Bukan Kisah Cinta
Cerpen
Kutipan Cerpen Bukan Kisah Cinta
Karya lacahya
Baca selengkapnya di Penakota.id

Sayup-sayup terdengar gonggongan anjing, entah milik siapa. Seingat Karta, di dukuh tempatnya tinggal tak ada warga yang memelihara anjing.


“Mungkin anjing liar,” pikirnya.


Sebab tak ada yang boleh tahu bahwa tubuh tuanya berjingkat tanpa suara di pemakaman umum malam ini, menuju ke sepetak tanah yang masih basah. Masih gembur. Masih wangi kembang.


Kuburan Aisya. Perempuan yang mati di usia empat puluh delapan tahun karena sakit.


Perempuan yang berusia dua tahun lebih muda darinya. Perempuan yang merupakan cinta pertama Karta. Perempuan yang membuatnya tabah melajang hingga serenta ini.


Gonggongan anjing saling bersahutan menjadi musik latar yang menemani tangan kokoh Karta mengayunkan cangkul: membongkar kuburan Aisya.


Semua terjadi begitu cepat, rasanya. Masa kecil yang menyenangkan, Aisya dan Karta dulu sering bermain bersama di kali perbatasan dukuh. Hanya Aisya, satu-satunya anak yang bermain dengannya tanpa tatapan merendahkan. Anak lainnya, justru suka sekali mengolok-olok Karta sebab matanya juling. Karena kebaikan dan kepolosan Aisya di masa kecil itulah bikin Karta jatuh hati. Sejak kecil, remaja, hingga dewasa.


Bahkan setelah ia tahu Aisya dijodohkan orang tuanya dengan pemuda desa sebelah. Pemuda tampan dari keluarga berada, yang setelah menikah baru diketahui bertemperamen buruk. Karta tetap mencintai Aisya, meski perempuan itu sudah melahirkan dua anak lelaki serta satu anak perempuan. Ia tetap mencintainya, meski Aisya sakit-sakitan setelah melahirkan anak bungsunya. Menjadi kurus, ringkih, tidak lagi mempesona.


Karta amat yakin, hanya ia satu-satunya pria yang bisa mencintai Aisya sedemikian rupa. Sayangnya, takdir tak berkehendak menyatukan mereka.


Tubuh kaku Aisya di hadapan Karta tidak mengundang berahi, tentu saja, bagi orang-orang normal. Namun berbeda dengan lelaki tua itu. Memandang kekasihnya yang telah mati, entah mengapa malah mengalirkan darah lebih deras ke kepalanya yang satu lagi.


Sekali, dua kali, hingga entah berapa kali Karta merancap tubuh Aisya dalam hening. Angin malam yang membawa suara dengking anjing tak lagi dirasanya.


“Sudah kuduga, Aisya lebih nikmat ketimbang sundal-sundal di rumah bordil kota tetangga,” batin Karta.


Usai menuntaskan kegiatan penuh gairahnya, Karta memotong sedikit rambut panjang Aisya.


Tak lupa jari kelingking dan secarik kafan yang sudah koyak sedari tadi. Dibungkusnya dengan penuh hikmat rambut, kelingking serta beberapa jumput tanah kuburan perempuan tua dambaannya dengan kafan. Ditaruhnya bungkusan itu penuh kasih sayang di kantong celananya yang memang kebesaran.


Seluruh tujuannya telah tercapai, maka Karta mengembalikan semuanya seperti semula: kuburan Aisya ditata rapi seperti tak pernah dibongkar. Kakinya yang menua bergegas kembali ke rumah, untuk menebarkan tanah kubur perempuannya di setiap sudut halaman serta di sebuah kamar khusus. Kamar istimewa untuk Aisya seorang.


Kalau dunia tak mengizinkan mereka bersama, maka Karta akan memaksa keabadian setelah mati yang menyatukan mereka. Membuat Aisya tetap di sampingnya. Meski tanpa wujud. Meski bikin gila. Bikin kalut. Meski sepuluh tahun kemudian, rumah tinggal Karta terkenal angkernya karena sosok hantu perempuan yang amat mengganggu siapa pun.

Hantu Aisya.



*terinspirasi dari novel Wuthering Heights.

 

29 Jan 2022 07:56
49
Pati, Kabupaten Pati, Jawa Tengah, Indonesia
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: