron yang beterbangan melindungi sayapnya dari air hujan, kodok-kodok yang memburu para laron dari bawah, dan para cicak yang harus berebutan dengan kodok untuk berburu laron yang malang.”
“Semakin malam, binatang-binatang kecil itu semakin sedikit dari halaman rumah besar. Pada akhirnya yang tersisa hanyalah seekor kodok jantan, dan seekor cicak betina yang saling menantap satu sama lain dan bercengkerama.”


“Kodok dan cicak itu sebenarnya sangat saling menyayangi, namun mereka juga saling menyadari bahwa mereka selamanya tak pernah bisa menyatu. Mereka saling sayang lebih dari pada binatang-binatang lain di muka bumi ini.”
“Sepasang laron memperhatikan mereka dari jauh, lalu laron betina berbisik pada laron jantan, ‘Ada apa dengan mereka berdua? Mereka harusnya musuh. Mereka harusnya bersaing untuk mendapatkan kita sebagai makanannya!’”
“Laron jantan hanya terdiam sambil berkata, ‘Mungkin cintalah yang membuat mereka menjadi seperti itu.’”
“’Mereka gila! Mereka tak bisa saling cinta. Mereka takkan pernah menyatu selamanya!’ ucap sang laron betina penuh sindirian.”

“Lalu laron betina itu pergi menghampiri kodok dan cicak ‘Hey kalian berdua, apakah kalian gila? Kalian takkan bisa bersatu, kenapa harus saling jatuh cinta?’ marahnya pada kodok dan cicak,”
“Lalu laron jantan terbang mengejar laron betina ‘Sayang, mereka akan memakanmu!’ kata laron jantan.”
“Sang kodok berkata pada sepasang laron tersebut, ‘Kalian sepasang laron, apa yang kalian mengerti? Takkan ada cinta yang lebih murni daripada cintaku pada cicak ini,’ katanya sambil menjulurkan lidahnya yang panjang, namun beruntung sepasang laron tersebut bisa menghindar.”
“Sepasang laron tersebut terus terbang menghindari serangan dari kodok dan cicak itu, sampai akhirnya lidah sang cicak menangkap laron betina.”

“’Sungguh, jangan makan dia! Aku sangat menyayanginya,’ kata laron jantan, tapi cicak dan kodok tak memperdulikan apa yang dikatakan laron jantan itu.”
“’Kalian tahu rasanya jatuh cinta, apakah kalian sedih jika kalian tak bersama?’ Lalu cicak itu menghentikan lidahnya untuk memakan laron betina, ‘Tak apa jika kalian ingin memakannya, karena itulah hukum alamnya. Tapi makan jugalah aku!’ lanjut laron jantan.”
“Lalu cicak tersebut melepaskan laron betina. ‘Hiduplah dengan penuh cinta. Aku selalu iri pada kalian yang bisa saling mencintai dengan sejenisnya. Jangan pernah mempermainkan cinta kalian!’ kata cicak tersebut. Lalu sepasang laron itu terbang pergi menjauh. Dan sepasang laron itu hidup dengan penuh cinta, sedangkan kodok dan cicak itu tetap bersama meski mereka sadar mereka takkan pernah bisa bersatu”

“Sepasang laron selalu ingat bahwa cintalah yang menyelamatkan mereka hari itu: cinta kepada sesama laron dan cinta kodok serta cicak itu. Mereka selalu menceritakan kisah malam itu kepada rayap-rayap yang baru lahir, sampai akhirnya cerita itu menjadi legenda tentang cinta kodok dan cicak. Tamat.”
“Apakah kamu sudah merasa mengantuk sekarang, Jagoan kecil?” tanya sang ibu.
“Sudah Bunda, tapi aku ingin bertanya.”
“Bertanya apa, Jagoan kecil?”
“Apa itu juga yang terjadi pada Bunda dan Paman Richard? Bunda dan Paman Richard terlihat saling cinta, tapi Bunda dan Paman Richard tak bisa bersatu. Aku tak tahu mengapa, tapi kenapa kalian tak menikah saja? Tak apa kan jika Paman Richard gak suka sholat kayak kita? Kalian terlihat seperti kodok dan cicak yang menyerah karena perbedaan kalian.”
Sang ibu terdiam mendengar pertanyaan anaknya, “Sudah malam, cepat tidur, Jagoan kecil,” katanya tanpa menjawab pertanyaan anaknya, lalu menyimpan buku cerita itu di samping anaknya, dan pergi.

“Bunda,” panggil anak kecil itu.
“Apa, Jagoan kecil?”
“Di sini tertulis penulis buku cerita ini adalah Richard Rivaldi Parulian. Apakah itu Paman Richard?” tanyanya sambil membaca buku cerita itu.
“Iya itu Paman Richard. Sudah malam, tidurlah, Jagoan kecil!” Lalu sang ibu mematikan lampu kamar anaknya, dan pergi keluar dari kamar itu sambil meneteskan air mata.
“Kita memang hanya kodok dan cicak di halaman rumah, Richard.”

Jein, 2015
Untuk Fenti Dwiyantari.
06 Mar 2018 13:35
483
Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: