Kapan?
Pesan singkat muncul di layar ponselku. Aku tidak bisa menjawab, karena ini merupakan sebuah pertanyaan yang rumit bagi ku. Pertanyaan terpendekmu, selama kita bersama, bahkan itu menjadi kata terakhir darimu untuk diriku.
***
Jalanan sore ini padat merayap. Lampu-lampu penerang jalan mengantarkan diriku menuju rumahmu. Aku akan pulang. Setelah aku melewatkan setiap hari sabtu selama satu bulan untuk tidak pulang ke rumah orang tua mu. Alasanku adalah kebahagiaan mu. Dapat mencukupi kebutuhan berupa baju baru, susu, dan perlengkapan bayi dari popok, selendang dan perlap alas ompol.
Hari ini adalah hari terakhirku di sini. Kontrak ku telah selesai di proyek pembangunan hotel di simpang Palagan. Sebulan penuh, aku tidak bertemu dan mencicipi masakan buatanmu. Seperti tetangga-tetangga kita, aku ingin pulang membawa hasil dari kota. Aku yakin orang tua mu akan bangga melihat anaknya bahagia bersama kekasih yang telah menikahinya. Kita sudah menjadi satu, sepenuhnya menjalani hidup bersama hingga menunggu hari kelahiran anak pertama kita.
Di setiap persimpangan jalan, aku menemui banyak orang seusia kita. Mereka lalu lalang tenggelam di keramaian jalan kota. Ada yang sempat melamunkan bayangan atas dirimu, sepasang anak muda berada tepat di depanku. Mereka sedang berboncengan menggunakan sepeda motor.
Seorang perempuan di jok belakang memeluk erat seakan takut kehilangan atau entahlah. Aku tidak bisa mengira, karena ia bukan dirimu. Meskipun ia bukan dirimu, ingin rasanya aku membalas pelukannya dan mengatakan bahwa aku sudah datang.
Aku berjanji kepada dirimu, untuk pulang secepatnya. Berada di tengah kota besar membuatku rindu dirimu. Dipersimpangan jalan, lampu merah menghentikan laju sepeda motorku. Aku memakai jaket hijau, dengan kantong saku di dada tempat ponsel tersimpan. Di tengah antrian lalu lintas, aku membuka ponsel ku, tujuh kali telepon darimu.
***
“Aku dalam perjalanan, aku janji secepatnya pulang..”
Kalimat tersebut adalah kabar terakhir dari ku. Balasanmu berupa pertanyaan yang belum sempat aku balas. Ketika ponsel masih di tangan kiri, lampu hijau menyuruhku untuk melaju. Suara gemuruh klakson dan lampu mobil menghampiri diriku. Aku terpisah dari sepeda motor dan tak lagi aku genggam ponsel yang berdering.
Kegelapan lebih dulu membawa diriku. Aku harus pulang.