oranment
play icon
Arah Pengorbanan
Cerpen
Kutipan Cerpen Arah Pengorbanan
Karya manusiakaku
Baca selengkapnya di Penakota.id
Tatapan itu kembali menyadarkanku, tatapan penuh dendam, tatapan yang di selimuti kebencian yang mendalam, di balik kelembutan dan kesetiaanya.

“Gema!!! Jangan diam saja, ayo bantu aku” panggilan itu membuyarkan lamunanku,

“Eh, iya?” ternyata Zilan yang memanggilku, aku memandangi raut wajah sahabatku itu, wajahnya tak pernah seserius ini dalam mengerjakan tugas, terutama karangan.

“Tumben rajin” godaku,

“Ah dasar kamu ini, aku bukannya rajin, tapi kalau karangan ini gak kelar-kelar bisa bahaya, ayolaah bantu aku menyelesaikan final project ini, daripada kamu ngelamunin hal-hal gak jelas” omelnya sambil melayangkan bantal tepat mengenai wajahku.

“Iya deeh” jawabku tertutup bantal.

Siang itu aku dan Zilan menghabiskan waktu hampir 4 jam untuk menyelesaikan karangan kami, walaupun 2 jam sebelumnya tidak benar-benar kami pakai dengan efektif, akhirnya karangan itu selesai juga.

Aku beranjak dari tempat tidur, memerhatikan setiap detail kamar Zilan yang terkesan unik dan sederhana. Zilan masuk ketika aku mengangkat lenganku, mencoba meraih karyanya yang terpampang di tembok, kuperhatikan dia membawa dua gelas susu dingin dan satu nampan kue.

Namun tiba-tiba penglihatanku buyar, rasa sakit yang amat dashyat menusuk lengan kiriku, lukaku kambuh, rasa nyeri menjalar ke seluruh tubuhku, sampai aku terjatuh, tertunduk lesu. Aku melihat Zilan berlari ke arahku, aku memandangnya, sembari memegangi lengan kiriku.

“Gema! Kamu kenapa?!?” aku menunggu sampai rasa nyeri itu hilang,

”Zilan, aku kira ini saatnya kamu mengetahui kehidupan masa laluku” jawabku sambil memperlihatkan luka bekas jahitan di lengan kiriku dulu.

“Gema!, tanganmu..”

Aku memotongnya dan mulai bercerita.
“Shh.. kisahku ini dimulai oleh dua orang sahabat yang amat kusayangi, sampai salah satu diantaranya mengkhianati. Dulu, aku memiliki seorang sahabat yang sangat ku percaya, dia tak pernah mengecewakanku sekalipun, Icha namanya, dia merupakan seorang murid yang cerdas dan baik hati...

Kami berdua, bisa dibilang sangat dekat, dan tak pernah terpisahkan, sampai pada akhirnya, kami bertemu seorang siswi baru bernama Guruh. Kami bertiga dengan sangat cepat akrab, dan selalu menghabiskan waktu bersama.

Sampai pada suatu hari, terjadi kesalah pahaman yang sangat tidak mengenakkan, Icha menjadi sensitif dan tidak mau bergaul dengan yang lain. Dan yang paling aneh, dia tidak mau aku didekati oleh orang lain, terutama oleh Guruh. Tersiar kabar bahwa terjadi pertengkaran diantara mereka.

Banyak yang mengatakan, bahwa mereka bertengkar karena... aku. Banyak yang bilang, pertengkaran ini dimulai karena, Icha cemburu pada Guruh, karena Guruh terlihat lebih akrab denganku, dan seperti ingin merebutku darinya. Alasan yang sangat kekanak-kanakan memang, tapi pandanganku berubah, ketika ada yang memberitahuku bahwa Icha merasa kesepian, dan ditinggalkan.

Aku pun menyesal, mengetahui Icha sering menangis dan berkata dia menaruh dendam pada Guruh, karena tak rela melihat Guruh bersamaku, tak rela melihat Guruh bahagia, sementara dirinya menderita.

Tapi aku tidak percaya sahabatku menaruh dendam, karena aku tahu, dan aku percaya, bahwa sahabatku Icha, bukanlah seorang pendendam, dia merupakan sahabatku yang baik hati. Aku pun berlari mencarinya, dan mendapati dirinya sedang berbincang-bincang dengan Guruh, aku tersenyum menghampiri mereka.

Icha berkata, dia mengundang Guruh untuk makan malam bersama di Resto Gerhana. Aku sangat senang mengetahui hubungan mereka yang telah membaik, tapi rasa senang itu kini bercampur oleh kecurigaan, ketika Icha berkata..

“Maaf ya, aku tak bisa mengajakmu ikut serta, karena ini hanya antara aku dan Guruh, kamu tak perlu khawatir, Guruh nggak bakalan aku apa-apain kok” Setelah itu dia beranjak pergi meninggalkanku.

Kecurigaanku ini mendorongku untuk diam-diam mengikuti mereka, walaupun aku berharap semua akan baik-baik saja.

Aku duduk 3 meja jauhnya dari mereka, tentunya dengan samaran alakadarnya, aku memerhatikan mereka. Icha tampak sangat ramah dan akrab dengan Guruh, namun gerak-geriknya mulai mencurigakan melewati pertengahan makan malam.

Makan malam pun selesai, aku lihat mereka mengakhirinya dengan berpelukan, dan aku merasa lega, bahwa sebetulnya tak ada yang perlu di khawatirkan. Namun tanpa kusadari... saat mereka berpelukan, merupakan saat yang tepat dimana Icha... menusukkan pisau ke arah perut Guruh.

Kini, pisau itu dengan sempurna menancap diatas perut Guruh, dia memegangi perutnya yang bersimbah darah dan menjauh mundur, terjatuh.

Menyadari perbuatan Icha yang tak disangka-sangka, aku dengan spontan berlari menuju meja mereka dan tepat menangkap tangan Icha yang mengangkat pisau keduanya, siap untuk menancapkannya diatas dada Guruh.”

Zilan bergidik mendengarnya, aku pun mengingat kembali detail kejadian itu, dan melanjutkan ceritaku,
“Pada saat itu, aku menatap matanya, mata Icha, dia berbeda, aku dapat merasakannya, dia bukanlah sahabat yang dulu kukenal. Dirinya di penuhi dendam dan kebencian, seketika itu dia menangis meraung-raung dipelukanku.

Icha merasa kecewa, karena mengetahui sahabatnya menyaksikan seluruh perbuatannya, dan dia menangis karena sahabatnya sendiri malah membela Guruh dan menggagalkan seluruh rencananya untuk melenyapkan Guruh.

“Icha.., kenapa kamu tega melakukan semua ini.. kamu tak perlu berbuat seperti ini.. padahal aku telah memercayaimu,..”

Tanpa kuduga, setelah perbincangan yang menegangkan itu, dia mengarahkan pisaunya padaku, dan menancapkannya tepat kedalam lengan kiriku, aku meronta dan berusaha untuk membebaskan diri darinya, namun dia menahanku dan menancapkan pisaunya lebih dalam serta menariknya lebih jauh keatas lengan ku.

Lengan kiriku bersimbah darah, dengan luka pisau yang dalam.
Begitulah asal-usul dari mana aku mendapatkan luka ini, dan masa lalu dari kehidupanku. Zilan mengusap kedua matanya, seolah tak percaya akan apa yang telah kulalui, namun buktinya ada disini, luka itulah buktinya".

“Lalu apa yang terjadi pada Guruh? Apakah dia selamat?”

Dengan berat hati, aku melanjutkan kisahku, “Nyawa Guruh tak tertolong, walaupun ambulans sudah didatangkan secepatnya, aku pun menyesal telah membiarkan dia pergi, di tangan sahabatku sendiri...
Sedangkan Icha, dia di tahan oleh pihak berwajib, dengan tuduhan pembunuhan. Terakhir kali aku menatapnya, aku melihat tatapan penuh dendam, tatapan yang di selimuti kebencian yang mendalam, di balik kelembutan dan kesetiaanya.”.

“Kau tau Zilan? Sebenarnya aku merasa ada yang aneh dengan Lintang”

“Lintang murid kelas kita?”

“Iya, ketika aku menatapnya, aku merasa seolah sedang menatap kawan lama ku itu, wajah mereka sangat mirip, ditambah pandangan penuh dendam itu... tapi mungkinkah?”

“Tapi, nggak mungkin kan, kalau Lintang itu Icha.. atau..”

“Aku gak tahu Zil, tapi yang terpenting, aku gak bakalan biarin kejadian itu terulang lagi, dan gak bakalan biarin kejadian itu merengut korban jiwa yang lain. Walaupun sebenarnya aku sangat takut, aku takut kalau sasaran selanjutnya adalah... kamu”
calendar
20 Dec 2017 19:44
view
80
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig