Sial. Aku berkali-kali jatuh cinta dibuatnya. Begini rasanya jatuh cinta pada seorang yang memiliki ketertarikan yang sama pada kata-kata. Yang tiap bait tulisannya mampu membawaku ke tempat-tempat yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya. Dengan susunan frasa yang berkali-kali ia cipta, Ia makin merasuk kedalam sukma. Dalam penuh harap dan sedikit canda, dan bila semesta benar mentakdirkan pertemuanku dengannya bukan sekedar pertemuan biasa. Semoga, kami dipertemukan kembali untuk yang kedua kalinya.
Sial. Aku mengakuinya. Aku mengaku rupanya aku telah jatuh cinta. Kepada seseorang yang baru sekali ku temui. Tapi terus terbayang ku bawa pulang, hingga sampai sekarang aku masih bertanya-tanya, kapan pula akan ada temu yang berikutnya?
Sial. Dia benar-benar membuatku lupa. Meski tak melakukan apa-apa, meski hadirnya hanya sekejap tanpa obrolan bermakna. Ia membuatku dengan berani bertaruh rasa (lagi) setelah malam-malam yang sangat muram sebelumnya. Semoga saja, ini bukan bentuk pelarian semata. Semoga, perasaan seperti ini tidak membuatku membenci yang sebelumnya.
Sungguh sial. Kenapa hari-hari terasa begitu lambat sekarang. Aku menunggu dan menimbang-nimbang kapan tepatnya aku akan segera bertemu dengannya, mengira-ngira agar aku bisa siap kapanpun waktu itu datang. Bayang rupa dan suaranya terus saja mengerumun di pikiran. Menerabas segala pikiran yang sebelumnya selalu mengingatkanku pada luka yang amat dalam.
Siang ini aku tidak melakukan apa-apa, seperti biasa. Tapi aku tahu dia sedang bekerja. Iya, begitulah. Aku bertemu dengannya ketika ternyata kami mengambil pekerjaan yang sama. Seorang laki-laki yang aku tak begitu mengenali wajahnya dan suaranya yang tak begitu jelas karena suara adzan yang bersahutan waktu itu. Seorang laki-laki penyuka syair dan cerita, pecandu kata dan frasa. Seorang laki-laki yang usianya lebih muda satu tahun dariku.
Ya, kepadanyalah aku jatuh cinta.