BERTAMU KE RUMAH BARU MPOK FADJRIAH
Resensi
Kutipan Resensi BERTAMU KE RUMAH BARU MPOK FADJRIAH
Karya khsnrsfnd
Baca selengkapnya di Penakota.id

Ulas Buku Dapat Buku

Judul : Rumah Ini Punya Siapa?


 


Penulis : Fadjriah Nurdiarsih


 


Penerbit : Pustaka Kaji


 


Cetakan : Pertama, Desember 2020


 


Tebal : x + 176 Halaman


 


ISBN : 978-602-5735-90-5


 


 


 


Di akhir tahun 2020 lalu, kancah Sastra Betawi yang hampir bisa dikatakan sedang dalam masa hiatus, Kembali bangkit dengan munculnya sebuah buku kumpulan cerpen yang ditulis oleh Fadjriah Nurdiarsih dengan judul “Rumah Ini Punya Siapa?”. Penulis perempuan yang asli Betawi, kelahiran Kebagusan, Jakarta Selatan, tahun 1985, mengumpulkan 20 cerpen yang sebagiannya telah dimuat di beberapa media cetak nasional ke dalam sebuah buku kumpulan cerpen yang menurut saya cukup apik.


 


 


 


 


 


20 cerpen yang dikumpulkan oleh penulis yang lebih dikenal dengan sapaan Mpok Iyah ini merupakan hasil dari hobi menulisnya yang dimulai dari masa SMA dan dilengkapi pula dari hasil studi sastra Indonesia di masa kuliah serta pengalaman mengikuti beberapa lokakarya penulisan cerita pendek yang diadakan ketika ia masih berkantor di TEMPO.


 


 


 


 


 


Menariknya, dalam buku kumpulan cerpen ini Mpok Iyah dengan lihai menuliskan kembali konflik dan gejala sosial yang banyak terjadi di kehidupan masyarakat Betawi dengan kemasan yang cukup apik seperti bisa kita baca di beberapa judul cerpen seperti “Anak-Anak Ustazah Rahma” dimana diceritakan tentang kelindan konflik yang dialami oleh seorang Ustazah yang dibebani rentetan kemalangan yang disebabkan ulah anak bungsunya yang bernama Ahmad Yusuf yang kurang beruntung dalam berumah tangga dimana permasalahan finansial menjadi asal mula ia merongrong ibunya yang sudah berstatus janda, apalagi status Ustazah Rahma dalam pernikahannya yang bersifat poligamis dengan suami tak dianggap oleh keluarga besar dari pihak suami yang notabene sudah memiliki dua orang istri dari pernikahan sebelumnya itu. Ustazah Rahma disebut sebagai penumpang gelap oleh istri-istri sebelumnya dan uniknya istri-istri sebelumnya itu pun sakit dan meninggal setahun tepat setelah pernikahan Ustazah Rahma dan suaminya dihelat. Cerita ini diakhiri dengan teknik akhiran terbuka (Open Ending) yang bersifat mengambang dan membuat pembaca menafsirkan sendiri akhiran yang sesuai.


 


 


 


 


 


Pada beberapa judul cerpen yang lain, Mpok Iyah juga menawarkan kisah dari masyarakat urban Jakarta yang lebih kosmopolitan seperti cerpen berjudul “Empat Perempuan” yang dikemas dengan satir dan ironis , atau dalam cerpen berjudul “Karena Warna Yang Merah itu” yang berisi tentang jalinan ekstra marital yang dikemas secara nakal dari seorang istri dengan mantan kekasihnya yang ternyata suaminya pun melakukan hal yang sama terhadapnya atau juga dalam cerpen yang berjudul “Secangkir Kopi & Sebuah Cerita” yang menceritakan persahabatan dua orang perempuan yang mengalami kemalangan dalam pernikahan yang mereka jalankan.


 


 


 


 


 


Selain dari kisah urban kaum kosmopolitan ibukota dan kemalangan hidup yang terjadi pada kaum tradisionalis Betawi, mpok iyah juga menyisipkan beberapa cerita yang berlatarkan situasi historis seperti tahanan politik ’65 yang dialami Pertiwi sebagai aktivis Gerwani dalam cerita berjudul “Pertiwi”, kekerasan etnis pada peranakan Tionghoa saat gejolak ’98 pada cerpen yang berjudul “Suatu Kisah di Bulan Mei” dan repetisi kemalangan seorang Nyai yang menjadi gundik ala Nyi Ontosoroh dalam Bumi Manusia-nya Pram pada cerita “Senyum Nyai Itih”. Mpok iyah pun beberapa kali menunjukkan usaha interteksnya dalam beberapa cerpen seperti menyebut judul kumpulan cerpen terkenal milik Hamsad Rangkuti dalam cerpen berjudul “Karena Warna yang Merah itu”, terinspirasi dari cerpen Sitor Sitomorang dalam cerita “Kakek Pergi ke Surga” atau kutipan Soe Hok Gie tentang tiga nasib manusia : tak pernah dilahirkan, mati muda dan berumur tua di salah satu cerpen.


 


 


 


 


 


Sebagian besar kumpulan cerpen yang ditulis mpok Iyah adalah kisah tragedi yang memang terjadi di kehidupan manusia baik masyarakat urban Jakarta atau orang kampung Betawi sekalipun, dan mengapa kisah-kisah tragedi itu banyak mpok Iyah tawarkan pada buku kumpulan cerpen pertamanya, kemungkinan agar menjadi sebuah pesan tersendiri terhadap pembaca bahwa kesedihan itu tak habis-habis dijual sebagai komoditi paling laku dan paling menggugah rasa pembaca ketimbang kisah-kisah yang diakhiri dengan kebahagiaan setelahnya selamanya.


 


Membaca dua puluh cerpen mpok Iyah dalam buku kumpulan cerpen yang berjudul “Rumah ini Punya Siapa?” sama seperti bertamu ke sebuah rumah yang mempunyai banyak ruang-ruang dalam hidup. Meskipun ruang-ruang dalam rumahnya terkesan mencekam dan monokrom tapi itulah realitas hidup yang terkadang menyedihkan namun membuat durasi kehidupan lebih menantang. Dan untuk para calon pembaca maka siap-siaplah untuk tak terhibur, karena mpok Iyah menyuguhkan cerita-cerita yang menjebak kita berkontemplasi lebih dalam akan hidup ketimbang merayakan hidup dengan suka cita yang palsu.


 


 


#UlasBukuDapatBuku #BuahTanganPenakota


 


 


 


 


 

25 Jan 2021 11:15
375
Ciledug, Kota Tangerang, Banten, Indonesia
6 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: