Aku menemuimu, suatu hari, di saat langit sedang kelabu-kelabunya. Tepat di persimpangan jalan, tempatmu biasa mondar-mandir sepulang kantor. Kau menyeka rintik-rintik air yang membasahi rambutmu akibat gerimis. Ku amati kau dari bawah payung ini. Di saat itulah, aku sadar—kita sedang saling beradu tatap.
"Boleh aku berdiri di bawah payung itu?"
Kau tergopoh-gopoh menghampiriku,
"Aku melihat diriku ada padamu."
"Apa?" Aku berteriak, sengaja. Rupanya suara hujan jauh lebih nyaring ketimbang suara beratmu.
"Aku bilang, aku melihat diriku ada padamu!"
"Maaf?" Hanya itu yang dapat kusampaikan, setelah beberapa detik berusaha mencerna arti dari ucapanmu.
"Kau seperti alien dalam duniamu sendiri. Dan aku seperti astronot yang menjelajah dunia luar."
Aku tertawa dibuatmu. Namun tak kutemukan sedikitpun raut geli di wajahmu.
"Payungmu itu duniamu. Aku astronot yang kebetulan melintasi galaksi ini, lalu tanpa sengaja kau temukan." Kau melanjutkan.
"Lalu, apa itu alasanmu kemari? Meminta untuk ditemukan?" Aku bingung, dari serentetan pertanyaan di kepalaku, kenapa pada akhirnya aku memilih yang itu?
"Aku tak merencanakan apapun. Pertemuan ini sebuah anugerah. Sang Pencipta—penentu segala sebab musabab."
Rupanya kita menyimpan cerita yang sama, do'a-do'a yang serupa, dipanjatkan agar kelak kita berdua dapat dipertemukan dalam waktu dan dimensi yang tak terduga.
~~~
Pada pagi hari ini, aku membuka mata.
Menyongsong realita, bahwa pertemuan itu hanyalah kejadian yang berlangsung semalam saja.
Setelahnya, aku menunggumu lagi di persimpangan jalan. Dan kau tetap berjalan seperti biasanya.
Tak berpaling.
Bahkan tak memandangku sedetik pun.
Mau sampai kapan?