Di tengah musim yang tengah gundah tersebut,
beraninya kau letakan sekuntum mawar lelah di atas tanah yang pecah-pecah.
setelah sebelumnya kau menyerah dan berjanji untuk tak akan pernah lagi memeluknya.
merahnya telah tumpah-rua di kamarku,
dan irisan kelopaknya terpaksa kusembunyikan di bawah bantal-bantal.
masih berani-beraninya kau tancapkan tangkai tanpa warna serta kelopak di vas bunga favorite-ku?
ambil saja darahku,
detak jantung, dan ritme darah yang kini berdenyut tak karuan
serta semua yang kau sebut segalanya.
biarkanlah tak tersisa menjadi yang tersisa
agar di suatu hari yang sedih
tepat kau berdoa,
mereka bisa berdesak rapih di kosongnya kelapanganku.