Judul Buku : TITIK NOL
Penulis : Agustinus Wibowo
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : Februari 2013
Jumlah Halaman : 552 Halaman
“Perjalananku bukan perjalananmu, perjalananku adalah perjalananmu”
Catatan perjalanan seorang Agustinus Wibowo tidak banyak menkankan pada petualangan pribadi atau beragam keberhasilan yang dicapainya, melainkan berisi orang-orang yang ditemuinya sepanjang perjalanan. Tulisan-tulisannya lebih memberi penghormatan pada kenang-kenangan tentang mereka yang telah menyentuh, memperkaya, mencerahkan hidupnya. Baginya nilai perjalanan tidak terletak pada jarak yang ditempuh seseorang, bukan seberapa jauh perjalanan, tapi lebih tentang seberapa dalamnya seseorang bisa terkoneksi dengan orang-orang yang membentuk kenyataan ditanah kehidupan.
Buku ini dibuka dengan tulisan dari sahabatnya Lam Li berjudul memberi arti pada perjalanan. Kemudian dilanjutkan dengan penantian, safarnama, senandung pengembara, surga Himalaya, kitab tanpa aksara, mengejar batas cakrawala, dalam nama Tuhan, di balik selimut debu, pulang, dan akhir sebuah jalan. Mengisahkan perjalanan di berbagai negara dari sudut pandang berbeda, yang selama ini tidak banyak diangkat ke media.
Penulis menceritakan perjalanannya menyeberangi Tibet, menaklukan pegunungan Himalaya, melanjutkan perjalanan ke India, Pakistan, dan Afghanistan. Bahkan di perjalanannya penulis juga menemukan seorang sahabat asal Malaysia, sosok yang baginya sangat berharga sehingga membuat tulisan ini mempunyai kisah tersendiri. Yang paling menarik dari buku ini adalah sang penulis memiliki kamus kata yang sangat kaya. Ia benar-benar menggunakan pilihan kata yang sangat tepat untuk mendeskripsikan apa yang ia lihat dan rasakan. Penulis juga memiliki cukup banyak analogi untuk menggambarkan keadaan yang ada, sehingga pembaca dapat merasakan apa yang di alami penulis. Penulis juga tidak hanya menjual pemandangan dan eksotisme saja. Dalam setiap perjalanannya dia menceritakan proses bertumbuh sebagai manusia. Hingga pada akhirnya sang musafir terpaksa pulang dan meninggalkan impiannya.
Dari perjalanan berkelana yang begitu jauh, akhirnya ia menyadari apa yang selama ini hilang ternyata berada dirumah, ketika ia mendapati sang ibu yang sedang menderita sakit keras hanya terbaring ditempat tidurnya. Hingga akhirnya ia bersujud di samping ranjang ibunya. Dan justru dari ibunya yang tidak pernah ke mana-mana itulah, dia menemukan satu demi satu makna perjalanan yang selama ini terabaikan. Perjalanan adalah belajar melihat dunia luar, juga belajar untuk melihat kedalam diri. Pulang memang adalah jalan yang harus dijalani semua pejalan.
· Dari titik nol kita berangkat, kepada titik nol kita kembali. Tiada kisah cinta yang tak berbubuh noktah, tiada pesta yang tanpa bubar, tiada pertemuan yang tanpa perpisahan, tiada perjalanan yang tanpa pulang.