Juli di depan mata, disekap tahun,
Pahamilah! siapa yang menanti kabarmu?,
Atau hanya sekedar dua ribu dua puluh empat?,
Yang menyimpan setumpuk mesrah dari seperdua dalam hitungan?.
Kalau kemustahilan merekat dalam pikir,
Mungkin Juni lebih dulu mengejanya, perlahan.
Bodohnya saat itu ku tinggalkan pesan,
Selayaknya!
Dan seharusnya meraihmu ku mulai jauh sebelum waktu menguntit sibuk,
Dan khawatir kekalutan diri menerima salam terakhir.
Aku juga pernah,
Men-juni-juli-kan perayaan kasih,
Seperti abadi yang sebentar lagi.