Berguru pada Lupa
Cerpen
Kutipan Cerpen Berguru pada Lupa
Karya nfathra
Baca selengkapnya di Penakota.id

Gelegar petir menyeruak di langit malam, memekakkan gendang telinga. Debur ombak menghantam kapalku. Malam ini, badai tak hanya menyapa laut. Ia juga menyapa dinding hatiku. Kidung sendu telah lama menjadi nyanyian pembuka dan penutup kala.


 


"Entah...," gumamku.


 


Tetiba amukan samudra semakin galak. Melahap apa saja yang ada dihadapannya. Tak ayal, kapalku tergilas. Kubiarkan badanku terbawa arus gelombang. Ah, mungkin ini lebih baik daripada tertelan gelombang kecewa.


 


-


 


Gelap. Secercah cahaya menyibak kelam. Buram. Langit biru menguasai pandanganku. Aku di mana? Apakah sudah di surga?


 


"Wahai, ada tubuh rengsa di mulut pantai." Suara serak dari kejauhan.


 


"Kau tidak apa-apa, Nak?" tanya kakek tua di hadapanku.


 


Aku tak mampu menjawab. Lidahku kelu.


 


"Haha... Tentu saja kau apa-apa, tunggu saja, cucuku akan memapahmu."


 


Setelah beberapa saat, aku kembali terbang ke dunia imaji, tergeletak tak sadarkan diri.


 


"Kara... itukah namamu, Nak? Atau jangan jangan... nama kekasihmu? Kau menyebut namanya berulang kali." Suara serak itu membangunkanku.


 


Nama itu... Mengapa nama itu kembali kudengar? Hei, apa kata kakek itu, aku menyebutnya berulang kali? Bukankah nama itu sudah lama kuhapus dalam memori kenangan?


 


"Bukan... nama itu... bukan siapa-siapa... namaku... Renja," jawabku terbata.


 


"Haha... Kau tak perlu berbohong anak muda, matamu sudah menceritakan semuanya. Kau terdampar di tanah yang tepat. Selamat datang di desa Kata. Di tanah ini, terkubur beribu kenangan nestapa. Ya, desa ini dibangun dengan serpihan luka. Penduduk desa ini adalah korban pilu yang berusaha merajut asa. Di sini, kau bisa belajar banyak tentang lupa," ucap kakek itu panjang lebar, "untuk hari ini, kau istirahat saja."


 


Mentari telah tumbang di ufuk barat. Mungkin lebih baik aku tinggal di sini. Jauh dari kampung halaman yang menyisakan kenangan pedih. Badanku masih terasa lemas, namun pikiranku lebih lemas lagi.


 


"Silakan." Sepasang tangan menyodorkan secangkir teh. Wajah teduhnya menyihir mataku. Tidak. Wajah itu seakan menghempaskanku ke labirin masa lalu. Teh di tangannya tak kuhiraukan. Waktu terhenti beberapa saat.


 


Semesta seringkali seperti itu, menghadirkan seseorang yang berusaha kulupa. Pun, terkadang menghilangkan seseorang yang kudamba. Kini, engkaulah yang akan menentukan, apakah kisah ini akan berlanjut atau berhenti begitu saja?

09 Sep 2019 18:36
278
5 menyukai karya ini
Penulis Menyukai karya ini
Unduh teks untuk IG story
Cara unduh teks karya
Pilih sebagian teks yang ada di dalam karya, lalu klik tombol Unduh teks untuk IG story
Contoh: