Masih pantaskah aku menyebutmu sebagai kekasih? Yang rela menebar kasih pada hati baru. Yang rela memutus kisah pada hatiku. Yang meninggalkan setelah memberi harapan, yang pergi selepas menebar janji-janji, yang melukai juga menyakiti. Itu kamu, Kekasih.
Kukira namaku adalah satu-satunya yang terukir di hatimu. Nyatanya, hatimu tak cukup menjadi rumah untuk satu hati.
Bagaimana bisa kau menduakan hati, sedangkan yang kau punya hanyalah satu hati?
Tidakkah kau tahu bahwa perlakuanmu itu telah membuat nuraniku mati? Sedangkan kau di sana berdiri tanpa niat menghampiri.
Jadi, siapakah di sini yang hatinya telah lebih dulu mati? Aku yang tersakiti, atau kau yang menyakiti?