oranment
play icon
Mendua
Cerpen
Kutipan Cerpen Mendua
Karya junialdisf
Baca selengkapnya di Penakota.id
Pernahkah kau berada pada masa di mana saat itu terasa sudah terlalu lama sendiri, lelah menertawakan diri sendiri, mengasihani diri sendiri? Makna "sendiri" di sini adalah tanpa dambaan hati, seseorang yang membuatmu senyum-senyum sendiri menatap layar ponsel berisikan foto dan obrolanmu dengannya. Selalu berharap setiap malam agar berjumpa dalam mimpi, lekas ingin bangun pagi untuk memastikan dia masih ada di bumi. Satu hari tanpa menatap matanya seakan lebih baik menjadi buta. Tanpa mendengar suara dan balasan 'chat' dari dia seperti dunia ini adalah film 'charlie chaplin', bisu dan hitam putih tanpa warna.

Mungkin itu cerita singkatku sebelum bertemu dengannya yang kini menjadi cerita panjang, sebelum ada dia yang menjadikan hidupku terasa hidup lagi. Aku, Junialdi Sabastian Fauzi, anak pertama dari keluarga sederhaa. Bukan kekurangan kasih sayang ataupun cinta, hanya saat itu, aku ingin merasakan perhatian oleh lawan jenis selain dari sahabat dan keluarga. Seorang anak perempuan SMP tingkat akhir. Cantik, manis dan berjilbab berjalan sendirian keluar dari lorong kelas. Seketika tembok hatiku runtuh, tatapku terpaku tertuju pada indah senyum dan bulat bola matanya. Dalam khayal aku ingin berlari menghampirinya seraya berkata, "Mbak salah alamat? Ini sekolahan bukan surga. Bidadari kan tempatnya di surga". Mungkin dia akan tertawa atau malah mengira aku orang aneh. Bukan masalah.

Hari terus berganti dan usahaku mendapatkan hatinya pun tak berhenti. Aku ingin lebih mengenalnya dan aku ingin setidaknya dia tahu keberadaanku. Melalui seorang teman kutanyakan namanya, aku cari media sosialnya, hanya untuk tau apa yang dia mau dan apa yang dia tidak mau, apa yang dia suka dan apa yang tidak dia suka. Selepas semua rasa penasaran itu, aku beranikan diri menyapa pada akun twitternya. Dia sangat suka dengan salah satu boyband kala itu. Entah bodoh atau apa, ketika melihat postingannya mengenai boyband yang dia suka, aku malah mengejekknya. Perdebatan hebat di media sosial pun tak terelakkan tentang idola siapa yang lebih baik, sebab kala itu aku juga cukup suka pada salah satu idol grup wanita di Indonesia. Satu bulan, dua bulan, perselisihan masih berjalan sengit. Memasuki bulan-bulan berikutnya, semua itu mereda. Kami saling mengalah dan berbaikan. Bukan berarti dulu aku membencinya. Aku tetap menyukainya meski kurang suka kepada hal yang dia suka. Itu bukan masalah besar, karena cinta tak pernah menuntut ataupun membuat aturan.

Kami pun bertukar kontak dan memulai obrolan secara lebih pribadi. Bertukar cerita, berbagi pengalaman dan kenangan baik di keseharian maupun soal percintaan. Ternyata dia dulu pernah disia-siakan oleh seorang pria, kakak kelas yang tidak bertanggung jawab. Mebawanya mengalir pada arus kebahagiaan dan kemudian melepaskannya begitu saja tanpa kemudi hingga dia hilang kendali. Syukurlah, Tuhan masih sayang padanya dan tidak membiarkan hal yang kurang baik menimpanya. Dengan sombong, aku berlagak seperti pria sejati yang tidak senang melihat wanita sakit hati, terlebih lagi karena seorang pria. Berbagai kata dan upaya aku lakukan untuk membuatnya tenang dan tidak lagi trauma untuk kembali menjalin hubungan. Memang tidak mudah, tapi aku juga tidak boleh menyerah begitu saja. Terlebih lagi, bagiku ini adalah cinta pertama yang harus berakhir bahagia.

Bulan berganti bulan, bahkan berganti tahun. Hingga tibalah pada ujung perjuangan untuk memulai sebuah perjalanan baru di sebuah jalan bernama 'pacaran'. Aku bahagia, entah denga dirinya. Namun dengan segala upaya aku juga ingin dia merasa bahagia dari bahagia yang aku rasakan. Bukan berarti aku tak membiarkannya terluka, terkadang itu perlu agar orang yang kita sayang belajar dewasa, terbiasa tanpa kita.

Hubungan kami berjalan lancar, baik-baik saja. Sesekali diselingi pertengkaran kecil kemudian ada yang mengalah dan akhirnya berbaikan. Jadwal pertemuan kami atur, meskipun satu sekolah namun rumah kami berjauhan. Sehingga perlulah sedikit waktu temu untuk sekedar melepas beban yang katanya rindu. Bahkan ketika mendekati ujian hubungan kami masih cukup 'intens' walau sedikit diporsir untuk belajar. Waktu ujian pun tiba, dan akhirnya kami berdua lulus. Mengenai SMA mana yang ingin kami ambil, awalnya dia ingin satu sekolah denganku. Namun, bertepatan dengan itu ibunya jatuh sakit yang cukup kronis. Mau tidak mau dia harus mengambil SMA yang dekat dengan rumahnya dan aku tetap mengambil SMA pilihanku di luar kota.

Pada mulanya semua masih baik-baik saja, tidak ada masalah yang berarti mengenai jarak yang semakin panjang dan waktu bertemu yang semakin pendek. Memasuki tahun pertama hubungan kami, mulai banyak permasalahan menerpa. Dari tidak adanya waktu untuk bertemu bahkan sekedar membalas 'chat' karena sibuk tugas dan ekstrakurikuler. Bahkan dengan alasan bosan dan isu orang ketiga. Tetapi dengan kepala dingin, kami berusaha tetap tenang dan saling menenangkan, saling memaafkan dan memaklumi keadaan.

Semakin ke depan, semakin tidak karuan. Rasa benar-benar bosan dengan keadaan mulai menumpuk dan ditambah sifatnya yang sangat kekanak-kanakkan. Selalu ingin dimengerti tapi tidak pernah mau mengerti. Misalnya, saat aku akan menghabiskan waktu bermain dengan teman-temanku, dia malah memintaku menamaninya jalan-jalan. Harus selalu memberi kabar, di mana, kapan, sedang apa, dengan siapa dan bagaimana. Lebih parahnya lagi setiap hari ketika dia bangun tidur membuka handphone di pagi hari untuk pertama kali dan ketika hendak tidur membuka handphone di malam hari untuk terakhir kalinya, harus ada ucapan selamat pagi dan selamat malam dariku melalui pesan singkat.


Hingga tiba satu hari, aku merasa jatuh hati, lagi. Bukan dengan kekasihku, melainkan kepada orang lain tepatnya adik kelasku sewaktu smp. Memang, saat itu hubunganku dengan kekasihku cukup renggang karena disibukkan dengan urusan dan keegoisan masing-masing. Iseng-iseng aku memberanikan diri mengirm pesan singkat kepada adik kelas yang aku sukai, dan ternyata dia membalas. Saling berbalas pesan pun berlanjut pada sebuah pertemuan di rumahnya. Kami mengobrol, cukup dekat dan keluarganya juga ramah. Dibandingkan dengan kekasihku, dia jauh lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Kalau soal cantik, mungkin saat itu menurutku adik kelasku lebih cantik.

Pada satu malam, aku mengumpulkan mental dan percaya diri. Melalui pesan singkat aku coba mengungkapkan perasaan kepada adik kelasku. Mengejutkan, dia juga punya perasaan yang sama denganku dan bahkan perasaannya tidak berubah meskipun aku sudah punya pasangan. Mengenai menjalin hubungan aku tanyakan padanya, "Tidak apa-apakah jika kita tetap berbagi perasaan dan rasa sayang tanpa memberitahu kekasihku?". Dia malah berbalik bertanya, "Apa tidak masalah jika seperti ini?". Bagiku tidak masalah. Persoalan status biar waktu yang menjawab dan aku usahakan untuk berpisah dengan kekasihku. Terlihat biadab memang, tapi mau bagaimana lagi? Alasan berpisah paling sering adalah masalah bosan.

Kisah cinta-cintaan dengan kekasihku dan kisah perselingkuhan dengan adik kelasku berjalan aman. Seperti kata orang, 'tidak apa menjadi yang kedua tapi selalu diutamakan'. Mungkin itu prinsip selingkuhanku yang tidak masalah dengan hubungan seperti ini. Kekasihku pun belum tahu mengenai hubungan ini dan kami masih baik-baik saja.

Sore hari, saat sedang jalan-jalan dengan kekasihku, tiba-tiba dia meminta ponselku untuk foto-foto katanya. Sontak aku terkejut sebab didalamnya masih ada 'chatku' dengan selingkuhanku. Ketika aku akan menghapusnya, dia langsung merebut ponselku. Beruntungnya, seingatku yang tersisa hanya obrolan formal biasa. Tetapi, tiba-tiba ada pesan masuk diponselku dan ternyata itu dari selingkuhanku. Seketika refleks aku langsung ingin merebut ponselku. Nahasnya kekasihku terlebih dulu membuka pesan itu dan isi pesan di dalamnnya, "Nanti malam jadi ke rumah, aku tungguin". 'Mampus! Kiamat! Meninggal!' kataku dalam hati.

Kemudian dia bertanya kepadaku dengan nada tegas dari siapa pesan itu dan aku jawab dari teman biasa. Dia tidak percaya dan terus menyudutkanku dengan pertanyaan yang sama. Diapun melihat semua media sosialku yang sialnya masih ada obrolanku dengan selingkuhanku di masa-masa pendekatan. Tidak ada angin tidak ada apa dia menangis dan memukuliku. Seketika dia meminta putus di tempat. Pasrah, karena itu semua memang aku yang salah. Akhirnya dia pulang tanpa mau aku antar dan aku juga pulang dengan perasaan bersalah sekaligus lega karena dia sudah tahu yang sebenarnya.

Awalnya sulit untuk menerima kenyataan, kebiasaan yang sudah biasa dilakukan harus terhenti begitu saja. Bahkan mantan kekasihku sempat benci dan melampiaskan amarahnya dengan bergonta-ganti pasangan. Dasarnya dia memang wanita cantik dan baik, jadi mudah dilakukan. Dan perselingkuhan dengan adik kelasku masih tetap berjalan meski tanpa kejelasan hubungan sebab katanya, dia tidak diizinkan pacaran oleh orang tuanya.

Sebenarnya, aku dan selingkuhanku juga berbeda sekolah SMA, bahkan dia di luar kota yang lebih jauh dan hanya pulang seminggu sekali. Lagi-lagi, masalah bosan dengan sedikitnya waktu bertemu dan sulitnya komunikasi. Aku jatuh cinta lagi, pada lain hati. Kali ini dia satu sekolah denganku, satu tahun di bawahku lagi. Aku tingkat dua, dia tingkat satu. Baru berjalan beberapa bulan, aku berkata jujur kepada selingkuhanku yang pertama bahwa aku sedang menyukai perempuan lain. Sama seperti yang pertama, dia tidak terima dan mungkin menangis sebab aku mengatakannya melalui pesan singkat.
Tanpa peduli apapun lagi, semua kontak dan media sosialnya aku 'block' agar tidak mengganggu usahaku mendapatkan yang baru.

Untuk yang baru ini, sangat sulit didapatkan karena memang dia sudah berpasangan. Mau tidak mau proses pendekatan harus sembunyi-sembunyi. Semua aku lakukan, kata-kata puitis, gambar-gambar kartun favoritnya pun aku gambarkan untuknya. Entah ini serius atau aku saja yang terlalu bodoh mengharapkan sesuatu yang hampir mustahil. Perjuangan-perjuangan itu tetap aku lakukan selama satu tahun lebih bahkan menjelang ujian nasional SMA. Memasuki masa-masa ujian proses pendekatan mulai berkurang karena aku ingin fokus untuk masuk perguruan tinggi negeri.

Tiba saatnya ujian nasional, pengumuman dan Alhamdulillah aku di terima salah satu perguruan tinggi negeri di Jakarta. Mungkin karena terlalu sibuk dengan persiapan perkuliahan, aku sampai lupa bertanya kabar kepada adik kelas incaranku itu. Tetapi sesaat sebelum ingin mulai bertanya kabar, ada pesan singkat masuk dari salah satu temanku yang merupakan tetangga dari adik kelasku bahwasannya semenjak aku mempersiapkan diri untuk masuk perguruan tinggi, dia juga sedang mempersiapkan pernikahan dengan kekasihnya dan bahkan saat ini dia sedang mengandung anak pertama.

Tidak tahu apa lagi yang harus aku katakan, apa yang harus akh lakukan. Seketika diam, sedih merasa dihianati oleh usahaku sendiri. Semua yang aku lakukan selama ini sia-sia tidak ada artinya. Mau bagaimana lagi, ini keputusannya dan aku harus terima. Mungkin ini hukuman dan peringatan yang pantas untukku yang suak mempermainkan perasaan perempuan. Wajah tidak tampan tapi berlagak berganti-ganti pasangan, itulah akibatnya. Sekarang aku kembali sendiri. Namun tidak lagi ingin perhatian atau berbalas pesan mesra dengan pasangan. Cukup dengan semua permainan dan sekarang harus fokus masa depan karena masih ada keluarga yang harus aku tanggung hidupnya.

Mendua biar bahagia, katanya. Tapi tak sesuai nyatanya. Mungkin aku belum sedewasa mereka. Selamat tinggal masa lalu, semoga tenang untukmu yang telah mati di dalam hati dan selamat menempuh hidup baru untukmu yang tengah mengandung buah hati. Aku pamit undur diri, semoga kita tidak dipertemukan lagi.
calendar
13 Apr 2018 11:17
view
381
wisataliterasi
Jl. R.Mangun Muka Raya No.1F, Rawamangun, Pulo Gadung, Kota Jakarta Timur, Daerah Khusus Ibukota Jakarta 13220, Indonesia
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig