“Libur telah tiba… libur telah tiba… hore… hore…” begitu kata lagu. Liburan kali ini biasa-biasa saja seperti sekian banyak liburan sebelumnya. Memulai aktivitas di pagi hari dengan mengajarkan anak-anak kecil membaca ayat suci Al-Qur’an, lalu duduk sejenak dan dan memeriksa apakah secangkir kopi hangat menghadiri kelas merenung pagi ini. Merapihkan rumah dengan nama lain yang terkenal, yaitu “kapal pecah”.
Pada liburan kali ini, sang tokoh utama memiliki hobi yaitu memanjakan ibu jari dengan konten-konten di media sosial. Ia juga bermain bersama teman-teman pesantrennya, lalu membuat forum diskusi agar terlihat seperti perkumpulan mahasiswa. Tokoh utama dan teman-temannya menangis setelah menonton film tentang ayah berkebutuhan khusus yang sayang pada anaknya, tapi ia difitnah dan masuk penjara, Untungnya para tahanan lainnya berbaik hati membantu dirinya bertemu dengan anaknya, kami pun berlomba-lomba menutupi air mata setelah film selesai.
Jadwal kegiatan tokoh utama sangatlah padat, ia harus mengajarkan anak-anak kecil mengaji dari hari Senin hingga Kamis, ia juga harus menghadiri kajian-kajian kitab kuning “Kifayah al-Akhyar”, “Irsyad al-‘Ibad”, dan beberapa kitab lain. Syukurlah, sang tokoh utama masih beribadah lima waktu di mushala dekat rumahnya.
Sang tokoh utama sangat bosan karena tidak memiliki teman rumah, ia berkelana mengelilingi Bekasi yang diwarnai oleh polusi. Hatinya sangat kecewa saat ia tidak diizinkan oleh orang tuanya pergi ke Bandung, padahal rencananya sudah ada jauh-jauh hari, tapi hanya menjadi wacana untuk dirinya. Ia sangat membayangkan apabila ia pergi ke Bandung, ia ingin menikmati syahdunya Bumi Pasundan ditemani lagu “Bunga Abadi” milik Rio Clappy, dan menangkap momen tersebut agar dapat dijadikan sorotan Instagram.
Tokoh utama mencari arti untuk liburannya, kesan dan pesan apa yang ia dapat. Ia sendiri bingung harus menulis apa untuk tugas sekolah menulis cerpen tentang liburan sebanyak dua halaman, sedangkan ia tidak pergi kemana-mana. Sepertinya ia lelah dengan enam bulan di pesantren dengan banyak kejadian-kejadian yang cocok diceritakan ke Nadia Omara, karena itulah tokoh utama hanya ingin memperbaiki waktu tidur pada tiga minggu liburan yang sedikit ini.
Membuat cerita bukan keahlian tokoh utama, ia hanya senang membuat-buat cerita dan menambahkan kalimat “tapi bohong” pada akhir cerita. pada tugasnya saja, ia tidak memedulikan struktur, kaidah, dan unsur-unsur dalam cerpen. ia hanya memiliki cerita tentang kesal karena tempat memangkas rambut yang baru dan mahal, ternyata mengecewakan.
Untuk kesekian kalinya, tokoh utama tidak menemukan arti untuk liburannya, tiba-tiba ia diajak untuk menyusuri daerah Blok M untuk pertama kali, dan melihat banyak orang menggunakan baju adat Blok M. selama ia berjalan, ia hanya memikirkan tujuan, pekerjaan, uang jajan, orang-orang yang juga singgah di Blok M. Di sana ia hanya berbincang-bincang sambil menikmati dimsum dan teh yang harganya bisa membeli tiga bungkus nasi padang, ia tetap memakannya karena temannya meneraktirnya, dan banyak orang bilang kalau rezeki jangan ditolak. Ia mengakhiri perjalanannya dengan berdiri dengan kaki yang sakit dan lantai kereta yang basah karena hujan.
Untungnya ada cerita Blok M yang menjadikan tokoh utama dapat memasuki halaman ke dua untuk tugasnya. Awalnya ia mengira ceritannya akan selesai di setengah halaman pertama. Tokoh utama memang payah, awalnya ia punya banyak rencana untuk liburan kali ini, tapi semua itu hilang entah kemana. Ceritanya pun selesai.