Uraian Sesaat Sesat, Abadi
Cerpen
Kutipan Cerpen Uraian Sesaat Sesat, Abadi
Karya laxuadnmp
Baca selengkapnya di Penakota.id
Dan pada akhir hari waktu berhenti menanyakan apa yang tidak lagi abadi, karena bait demi bait tidak lagi memandang dengan tenang dan hangat, ada menyelip beberapa jenuh yang terlihat sangat berhimpitan menjadi partikel-partikel lembut sehingga elektron enggan bersenyawa dengan neutron, di himpitan jalan-jalan kecil ini menemukan janji serta himpunan atas harap maupun jumlah kasih yang tak sepadan dengan pengorbanan, setelahnya mereka masuk dalam diri yang senantiasa bersedia merengkuh sangat dalam.

Melintas perlahan benak pikiran mobilitas manusia yang padat, ada tangis, sedih, bahagia, senang, semua bersatu dalam bahasa suka maupun duka, reduksi semacam adanya kekacauan dalam kepala memenuhi seisinya, dan perjalanan masih panjang perlu melintasi punggungan tak bertepi, tali sepatu terloyak dengan lobang-lobangnya, kopi menjadi dingin sedia warungan saset dengan batangan rokok yang di beli sekitar lima menit lalu, perpaduan diantaranya ada kesepian yang menyamun dalam diam himpit, salam kepada kursi dan meja yang diam tersentak dalam rima-rima kecil di pabrik kayu sebrang ke arah selatan, bergoyang dengan tenang terayun angin turun dari lembah penuh demgan pohon karet, jalanan dan ban kendaraan terus beradu, banyak manusia melintas sangat kencang dari timur ke barat dan barat ke timur.

Memacu elegi sampai menguning di sebuah bale bengong yang di sediakan warungan untuk beristirahat, jauhnya perjalanan membuka cakrawala berpikir mengenai hal gila yang selama ini tertutup tembok besar (rasa ragu) perjalanan hanyalah fana dan yang abadi sapardi dengan waktu, kita kalah dalam duka dan suka, dan lagi terus menerus kalah, sampai akhirnya beberapa daun, ranting, batang, pangkal, akar, menunjukan kegagahannya di tepi teras rumah anggota tentara yang berjaga, perkebunan di sekitar beragam dan sepinya belahan kabupaten luas ini menggambarkan kehidupan tidak hanya mengenai isi saja, ada hal yang benar-benar tidak kita ketahui tentang isi yang lebih isi dari sebuah isi itu sendiri, terlebih ketika kita membenturkan dengan sebuah perjalanan.

Keadaan jiwa masih mengarik pada kata-kata duka dan suka, sajak-sajak kecil bermunculan dalam beberapa gram di dalam teknologi kekinian mereka megapung dalam awang-awang absurditas profil manusia, tangga-tangga sosial di-ciptakan, di-asosiasikan, di-himpun, di-federasikan, di-koalisikan, di-serikatkan, di-konotasikan, di-implikasikan, di-ilusikan, di-interpretasikan, hingga di-artikan, memang siapa suruh kau membuat kata dalam hal yang setidaknya kau tidak tahu sedikitpun bahwa itu kelak akan menguras bahasa, bibir, dan akhirnya terlelap dalam pembahasaan bahasan tinggi hingga melantak, meludeskan, membabat habis dirimu, sebaiknya manusia semacam kita yang hidup dengan sinyal-sinyal ini menimba apa yang perlu saja, dan jangan saling menikam melalui kekuatan yang di sediakan dewa-dewa langit, biar nanti Brahmana saja menjalankan tugasnya dengan rapi.


Bergegas menuju pusat hangat (api unggun) karena malam tak sadar datang di sudut lingkaran diagonal cangkir kopi dan asap rokok, tetesan getah karet terus bercucuran bak rezeki orang-orang desa, tangan melambai dengan syahdu di tengah perkebunan itu dan kaki melangkah lebih jauh lagi, dan berjalan mencari caci maki orang kota, tidak ada paku bumi dan tembok besar yang di bangun disini terlihat seperti alami dan asri, produksi dan produksi terlihat dengan D.I.Y pedestrian menyusuri alang-alang kecil 7cm dengan lembab, transaksi terjadi disaat kebutuhan sederhana akhir hidup manula, ada pesan yang di bawa dengan tenang dan tertutup rapi di bibir orang desa, filosofi, sejarah, hikmah, arti, wacana, dan bentuk konsep sekalipun. Mengajukan pertanyaan seraya petualang, mata melintas ke berbagai arah, dan sampai di beranda surau kecil rupanya kaki itu menunjukan kepada satu rumah yang sebagai gerbang dusun dalam perkebunan karet tersebut, masuk dan melihat mata tertuju pada satu rumah yang ruam itu, mengatur alur dengan tenang masuk, rupanya ada orang yang dicari di mimpi dan angan kemarin.

Lalu setelahnya diam di vestibula, dan apa yang terjadi dengan himpitan kecil bermakna besar ini ? Adakah sebuah tali yang dapat kusemai selain tali kasih maupun sayang ? Lalu kemanakah seorang penyamun manula dari timur, di gagang pintu yang kemarin masih terasa minyak yang pernah kau tinggalkan entah bagaimana kau transfer dari gemerlap mukamu, menoreh ke kaca yang tepat ada di almari atas tangan-tangan desa, ku ingat ada bekas kecupan manis yang bekasnya berwarna merah muda, kau genit lalu kau enggan untuk bercermin, alangkah anehnya kau dengan dandanan gincu asli negara emanuel macron, aku sedikit benci dengan kau bersolek seperti itu, tatapi aku juga tidak mau santun atas kegenitan mu itu, aku berlari menyusuri ember kamar mandi dan berteriak....... kemanakah aku harus pergi ? Dan dimana inner peace yang tadi siang kau janjikan.
01 Jul 2018 00:05
285
Cidolog, Sukabumi, Jawa Barat
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: