Surat Untuk Nata
Cerpen
Kutipan Cerpen Surat Untuk Nata
Karya linarfdhh
Baca selengkapnya di Penakota.id
Aku, seorang wanita yang sedang berdiri di balkon dan menatap indahnya lautan senja merah di langit sore itu. Hujan baru saja reda sekitar satu jam yang lalu, teh hangat yang rencananya ingin ku nikmati saat hujan juga sudah mulai dingin. Aku masih setia berdiri di balkon kira-kira setengah jam lamanya, sejak senja setelah hujan mulai terlihat. Ada secercah rindu begitu aku menghayati indahnya senja. Rindu pada kenangan yang sebenarnya sudah lama ku kubur bersama dengan asa yang sudah mati. Tetapi kenangan itu bangkit kembali. Sayangnya, aku sudah tidak secengeng dulu, seperti janjiku pada secarik kertas puisi bahwa sukma tak akan lagi berduka meski kenangan semakin menekan.
Aku melirik laptop yang sedari tadi ku abaikan di atas meja bersebelahan dengan teh yang sejam lalu masih hangat, langkah ku langsung saja mendekati laptop itu. Akhirnya, setelah setengah jam lamanya berdiri aku berniat untuk duduk santai. Aku berniat mengirim surat untuk orang lama yang pernah mengisi hidupku, yang entah di mana keberadaannya sekarang.
Seperti generasi milenial lainnya, aku mengiriminya surat melalui akses internet e-mail. Aku masih menyimpan alamat e-mailnya, masih aktif atau tidaknya aku tidak tahu. Tanpa memusingkan hal itu, kedua tanganku mulai bekerja sama di atas keyboard agar menghasilkan kalimat-kalimat indah untuk seseorang yang jauh di sana.
Teruntuk Nata,
Nata, seratus dua puluh hari berlalu setelah akhirnya kamu memutuskan untuk mengakhiri hubungan kita. Seratus dua puluh hari yang lalu, aku adalah wanita bodoh yang sangat mencintaimu, hingga tidak mampu melepasmu bahkan saat kamu mengabari bahwa kamu harus menikah dengan wanita lain untuk mempertanggung jawabkan janin yang ada di dalam kandungannya. Tidak perlu kamu tanya bagaimana perasaan ku saat itu, karena sudah pasti hancur berkeping-keping.
Mari kita mundur lebih lama lagi, Nat. Tepatnya, dua tahun lalu sebelum kepergianmu, saat kamu berjuang mencari namaku dan mendapatkan hatiku. Sulit aku melupakan itu, karena perjuanganmu sungguh meyakinkan ku kalau kamu akan jadi lelaki sejati saat mendampingiku.
“Aku beruntung memilikimu,” kata mu saat kita terbuai dalam pelukan di bawah hujan kala itu. Lantas mengapa kamu meninggalkan ku dengan cara rendahan seperti ini, Nat?
Nata, sekitar dua tahun sebelum kamu meninggalkan ku, waktu dan jarak adalah musuh bebuyutan kita. Waktu dan Jarak; dua hal yang mengajarkan kita tentang pentingnya saat bersama, meski sering kali menjadi pelopor utama rindu.
Rindu; kata yang sering kita ucapkan di telepon tiap malam, atau bahkan setelah kita mengakhiri pertemuan hari itu. Tetapi, setelah kamu meninggalkan ku, makna rindu telah berubah menjadi hal yang sangat menyakitkan. Aku memelukmu terlalu erat hingga pisaumu menancap semakin dalam. Aku tidak tahu sudah berapa lama kamu menjalani hubungan terlarang di belakangku. Nat, mungkin aku pernah menyakitimu. Jika iya, hal yang mungkin ku lakukan untuk menyakitimu adalah terlalu mencintaimu. Aku sangat yakin telah menjaga mu dengan hati-hati, tetapi kalau pada dasarnya kamu adalah lelaki yang tak pernah puas, semua yang ku lakukan hanya sia-sia.
Sekarang, segala kenangan kita hanyalah jadi kenangan yang tak memiliki makna dan kenangan itu telah mati di hati pemiliknya. Pemiliknya; kamu. Maaf kembali mengirimimu surat, maaf telah menggali kenangan yang telah lama terkubur. Nata, boleh kah aku bertanya, bagaimana kabar mu sekarang, apa kamu bahagia bersama dia? Nata, tak bisa ku hindari, ternyata hari ini aku telah merindukanmu.

Mantan kekasih mu.

Kata terkirim telah muncul di layar. Aku menghela napas panjang dan meneguk teh yang sedari tadi sudah merayuku untuk meminumnya, kasihan juga, ia sudah kedinginan. Aku kembali menatap langit yang ternyata sudah gelap. Senja, kamu mengajarkan ku bahwa yang indah itu memang hanya sementara. Baru saja aku akan beranjak dari tempat duduk ku, laptop ku berbunyi.
E-mail ku dibalas.
“Hei, apa kabar? Maaf, aku masih kerja, nanti ku hubungi lagi. Aku juga sangat merindukan mu.”
Aku tersenyum. Nata, kau tidak pernah berubah dan ternyata aku pun masih sama bodohnya.
18 Nov 2018 10:26
109
Jakarta Selatan, Kota Jakarta Selatan, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: