oranment
play icon
Kolam-Kolam Susu
Kutipan Cerpen Kolam-Kolam Susu
Karya nadiraarnindyarx
Baca selengkapnya di Penakota.id
Asmara mara mara mara mara mara ra ra ra ra.
Ah, kedengarannya indah nan mewah. 

Sekian lama aku digandengi pria-pria berkedok Romeo. Aku disayang, dielus-elus dan dibeli-beli. Tapi, kok sekian lama otak mereka tak pernah sampai mata kakiku. Cetek. Kelihatannya mereka dimabuk. Asmara memang indah, tapi kenapa kamu sering jadi lupa diri. Kata tetuah memang yang indah dan mewah sering membutakan. Walau tanpa menyalahkan asmara, agaknya saluran listrik kepala mereka sudah lama kena asma, sering tersumbat katupnya. Aku disayang-sayang, dibeli-beli. Oh betapa bodohnya, untuk apa kamu sayang-sayang orang lain selain dirimu sendiri. Aku tak butuh. Enyahlah. 

Johan. Badannya tegap, tinggi, kulitnya sawo busuk (hitam gelap), dagu bawahnya maju membalap dahi, matanya sayu, rambutnya kumal. Tapi dari jauh aku tau ketiaknya tidak bau. Menarik. 

Silakan masuk, jawabku. Lalu kami duduk berhadap-hadapan, bertutur. Ia pandai bertutur, tangannya tidak menari terlalu lincah ketika lidahnya bergulat. Kedua telapak kakinya tegas menempel di lantai, lurus ke depan. Tidak bengkok ke dalam ataupun condong ke luar, kelihatannya pas. Punggungnya disenderkan santai ke kursi. Ia memakai titik koma di setiap kalimat. Kayaknya dia percaya diri. 

Silakan masuk, jawabku. Lalu kami duduk berhadap-hadapan lagi, bertutur kembali. Menyenangkan, ya. Lidahnya masih senang menggeliat, tidak begitu pandai. Kali ini tangannya lincah menari-nari bak pagelaran reog ponorogo. Aku menikmati, kuyakin dia juga. Toh dari awal dia memang senang main-main lidah. Kelihatannya puting sang induk habis disobek-sobek dulu waktu Johan masih menyusu. Baru berapa kali kami berhadap-hadapan, malas menghitung. Yang penting aku percaya diri, dia juga tau diri. 

Tak lama kami saling suka. Prasangkaku benar, ketiaknya tidak bau. Walaupun ia suka kentut, kentutnya baru hanyir tidak sedap. Tapi tidak apa-apa, karena aku bisa menyelam di kepalanya. Ia juga bisa menyelam di kepalaku, katanya. Tak lama kami saling suka, tak lama lagi kami saling menyiksa. 

Hari menuju bulan, bulan menuju tahun. Mungkin menyelam di kepala orang itu berbahaya, begitu pula menyilakan orang lain untuk menyelam di kepalamu. Kalau salah sentuh, bisa lecet. Salah kayuh, bikin gaduh. Bagaimana kalau salah arah? Bisa-bisa aku hilang dimakan arwana, atau monster bau bersisik duri yang kau peilhara di dasar kepalamu. Aku panik, aku panik. Cepat-cepat aku mengayuh naik ke atas permukaan. Biarkan aku bernafas. Beri aku nafas, teriakku. 

Kadang juga aku terlalu asik berenang-renang di kepalanya, sampai lupa kalau kepalaku juga butuh pangan. Maklum, waktu kecil aku juara satu lomba berenang se-TK! Mungkin memang takdir untukku jadi perenang. Sayang, kolam ini arusnya riuh sekali, aku jadi sering terbeset batu. Aku sering menabrak karang. Aku jadi babak belur. Aku masih takut ketemu arwana bau itu. 

Tapi kelihatannya ia tidak peduli. “Aku tidak bisa membantu, kau kan penyelamnya.” Jengkel, ini kan kepalamu, bodoh. Setidaknya kasih tunjuk aku denah yang akurat. Kelihatannya ia tidak mau peduli. 

Kepalanya terang. Entah ini daya pandangku saja atau memang dia hidup di canang surga. Aku suka menyelam di sini. Tapi mustahil kalau begitu pula sebaliknya. Pasti dia tidak betah. Bahkan tersiksa, mungkin. “Sempit sekali, lebaran sedikit”. Tuh, kan. Ia minta ruang, lebih dari sepuluh kali sudah selama proses bulan-bulanan ini. Aku suka menyelam di sini. Kepalanya terang. 

Masih tersiksa tidak, ya? Atau dia juga ikut babak belur berenang-renang di kepalaku? Duh, berat. Kenapa enggak selesai-selesai dia menyelam, sih. Jangan-jangan dia sudah mati tenggelam? Aduh, atau si tupai lagi menggerogoti isi perutnya? Pasti dia kesusahan. Perlu bantuan tidak ya? Aduh, kasihan. Apa jadinya kalau dia tersesat di sana, terjerembab di jerami-jerami usang dalam kepalaku, kehabisan nafas, dan mati! Dan mati! Johan hilang, dong? Aduh! Seenaknya sekali dia bikin gaduh kepalaku. 

Ah. Kelihatannya tapi ia tidak peduli. Atau malah sepertinya dia sudah asik bergolek di pesisir pantai, bersama wanita-wanita dalam linen emas.

Bajingan!
Bajingan! Aku lupa kasih makan si Ikan di bilik kiri!
Bajingan! Apa sekarang aku lagi sayang-sayang, membeli-beli? 
Bajingan! Aku lupa tau diri. 
Dasar bodoh! 
Dasar kau bodoh, kau bodoh kau bodoh! 
Kepalamu itu kosong! Sekarang punyamu yang terjangkit asma! 

Silakan keluar, ucapku lirih. 

“Iya. Aku juga sudah selesai,” jawabnya tegas sambil mengancingkan celana cargo warna cokelat. Ternyata betul dia percaya diri, aku yang tidak tau diri. 

Aku masih mau berenang-renang di kepalanya. Aku suka. 

Ketiaknya tidak bau.
calendar
25 Mar 2018 18:48
view
89
wisataliterasi
Jakarta, Daerah Khusus Ibukota Jakarta
idle liked
0 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
close
instagram
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
close
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh:
example ig