[PAMER BUKU] Aster Untuk Gayatri
Resensi
Kutipan Resensi [PAMER BUKU] Aster Untuk Gayatri
Karya lacahya
Baca selengkapnya di Penakota.id

Dulu,


Setelah berpayah-payah kesabaranku menunggu dibuatnya, telah sampailah kita pada saat yang berbahagia dan sentosa. Maka daripada itu, saya rela jua berasyik-masyuk demi memampuskan berahi atas kata demi kata yang telah diracik sedemikan rupa oleh Irfan Rizky dalam Aster untuk Gayatri yang diterbitkan Mazaya Publishing House.


Ah. Keparatnya lagi, saat kupikir dia menggunakan ilustrasi mbak Mega seperti sampul bukunya, dia justru memakai foto-fotonya sendiri untuk mendampingi isi buku. Maz. Ini sama seperti ideku untuk buku yang sudah kuberikan intip-intip padamu tadi. Bajingan. Sudahlah. Aku telah mencumbu buku dengan segera. Lelap dalam rayunya. Sepertinya aku tak kuasa menahan gejolak untuk tenggelam dalam godaannya.

Bajingan kuadrat kau, mas 😂


Eh tapi aku baper loh. Si penulis bilang, ucapan lalalayeyeye yang ditulisnya itu paling panjang dan khususon untukku.


"Tapi yang harus Ami tahu, kualitas lelaki tidak selalu diukur dari tutur katanya."

-Irfan Rizky


Blurb:


Telah kularungkan

Kepada Gayatri

Tiap-tiap kesedihan

Jua

Perih-pedih

Masa lampau

 

Dan telah kuwariskan

Kepada Giran

Cerita-cerita luka

Tentang rindu

Yang

Dipandanginya lama-lama

 

Pun telah kuhidangkan

Kepada kamu

Seorang

Kisah-kisah tentang

Apa-apa

Yang harusnya

Ada

Dan apa-apa

Yang mestinya

Tiada


Judul: Aster untuk Gayatri

Penulis: Irfan Rizky

Penerbit: Mazaya Publishing House

Desain sampul: Mega Puspita

Editor dan layout: Tiara Purnamasari

ISBN: 978-602-6362-35-3


Sebab, hubungan seperti apa pun akan sia-sia jika salah satu tak pernah bisa menerima satu yang lain, termasuk masa lalunya. (Halaman 84)


"Aster lagi?" tanya Gayatri spontan sembari meraih bunga-bunga itu. (Halaman 12)


Aster. Bunga pilihan Giran yang entah sudah keberapa kalinya diterima oleh Gayatri. 


Aster. Adalah bintang, jika kita tilik dari bahasa Yunaninya.


Aster. Kuntum-kuntum yang melambangkan cinta dan kesabaran.


Seperti bintangkah, Gayatri dalam pandangan Giran? Secercah cahaya dalam langit kelam. Secinta itukah dalam kesabaran Giran pada Gayatri? Sedangkan masih ada lipatan-lipatan tersembunyi tentang apa-apa yang terjadi pada Giran, pada Gayatri. Lantas bila kotak pandora milik mereka yang selalu membayangi hampir di setiap lelap pecah, lalu apa?


Aduhai kau ini keparat mas. Aku tak bisa membahasakan novela ini dengan baik sepertinya. Rangakaian aksara yang ciamik, membuat pembaca terlena. Tidak ingin buru-buru. Bukankah memang jatuh cinta baik bila sewajar-wajarnya? Tidak terburu-buru. Bahaya kalau Tuhan nanti cemburu.


Begitulah, cara saya menjatuhi Gayatri dan Giran ini dengan cinta. Meski Rustam, sahabat Giran juga membuat kesengsem. Yep, seorang lelaki yang hobi membaca itu alahai sekali (jika boleh kupinjam istilah sang penulis).


Dia, dengan cara yang dirinya sendiri pun tak mengerti, melampiaskan rasa panas dan debur-debur yang ada di dalam jiwa-raganya pada kesedihan-kesedihannya.
Pada laut.
Pada samudra.
Pada pantai-pantai yang dia tinggalkan dengan sengaja. (Halaman 20)

Kupersembahkan titisan langit pada Gayatri, pada Giran, jua masa pedih perih yang telah mereka langkahi. Usah asuh pada kasih yang membasahi keduanya. Serpih-serpih mentari yang kian menjelma bulan kutaruh diantaranya. Apa-apa yang direnggut, adalah apa-apa yang dibayarkan. Lekat pekat mimpi buruk seolah pertanda dunia mereka terhenti. Sedang dalam bola-bola mata mereka sarat dengan harap.


Bolehkah aku melupa? Tanya Giran.


Bisakah aku melangkah? Tanya Gayatri.


Melupakan yang telah lalu, mustahil. Tapi memaafkan? Boleh dilakukan semampunya. Semestinya. Sewajarnya. Karena sekelam cerita kemarin, kita berhak menuliskan akhir yang bahagia lalu menyerahkan pada Tuhan untuk ditandatangani olehNya. Karena semua pantas berbahagia, menurut versiNya yang terbaik.


