Prahara sepi..., kau bilang aku hanya membuatmu seperti obat
Ya memang kalau menganggapnya demikian
Tapi, bukan hanya itu
Kau juga obat penawar luka
Yang terlalu berat mengandung zat adiktif, sehingga ku ketergantungan
Saat ini ku kehilangan itu, kadang ku harus menyayat tangan
Untuk menghisap darahku yang keluar masih mengandung kenangannya
Prahara luka..
Bodoh memang, Cuma merusak tubuhku saja
Tapi memang itu konsekuensinya
Konsekuensi dari awal aku mengonsumsi obat adiktif sepertimu
Harus kuterima...
Sayatan pertama: darah mengandung kenganganmu
dan aku menghisapnya...
Sayatan kedua: mengandung suara tawamu
Aku menghisapnya lagi...
Hingga sayatan terakhir, tanganku sudah tidak kuat
Beberapa mili lagi terputus nadiku, itu sangat sakit
Itu mengandung kata pisah yang kau ucapkan bersama dengan isakmu yang tertahan
Jelas pasti aku hisap...,
Walau sayatan terakhir sangat pedih
Tanganku bergetar dengan gigi terkatup geram, mendesis
Aku menghisapnya!
Takkan kubiarkan darah itu pergi jauh...
Aku harus menghisapnya agar kenanganmu yang adiktif itu masih bisa ku rasakan
Aku menikmati setiap sayatan dan desisan itu
Lara memang..., prahara hati
Tengah malam ini aku mendesis lagi, tepat setelah siklus overthinking datang secara bergilir.
Mangku P. Juli 2020