"Aku tak sebaik yang selama ini kaupikirkan," tandas Gayatri lagi, "Aku tak pernah menjadi sebaik yang kaubayangkan. Dan aku dan kamu seharusnya tak pernah memulai, agar tak ada yang patut disudahi." (halaman 96)


Luka. Memoar.

Masa lalu.

Pandora.

Pecah.

Dengan sengaja.

Semua tentang Gayatri. Seluruhnya Giran.


Takdir berkelindan di antara keduanya, setelah melangkahi jalan berbeda di waktu lalu.

Kepedihan Gayatri, dilukiskan dengan amat apik. Keperihan Giran, digambarkan dengan lembut. Mengalun syahdu, merdu. Membuatnya serasa mesra untuk terus ditelanjangi, perlahan. Dipeluk erat, lamat-lamat.


"Akulah asternya," bisik Gayatri sarat sakit hati. "Aku selalu mengerti kalau tiada seorang pun yang akan memilih aster di tengah rimbun mawar. Termasuk kau." -halaman 110


Ini luka biar kudekap. Aku butuh kamu untuk merapihkan. Mari saling menyembuhkan. Bukankah kita saling jatuh pada butuh? Hidup dan matiku. Kamu. Aku.


"Dan aku tak lagi bisa menatapmu tanpa harus menelan pahit empedu akibat penolakanmu terhadapku, terhadap kekurangan-kekuranganku, terhadap eksistensiku," lanjut Gayatri. "Aku takkan pernah mampu lama bersama mata-mata yang menuduhku, menghakimiku," -halaman 136.


Aku ndak tahu lagi harus bagaimana //cry.


Dari perspektif perempuan dan sebagai pembaca yang benar-benar memakai hati untuk menyengajakan diri larut dalam kisah Gayatri-Giran, novela ini sungguh mematahkan dan membahagiakan.


Tentang perempuan. Luka. Tentang lelaki. Duka. Aku seolah melihat mereka menari, melukiskan duka luka mereka yang begitu purba. Saling meluka, saling menguatkan. Tidak berlebihan jika kukata pula kisah aster ini berupa penyangkalan sebelum menerima dengan segala. Fase alami.


...."Apakah sesukar itu bagimu mengartikan diamku kala itu? Sikapku saat itu?" -halaman 136.


Kita akan semakin terluka jika menolak apa-apa yang telah kita langkahi. Kita lalui. Kalaupun tak bisa melupakan, setidaknya bisa memaafkan. Diri sendiri. Takdir. Menerimanya. Bukankah waktu berjalan sedemikian rupa? Kau tak akan suka jika ia berlari dan mengejekmu, kan? Kubilang, semua orang berhak bahagia. Maka, pilihlah jalan yang membahagiakan.


Akhirnya. Aku sudah sedikit meramaikan, menceritakan sedikit hingar bingar novela ini. Tentang kejutan, semoga telah baik-baik kusembunyikan, agar kalian para pembaca juga terkejut atas kisah-lalu milik Gayatri, juga duka-luka yang terpegang Giran. Tentang cinta-cita mereka. Tentang segala penyangkalan dan penerimaan. Mengarungi hidup, melangkahi waktu. Juga tentang segala yang tak terlihat namun bisa kau rasa. Mungkin.


Ini misteri.

Kupikir yang kutanam adalah suka.

Lalu kenapa yang tumbuh lebat justru luka?


Adalah aku, yang terjatuh dalam bayang.

Adalah kau, yang kujatuhi butuh sedemikian dalam.

Kembali, aku. Setia tenggelam dalam luka hanya untuk kau bahagia.

Karena aku memandang hidup bukan tentang putih, bukan hitam. Semuanya abu. Rancu.

Ssstt... Diamlah. Aku pernah berkata begitu pada degup jantungku sendiri, yang memainkan gemuruh simponi setiap merasakan hadirmu di sekitarku. Ketika aku mendengar senyummu. Melihat tawamu.

Alahai. Elok sekali tuhan menuliskan kisah. Aku berbayang semu menahan rasa. Bahkan kalau bisa, tak kuijinkan tuhan mengintip sudut tergelap hatiku.


Ini misteri.

Kupikir yang kutanam adalah suka.

Lalu kenapa yang tumbuh lebat justru luka?

Aku mempersembahkan padamu tentang luka, suka, segalaku. Tentang kutuk yang kurapal tiap malam. Tentang bahagiamu.


Dan sampailah kita di penghujung ulasan tentang mereka yang sedang jatuh cinta benar-benar. Kisah kasih tentang pengorbanan, tentang perjuangan, tentang keikhlasan, kerelaan. Tentang apa-apa lainnya yang sulit dijelaskan lewat aksara karena hanya sanggup dirasa hati dalam-dalam.

28 Jan 2022 20:01
59
Pati, Jawa Tengah, Indonesia
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: